Skip to Content

September 2017

Panorama Keindahan

Mungkin lebih baik begini

Menyendiri di sudut kota ini

Melihat panorama keindahan

Hingga tampak warna malam

 

Jangan menjauh atau menghilang

Perjuangan

Malam menepi di ujung subuh

Aku terjaga, seraya merangkak menepis dingin

Dari tempat tidur, toilet berbatu,

hingga membeku di mimbar

Shalat serta dzikir

Nenek di Persinggahan

Siang itu, saat waktu Dzuhur tlah berakhir

Langkah kaki mulai menyempit

Ku hampiri ibu tua yang menyapa

Malam Bergema

Sore ini sempat ku pikirkan tentang malam

Hanya senyum dan mimpi yang kutawarkan padanya

Bukan lukisan atau dara cantik yang hiasi alam ini

Secangkir Kopi

Aku secangkir kopi, melukai

angin malam ini. Bersiul
mengikuti rintik hujan
Tengadah di antara malam,

tapi aku tak semanis dulu lagi

Menunggu Bis Kota

Melalui jalan sempit lorong gang berbesi

Cahaya lampu pijar menuntunku

di malam yang mulai larut,

Semakin jauh dari suara-suara pemuja malam

Rumah Ibu

Pulang lagi, kereta kembali

datang lagi, macet menanti
petang pun masih disini
dalam lorong: tegak berdiri,

warna baru, senyum kala malam.

Sepi

Kubuka lukisan lalu
yang tak pernah usang,
Hanya tertutup butiran debu,
Makin menghitam tapi
tak tercoret sedikitpun

Termangu

Bila ikutimu malam pun termangu

tubuh sesak ku lempar caci
Hanya saja kau bilang ini kenangan
Padahal tertawa, kala kau buat luka

Lalu, berhenti mendekapmu

Hujan Lagi

Biarkan hujan itu membasahi jalanan,

mengalir mengikuti arahnya yang berkelok rendah.

Setelah menyirami pepohonan dan rumah-rumah,



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler