Skip to Content

Acep Zamzam Noor Raih Hadiah Rancage 2012

Foto Hikmat
files/user/4/acep-zamzam-noor.jpg
Acep Zamzam Noor (Foto: acepzamzamnoor.blogspot.com)

Kumpulan sajak Paguneman karya Acep Zamzam Noor yang diterbitkan Terbitan Nuansa Cendekia Bandung terpilih sebagai karya yang pantas mendapat Hadiah Sastra Rancage 2012 untuk bahasa Sunda dan berhak mendapat piagam dan uang Rp 5 juta. Demikian keputusan yang disiarkan Ajip Rosidi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, pada Selasa, 31 Januari 2012.

Hadiah Sastra Rancage diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah, khususnya Sunda. Penghargaan ini diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage sejak 1989.

Puisi-puisi Acep dalam buku itu, menurut Ajip, terkait dengan kumpulan sajak pertamanya dalam bahasa Sunda, Dayeuh Matapoe (1993), yang masuk nominasi Hadiah Sastra Rancage 1994. Kedua buku itu melukiskan bercampurnya perasaan dan pikiran dalam perjalanan, baik dalam jagat besar maupun dalam jagat kecil. Dalam kumpulan sajak pertama yang dilukiskan itu terutama tempat-tempat yang jauh, termasuk yang di mancanegara, sedangkan dalam kumpulan yang kedua, Acep mengunjungi tempat-tempat di tanah tumpah darahnya.

"Hal itu menyebabkan sajak-sajak Acep terasa lebih sublim daripada sajak-sajaknya yang lebih dahulu. Tidak ada yang baru pada cara Acep melukiskan rasa, gagasan, dan suasana. Tapi hampir dalam setiap sajak tampak keterampilan, pengetahuan, dan keluasan pandang Acep sebagai penyair yang menonjol," kata Ajip.

Dengan demikian buku Acep berhasil menyingkirkan tujuh karya unggulan lainnya, yakni kumpulan cerita pendek Duriat karya Saini K.M., Hate Awewe karya Risnawati, dan Samping Kebat Haturan Ema karya Dudi Santosa, naskah drama Mun-Tangan Alif karya R. Hidayat Suryalaga, kumpulan esai Ngamumule Basa Sunda karya Wahyu Wibisana, dan dua kumpulan pantun, Sisindiran: Rorotekan karya H. Adang S. dan Sisindiran jeung Wawangsalan Anyar karya Dedy Windyagiri.

Acep Zamzam Noor adalah penyair kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 Februari 1960. Putra tertua dari K.H. Ilyas Ruhiat, ulama dari Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, ini menempuh pendidikan di jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB dan melanjutkannya ke Universit Italia per Stranieri di Perugia, Italia. Acep telah melahirkan lebih dari sepuluh kumpulan sajak berbahasa Indonesia dan menerima beberapa penghargaan, seperti South East Asian Write Award dari Thailand (2005) dan Khatulistiwa Literary Award (2007).

Selain untuk karya terbaik, Yayasan Rancage juga memberikan hadiah kepada orang yang berjasa dalam bahasa Sunda. Tahun ini, hadiah itu diberikan kepada Etti R.S., sastrawan Sunda kelahiran Ciamis, 31 Agustus 1958. Etti pernah mendapat Hadiah Sastra Rancage untuk kumpulan sajak Maung Bayangan (1995) dan Serat Panineungan (2009).

Perannya dalam pengembangan sastra Sunda juga dilakukan saat menjadi pengurus dan kemudian menjadi Ketua Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (sebelumnya Paguyuban Pangarang Sastra Sunda), yang kini masih dijabatnya. Paguyuban itu sering menggelar sayembara menulis drama dan sajak Sunda serta mengusahakan penerbitan buku-buku sastra karya pengarang muda dengan bekerja sama dengan penerbit-penerbit profesional. (TEMPO)

 

Hadiah Sastra Rancage Lainnya

Hadiah serupa untuk bahasa Jawa diberikan untuk karya sastra berjudul Ombak Wengi, karya Yusuf Susilo Hartono. Ombak Wengi berhasil mengungguli sembilan karya lainnya. Sementara untuk jasa dalam pengembangan bahasa dan sastera Jawa adalah dosen jurusan Bahasa dan Sastera Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Sucipto Hadi Purnomo.

Untuk kategori bahasa Bali, anugerah ini diberikan pada tulisan berjudul Metek Bintang (Menghitung Bintang) karya Komang Adnyana. Sementara untuk jasa dalam mengembangkan bahasa dan sastera Bali diraih I Made Sugianto. Sugianto berjasa dalam menulis karya dalam bahasa Bali moderen, terutama cerita pendek. Selain itu, dia juga berusaha menerbitkan sastra Bali moderen dalam buku.

Jasa I Made Sugianto terhadap perkembangan sastera Bali ada dua hal. Pertama, dia banyak menulis karya dalam bahasa Bali moderen terutama berupa cerita pendek yang dimuat dalam Bali Orti, suplemen Bali Post Minggu yang khusus untuk bahasa Bali. Kedua, dalam usahanya menerbitkan karya-karya sastera Bali moderen menjadi buku melalui penerbit kecil yang dikelolanya bernama Pustaka Ekspresi.

Selain itu, Yayasan Kebudayaan Rancage juga memberikan Hadiah Samsudi untuk bacaan kanak-kanak dalam bahasa Sunda. Hadiah ini diberikan untuk tulisan berjudul Asal-Usul Hayam Pelung jeung Dongéng-dongéng Cianjur Lianna, karya Tatang Setiadi. (REPUBLIKA)


Sumber:
- tempo.co, Selasa, 31 Januari 2012 14:33 WIB
- republika.co.id, Selasa, 31 Januari 2012 16:26 WIB

Foto: acepzamzamnoor.blogspot.com

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler