Skip to Content

Memasyarakatkan Sastra Lewat Sekolah

Foto Hikmat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kembali menggelar acara sastrawan berbicara, siswa bertanya (SBSB). Kegiatan yang diselenggarakan di SMPN 2 Surakarta, menghadirkan beberapa sastrawan nasional seperti Putu Wijaya, Cecep Syamsul Hari, dan Iman Soleh.

Sekretaris Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud, Thamrin Kasman, mengatakan program tersebut sudah dijalankan mulai tahun 2000. Ratusan siswa dari beberapa sekolah dalam satu wilayah dikumpulkan dan diajak untuk menyaksikan pertunjukan sastra dan berinteraksi dengan sastrawan.

"Di SMPN 2 melibatkan 30 sekolah dan sekitar 600 siswa SMP dan SMA. Kegiatan seperti ini bertujuan membangkitkan rasa cinta sastra bg anak anak sekolah," kata Thamrin.

Ia menjelaskan, pendidikan seni dan satra sangat penting bagi anak-anak. Melalui keduanya semakin mempermudah pendidikan karakter. Lantaran sastra akan mengasah jiwa siswa. Sastra juga menjadi sisi pendidikan lain yang harus dikuasai, karena siswa bukan hanya fokus dalam bidang akademik saja.

Oleh karenanya, untuk memasyarakatkan sastra maka sastrawan nasional pun digandeng. Mereka diharapkan bisa menginspirasi siswa atau menguatkan minat siswa pada sastra. Sehingga akan muncul sastrawan-sastrawan era baru pada zaman mereka nantinya.

Dalam kesempatan itu, siswa bisa secara langsung bertanya kepada sastrawan menganai uneg-uneg mereka. Termasuk kesulitan-kesulitan dalam menciptakan karya sastra. "Pelajaran tidak harus di dalam ruangan. Melalui seperti ini, siswa bisa terhibur sekaligus belajar," katanya.

Sementara itu Kepala SMPN 2 Surakarta, Joko Riyanto, mengatakan kegiatan ini sangat mendukung pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dimana ada materi-materi mengenai sastra Indonesia. "Siswa menjadi lebih termotivasi. Ini sekaligus refreshing," Ujar Joko. (Suara Merdeka)

 

Sastra bagi Siswa

Pelajaran sastra bagi pelajar memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan kecerdasan dan karakter siswa. ”Pendidikan sastra harus diajarkan tersendiri kepada siswa, dan tidak hanya sekadar membantu pelajaran Bahasa Indonesia,” kata sastrawan Putu Wijaya (68).

Putu menghadiri acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya di Taman Budaya Kota Tegal, pekan lalu. Menurut dia, pelajaran sastra tidak dimaksudkan untuk menjadikan siswa sebagai sastrawan. ”Jadi sastrawan boleh, tetapi kalaupun tidak, setidaknya siswa bisa merumuskan atau menyelaraskan pikiran untuk diucapkan atau dituangkan dalam tulisan,” ujarnya.

Sayangnya, saat ini pelajaran sastra seperti terbuang dan Indonesia juga tidak lagi memiliki guru-guru sastra. Sastra hanya berperan membantu pelajaran Bahasa Indonesia. Padahal, pelajaran sastra berbeda dengan pelajaran bahasa karena pelajaran bahasa cenderung dititikberatkan pada tata bahasa.

Akibatnya, banyak siswa yang tidak bisa beradu pendapat sehingga kemudian memunculkan kasus-kasus perkelahian. Untuk itulah, pendidikan di Indonesia harus memasukkan sastra sebagai ilmu pengetahuan. (Kompas)


Sumber:

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler