Skip to Content

MIGRASI PARA KAMPRET F. RAHARDI SINGGUNG JUGA WARTAWAN

Foto SIHALOHOLISTICK

Penyair kondang dengan sebutan “manusia singkong” lantaran puisi-puisinya tentang rakyat kecil, F. Rahardi, kembali meluncurkan kumpulan puisi terbarunya, Migrasi Para Kampret. Bersama penyair lainnya, di antaranya Jose Rizal Manua, Senin lalu (5/7), di TIM ia membacakan beberapa puisi terbarunya.

Rencana Rahardi akan membacakan di halaman terbuka belakang TIM, namun hujan lebat menjadi halangan. Lantas ia pun membacakannya di Teater Arena TIM. Pembacaan puisi-puisi barunya di depan publik, tanpa ada pemberitahuan khusus terlebih dahulu. Mereka yang menonton, hanya tahu dari mulut ke mulut bahwa ada pembacaan puisi Rahardi, tak lebih. “Saya takut pembacaan puisi saya lagi-lagi dilarang. Dipilihnya halaman terbuka juga lantaran tak ada dana,” kata Rahardi yang pernah dilarang tampil di TIM saat membacakan kumpulan puisi Soempah WTS (1984) dan Catatan Harian Koruptor (1986), setengah berbisik.

“Inilah gaya hidup para kampret, tidak berani berkunjung ke gedung-gedung megah, apalagi hotel-hotel berbintang. Kampret lebih akrab dengan gua-gua yang lembab dan gelap atau pohon-pohon rindang berdahan, tempatnya bergelantungan. Karena itu acara ini digelar di bawah pohon besar yang rindang dan berdahan banyak di TIM,” kata Rahardi yang suka kelakar saat ditemui sebelum acara pembacaan.

Pemberitahuan merupakan puisi pembuka pada buku puisi kecil sepanjang 18 cm setebal 162 halaman yang dibacakan Rahardi malam itu, isinya, Menghadapi buku ini / Anda tidak usah kelewat serius atau curiga / Sebab saya hanya ingin bercerita / Tentang kampret yang tergusur / Dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami / Hanya itu. Mendengarnya, mau tak mau penonton pun tertawa.

Lewat Migrasi Para Kampret, Rahardi bercerita tentang kampret-kampret yang tergusur lewat puisinya. Gaya yang dipakai tetap sederhana, kata-katanya merupakan bahasa akrab sehari-hari sehingga mudah dimengerti tak membikin dahi berkerut. Hal ini mencerminkan betapa berani ia berkreativitas.

Rahardi bertutur bukan lewat slogan-slogan manis atau petuah-petuah pintar yang sifatnya menggurui. Isu-isu sosial politik disampaikan dengan gaya bebas, kocak, sederhana, tanpa tedeng aling-aling. Simak puisi Penjelasan Menteri Penerangan tentang Kampret yang menceritakan kalau tak sedikit wartawan yang menulis yang bagus-bagusnya saja bukan berdasar fakta sebenarnya.

Dibacakan Susan, isinya begini : Wartawan koran pagi / wartawan koran sore / wartawan majalah / wartawan televisi / wartawan asing / wartawan kawakan / wartawan ingusan / wartawan idealis / wartawan pengemis / Semua menunggu dengan gairah yang sama / dengan semangat yang sama / dengan harapan yang sama / dengan nasib dan suratan tangan yang berbeda-beda.

Puisi Rahardi yang juga wartawan majalah mengenai lingkungan hidup ini, rata-rata panjang hingga berlembar-lembar halaman. Baca kelanjutan puisi Penjelasan Menteri Penerangan di atas tadi :

Secara panjang lebar / Tanya jawab juga dilakukan / Dalam suasana yang sangat terbuka / Ramah dan Bersahabat / Semua wartawan puas / Menteri Penerangan juga puas / Semua permasalahan telah terbahas / Dengan tuntas dengan sebuah pesan / yang juga sangat tegas / Bahwa semua penjelasan tadi / Sifatnya off the record.

Tidak semua puisi dibaca F. Rahardi, namun seluruh pembaca tampil begitu memikat. Tak ketinggalan “Raja Puisi Humor Indonesia” Jose Rizal Manua yang membacakan Tiga Rekaman dari Gedung DPR/MPR. Lagi-lagi penonton dibuat tergelak, atau mungkin bahkan ada yang tertawa kecut. Siapa tahu?

Lainnya judul puisi Migrasi Para Kampret dibawakan penyair muda Sitok Srengenge, Silsilah Kampret oleh Andra Lusa, Sepuluh Nasehat Kakek Kampret untuk Cucunya dibacakan Suhandi, kemudian aktris terbaik Festival Teater DKI tahun ini Erna membawakan puisi Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri. Hasan AO dengan puisi Kampret dan Setan, Budi Kontonk (Sang Dewi Malam), Guntoro Sulung (Percakapan di Gunung Rajabasa II), dan Dindon (Nostalgia ke Citeurep).

Di akhir acara, F. Rahardi, kelahiran Ambarawa 10 Juni 1950 itu membacakan puisi, Pemberitahuan, Laporan Perjalanan Kampret dari Propinsi Lampung, Seekor Kampret di Jalan Bebas Hambatan Jakarta – Tangerang, serta puisi penutup.

Dalam puisi Penutup F. Rahardi yang kondang juga dengan sebutan “Penyair Sarkatis dari Pegunungan” itu bertutur : “Kampret! Saya sebagai Penyair / Ingin menyampaikan terimakasih pada kalian / Buku ini tidak bakalan ada / Selain ingin berterimakasih / Sebenarnya saya juga sedih, pret / Tahu kalian kenapa saya sedih / oh ya / Lupa aku pret / Pokoknya terimakasih / Dan maaf ya / Kalau ada yang nggak enak di benak kalian / Sip deh, da.” (Rat)
Sumber : Neraca, 12 Juli 1993.

Komentar

Foto Berita Sastra Nusantara

F. Rahardi, penyair hebat

menarik sekali! ditunggu kunjungannya di tulisan-tulisan saya.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler