Skip to Content

Parade Teater Naskah Wisran Hadi 12-16 November

Foto Hikmat
files/user/4/parade-teater-naskah-wisran.jpg
Parade Teater Naskah Wisran Hadi

Memperingati 35 Tahun Bumi dan In Memoriam Wisran Hadi (berbentuk parade teater) terus berlanjut. Untuk 35 Tahun Bumi ditutup dengan pementasan Orang-orang Bawah Tanah (OBT) kemarin malam. Sedangkan untuk parade teater, Matrilini akan jadi pembuka malam ini (12/11/11) di Teater Utama Taman Budaya Sumbar.


OBT berkisah tentang tujuh orang yang melarikan diri akibat dikejar-kejar ke Kototingga. Mereka menyamar jadi pemandu turis-turis yang datang melihat kuburan Bundo Kanduang. Padahal, di bawah kuburan itu tersimpan dokumen-dokumen penting partai terlarang.


Yusril sebagai sutradara pementasan membawa 36 personel untuk mementaskannya. Dosen ISI Padangpanjang yang terkenal dengan eksperimentasi tubuh ini keluar dari konvensi yang dianutnya. “Kali ini saya taat naskah,” katanya saat ditemui di ruang bulek Chairil Anwar Taman Budaya kemarin.


Selain menghormati naskah, Yusril ingin kembali bernostalgia.
Sebab, OBT termasuk naskah yang sering dibawakannya.  Saat kuliah di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Unand, Yusril dua kali mementaskannya.


Yusril memilih bekas gedung teater tertutup sebagai lokasi pementasan. OBT memang naskah yang fleksibel. Bisa dimainkan di dalam dan luar gedung. Di bekas reruntuhan itu, Yusril menset panggung dengan bentuk arena. Artinya, penonton melingkari pertunjukan. Ini tentu ciri khas randai.


Pemain juga fleksibel. Karena dekat dengan penonton, saat tidak berperan aktor berbaur dengan penonton. Ada yang minum atau merokok. “Teman-teman (pemain, red) akan berhasil memainkannya. Mereka enjoy,” katanya sebelum pertunjukan.


Sebelum OBT, dari pagi digelar seminar pendidikan karakter. Temanya cukup menarik; Sanggar Teater, Satu Metode Pendidikan Karakter. Pembicaranya Burhasman Boer dari Dinas Pariwisata Sumbar, Riri Amalas Yulita (Aktor Bumi) dan Dhanny Moer (alumnus IKJ).


Di sesi pagi, dua nama pertama menjadi pembicara. Riri melihat kepemimpinan (leadership) Wisran Hadi saat proses pertunjukan teater. Pak Wis (begitu Riri memanggil) mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap diri pemain. “Uniknya, cara itu dilakukan tanpa disadari Anak Bumi (aktor, red),” ujarnya.


Meski menjadi role model, Pak Wis tidak menjadikan kepemimpinannya dalam bentuk turunan. Dia menjalankan atau mengatur setiap anak Bumi mau memberi koreksi kepada temannya dengan “tubo dosis tinggi”. Tubo inilah, perlahan membentuk sikap hidup dari anak Bumi yang kemudian menjadikan mereka “sesuatu” di kemudian hari.


Pembentukan karakter di Bumi, dilakukan dengan bahasa yang sederhana sampai yang rumit. Pemain pun dengan senang hati “menelannya”. Namun, Pak Wis juga sadar, pembentukan karakter tidak akan selasai sehari dua. Pak Wis ikut dan menikmati proses itu sampai karakter itu mengkristal dengan sendirinya.


Ada empat karakter kuat yang selalu ditanamkan Pak Wis, tulis Riri. Pertama, kecerdasan. Lalu kejujuran, ketangguhan dan terakhir, kepedulian.
Diskusi yang dimoderatori Zirmayanto (Anak Bumi), belangsung menarik. Guru-guru yang hadir mulai mempertanyakan praksis dari sanggar teater. “Tanya ke kepala Taman Budaya,” ujar Burhasman.


Di sesi kedua, hal teknis ini yang dibahas. Dhanny dengan lancar menjelaskan proses teater yang ada. Anak Solok itu menceritakan bagaimana proses sebuah teater. Dalam sesi ini, Dhanny langsung mempraktikkan beberapa bagian dasar teater. Peserta diajak untuk berinteraksi. Seperti latihan vokal. Peserta pun diajak melafazkan aiueo dengan beragam gaya, bahkan sampai bernyanyi.


Tampil Habis-habisan
Sementara itu, Teater Sakata yang tampil di  malam pertama berjanji akan tampil habis-habisan. Sabtu pagi mereka sudah sampai di Taman Budaya untuk penyesuaian pentas. Teater Utama akan menjadi panggung parade teater sampai 16 November mendatang, Enrico Alamo sebagai manajer panggung mengaku membawa 25 personel untuk pementasan kali ini.


Naskah Matrilini, seperti kebanyakan drama Pak Wis, bercerita tentang benturan adat. Apakah yang mesti diikuti lebih dulu, agama atau adat? Kehidupan Minangkabau yang berada di antara adat dan agama, tentu tidak selamanya selaras.


Percikan benturan ini yang digarap oleh Pak Wis . Dialog-dialognya menggelitik dan merangsang pikiran. Apabila dibawakan dengan pas, maka syaraf tawa akan terpantik.


Nama Sakata yang mulai bergaung di pentas Indonesia merasa tertantang dengan naskah Matrilini yang mereka bawakan. Sewaktu pertemuan grup Oktober lalu, Riko mengaku dua kali menukar naskah untuk pementasan ini. Meski akhirnya bentrok dengan Teater Kamus, yang juga membawakan naskah yang sama, Riko yakin pertunjukannya akan beda. Pertunjukan ini akan dilaksanakan pada pukul 20.00, malam ini. (***)


Sumber: padangekspres.co.id, Sabtu, 12/11/2011 15:12 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler