Skip to Content

Penetapan Hari Sastra, Mengapa Bukan Tanggal Lahir Ronggowarsito?

Foto indra
files/user/762/wowok-hesti-prabowo.jpg
Wowok Hesti Prabowo selaku Pimpinan Redaksi Djornal Sastra Boemiputra di Teater Arena TBJT, Jumat (22/3) menolak ditetapkannya Hari Sastra Indonesia berdasarkan tanggal lahir Abdul Moeis,

Pendeklarasian Hari Sastra Indonesia digelar Kelompok Djoernal Sastra Boemiputra, di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kentingan, Jebres, Solo, Jumat (22/3). Deklarasi yang dibawakan oleh Wowok Hesti Prabowo selaku Pimpinan Redaksi Djornal Sastra Boemiputra itu sebagai wujud penolakan ditetapkannya Hari Sastra berdasarkan tanggal lahir Abdul Moeis, salah saorang sastrawan, politikus sekaligus wartawan Indonesia.

Ditemui usai acara, Wowok menilai penetapan Hari Sastra Indonesia berdasarkan tanggal lahir Abdul Moeis tersebut tidak sesuai dengan pendapat seluruh sastrawan di Indonesia. Penetapan tersebut terkesan dipaksakan dan berasal hanya dari segelintir orang yang menginginkannya.

“Kami mensinyalir, penetapan Hari Sastra Indonesia berdasarkan hari kelahiran Abdul Moeis tersebut hanya untuk kepentingan golongan semata. Tidak berdasarkan kesepakatan bulat dari para sastrawan Indonesia,” paparnya.

Lebih lanjut Wowok mengatakan, masih banyak sastrawan Indonesia yang memiliki kemampuan dan prestasi lebih ketimbang Abdul Moeis. Sehingga apabila seorang Abdul Moeis tanggal hari kelahirannya dijadikan sebagai peringatan Hari Sastra Indonesia, maka akan mencederai sastrawan yang lebih kondang dan berprestasi ketimbang dirinya.

“Seharusnya dalam penetapan Hari Sastra Indonesia ini seluruh sastrawan duduk dalam satu forum dan membahasnya. Indonesia merupakan gudang sastrawan. Sebut saja seperti Ranggawarsita dari Solo. Tanggal lahirnya (Ranggawarsita) juga seharusnya masuk dalam nama pengkajian penetapan Hari Sastra Indonesia. Tapi kenapa ini hanya memunculkan nama Abdul Moeis semata,” jelasnya.

Wowok berpendapat, tanggal kelahiran sastrawan Pramoedya Anantatoer dinilai lebih pantas untuk dijadikan sebagai peringatan Hari Sastra Indonesia. Sebab, karya-karya Pramoedya telah diakui di banyak negara. Selain itu, dalam karyanya tersebut juga banyak keberpihakan terhadap masyarakat kecil ketimbang golongan imperialis, kolonialis dan borjuis.

“Jika ditimbang dan dikaji lebih jauh, para sastrawan Indonesia pasti lebih memilih karya-karya Pram (sebutan Pramoedya Anantatoer) dibanding Abdul Moeis. Sehingga kami ingin membuka pikiran terhadap semua kalangan dan kelompok sastrawan untuk tidak setuju dengan penetapan Hari Sastra Indonesia yang akan digelar tiap 3 Juli tersebut,” tegasnya.

Rencananya pelaksanaan maklumat penetapan Hari Sastra Indonesia sesuai dengan tanggal lahir Abdul Moeis tersebut akan digelar pada hari Minggu (24/3), di SMA 2 Bukittinggi, Sumatera Barat.


timlo.net, Sabtu, 23 Maret 2013 11:19 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler