Skip to Content

Ratusan Bahasa Daerah Terancam Punah

Foto Hikmat

Ratusan bahasa daerah di nusantara terancam punah karena sudah semakin jarang digunakan. Perlu ada upaya penyelamatan jika kekayaan budaya bangsa itu ingin dipertahankan.

Hal itu dikemukakan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Pudentia MPSS di sela-sela lokakarya internasional "Celebrating Diversity" yang digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (8/9/2011).

"Banyak bahasa daerah yang terancam punah jika tidak segera dilakukan upaya penyelamatan dengan berbagai cara, salah satunya pendokumentasian," katanya.

Ia mengatakan, Indonesia memiliki lebih kurang 700 bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun, dari jumlah itu, hanya sembilan yang memiliki sistem aksara, yakni Aceh, Batak, Lampung, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Sunda, dan Sasak.

"Sisanya hanya diturunkan melalui tradisi lisan. Inilah yang perlu dikaji lebih jauh dan didokumentasikan agar tidak hilang," katanya.

Saat ini, Asosiasi Tradisi Lisan sedang melakukan program kajian langka untuk mencetak ahli-ahli dalam rangka penelitian dan penyelamatan bahasa-bahasa daerah itu. Mereka terdiri dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya antropologi, linguis, sastra, dan arkeologi.

"Kami targetkan dalam waktu lima tahun kita sudah bisa mencetak lebih dari 200 ahli," kata Pudentia. 

 

Bahasa Tolitoli Nyaris Punah

Seorang tokoh adat Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah mengatakan, Bahasa Tolitoli termasuk satu dari sekitar 500 bahasa daerah di dunia yang hampir punah.

Ketua Dewan Adat Tolitoli, Ibrahim Saudah di Tolitoli, Rabu, mengungkapkan, kurangnya pelestarian Bahasa Tolitoli khususnya di kalangan generasi muda menjadi penyebab kemunduran bahasa daerah itu.

Hasil penelitian seorang pakar bahasa menunjukkan,  Bahasa Tolitoli nyaris punah akibat kurangnya perhatian para orang tua untuk tetap menyosialisasikan bahasa ini kepada generasi muda, kata Ibrahim.

Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dalam percakapan sehari-hari masyarakat di daerah ini khususnya genererasi muda yang enggan menggunakan Bahasa Tolitoli dengan alasan gengsi.

Faktor lain, kata Ibrahim, nyaris punahnya Bahasa Tolitoli disebabkan perkawinan antarsuku sehingga bahasa ini tidak lagi dipakai.

Masyarakat Tolitoli yang kawin dengan suku lain cenderung memakai bahasa pasangannya, katanya. "Misalnya anak dari Suku Tolitoli kawin dengan Suku Bugis maka anak dari Tolitoli cenderung menggunakan Bahasa Bugis ketimbang bahasa sendiri," kata Ibrahim mencontohkan.

Karena itu, ia mengkhawatirkan beberapa tahun ke depan Bahasa Tolitoli akan mengalami kepunahan dan hanya menjadi catatan sejarah masyarakat setempat.

Ibrahim mengatakan, beberapa langkah yang akan diambil Majelis Adat Suku Tolitoli untuk mengantisipasi kepunahan bahasa daerahnya adalah terus memberikan pemahaman kepada masyarakat di wilayah itu tentang pentingnya melestarikan bahasa Tolitoli.

Selain itu, suku kata Bahasa Tolitoli akan dibukukan menjadi sebuah kamus yang akan dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Majelis Adat Suku Tolitoli juga akan bekerja sama dengan pemerintah setempat melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk memasukkan Bahasa Tolitoli ke dalam kurikulum pembelajaran siswa baik tingkat Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

Ibrahim juga mendorong dimasukkannya bahasa daerah dalam kurikulum pembelajaran.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Tolitoli dapat membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang bahasa daerah. "Seperti di daerah-daerah lain juga begitu sehingga kekhawatiran bahasa daerah kita punah tidak akan terjadi sebab sudah terantisipasi dengan dimasukkannya bahasa daerah sebagai kurikulum pembelajaran," katanya.

 

10 Bahasa Daerah Punah

Sedikitnya 10 bahasa daerah di Papua dan Maluku Utara ditengarai punah dan 32 lainnya terancam punah. Pembinaan serta pengembangan bahasa oleh pemerintah daerah dan penutur asli mendesak dilakukan untuk menyelamatkan bahasa daerah.

Peneliti senior Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Dendy Sugono, di Jakarta, Senin (25/7), mengatakan, bahasa daerah punah karena jumlah penuturnya berkurang hingga kurang dari 100 orang (terancam punah) atau habis (punah). Selain bahasa daerah dengan jumlah penutur kurang dari 1.000 orang, keluhan berkurangnya penutur asli diungkapkan oleh para pemerhati bahasa daerah dengan jumlah penutur besar, seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan Bali.

”Ada kecenderungan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu (bahasa yang pertama kali dipelajari), antara lain karena perkawinan antaretnis dan lingkungan sosial yang heterogen atau multietnis,” ujarnya.

Hasil penelitian mantan Kepala Balai Bahasa Jayapura Frans Rumbrawer tahun 1999, sembilan bahasa di Papua sudah punah, yakni bahasa Bapu, Darbe, dan Wares (Kabupaten Sarmi); Taworta dan Waritai (Jayapura); Murkim dan Walak (Jayawijaya); Meoswar (Manokwari); serta Loegenyem (Raja Ampat). Satu lagi yang ditengarai punah adalah bahasa Ibu (Maluku Utara).

Sementara 32 bahasa daerah terancam punah karena jumlah penuturnya tinggal 2-100 orang. Bahasa-bahasa itu antara lain bahasa Bonerif, Foya (Foja), Itik, Liki, Mander, Maremgi, Massep (Potafa), Pawi, dan Yoki (Kabupaten Sarmi); Usku, Narau, Kapori, Tafanma, Dabra, dan Kwerisa (Jayapura); Kofei, Sauri, Awera,Burate, Tafaro, Woria, dan Saponi (Waropeng); serta Pyu, Kosare, dan Kembra (Jayawijaya).

Pembinaan

Barbara F Grimes dalam Ethnologue: Languages of the World, tahun 1988, menyebutkan, ada 672 bahasa daerah di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa tersebut tersebar di Papua (249), Maluku (134), Sulawesi (105), Kalimantan (77), Nusa Tenggara (54), Sumatera (38), serta Jawa dan Bali (15).

Akan tetapi, penelitian pakar linguistik historis komparatif dan dialektologi bersama Pusat Bahasa, sejak 1991 hingga 2008, baru memetakan 442 bahasa daerah di Indonesia.

Dendy menambahkan, kunci mempertahankan bahasa berada di tangan penuturnya dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, penting mengajarkan bahasa daerah kepada anak sebagai bahasa ibu sebelum bahasa nasional dan bahasa asing.


Sumber: oase.kompas.com, Kamis, 8 September 2011 13:07 WIB; Kamis, 25 Agustus 2011 02:45 WIB; Selasa, 26 Juli 2011 03:53 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler