Skip to Content

Sastrawan Sumbar Respons Positif Hari Sastra

Foto indra

Ditetap­kannya 3 Juli sebagai Hari Sastra Indonesia oleh Wa­mendikbud RI di SMAN 2 Bukittinggi, kemarin, men­dapat beragam komentar dan penilaian dari sejumlah sastra­wan dan pengamat sastra di Sumbar.

Penyair Iyut Fitra misal­nya. Menurut dia, penetapan hari sastra tentu baik, tapi lebih baik lagi bagaimana memikirkan perkembangan sastra ke depan.

“Mudah-mudahan dengan ditetapkannya hari sastra ini, sastra mampu menjadi elemen penting dalam kehidupan. Tidak sekadar ada, tapi benar-benar bermakna,” sebutnya kepada Padang Ekspres, Se­nin (25/3).

Bagaimana membuat sas­tra menjadi elemen penting dalam kehidupan? Bagi pe­nyair yang menetap di Paya­kumbuh itu, salah satu caranya adalah memperbanyak porsi sastra dalam kurikulum pen­didikan. Dengan demikian, sastra akan menjadi dekat dan mudah dikenal masyarakat.

Sementara itu, sastrawan asal Payakumbuh, Gus Tf Sa­kai berpendapat, Indonesia sudah punya begitu banyak hari peringatan, tetapi yang lebih penting adalah tindakan.

“Semua hari-hari peringa­tan itu tak ada nilainya bila tak kita lihat sebagai ironi. Sampai kapan kita akan mengabaikan sastra, tempat nilai-nilai bisa dikembalikan ke kehidupan manusia,” tuturnya.

Untuk membuat hari-hari peringatan itu bernilai, Gus Tf Sakai mengatakan, jangan abai pada apa pun, termasuk sastra.

Dari kalangan muda, sas­trawan muda Deddy Arsya mengatakan, dengan adanya hari sastra, maka akan sema­kin mengukuhkan bahwa sas­tra sesungguhnya memang terasing dari kehidupan. “Ka­lau sastra tak terasing dari kehidupan sehari-hari kita, tentu saja tidak diperlukan adanya hari-hari sastra se­gala,” ucapnya.

Sastrawan muda ini meres­pons positif hari sastra terse­but.  “Gunanya setiap pene­tapan hari besar tentu supaya menjadi momentum, peng­ingat bagi lupa. Dengan demi­kian, saya berharap, ke depan­nya sastra bisa menjadi milik masyarakat secara lebih luas. Tidak hanya orang-orang ter­tentu saja,” katanya.

Penilaian positif lainnya juga disampaikan pengamat sastra dari Universitas Negeri Padang (UNP), Hasanudin WS. Menurutnya, deklarasi hari sastra sekaligus penga­kuan pentingnya keberadaan sastra bagi masyarakat. Hari sastra ini baru akan bergema dan bernilai jika masyarakat yakin dan menjadikan karya sastra sebagai salah satu alter­natif menyelesaikan persoalan kehidupannya, baik yang personal, masyarakat, atau bang­sa. “Tugas para pegiat sastra  mewujudkan hal itu. Terutama sastrawan dengan meng­hasil­kan karya sastra  berkualitas dan mencerdaskan,” tuturnya.

Pengamat sastra dari Unand, Sudarmoko berpen­dapat, memilih tanggal lahir seorang sastrawan Indonesia, seperti Abdoel Moeis, sebagai rujukan Hari Sastra Indonesia patut dihargai. Tetapi, katanya, alasan ini haruslah tetap dipe­lajari dengan cermat.

“Bagi saya, penting untuk terlebih dahulu meneliti dan memahami sosok Abdoel Moeis, membandingkannya dengan tokoh-tokoh sastra lain, membahas karya-ka­rya­nya, untuk kemudian memi­lihnya, atau tidak memilihnya, menjadikan tanggal Hari Sas­tra Indonesia,” tukasnya.


padangekspres.co.id, Selasa, 26 Maret 2013 13:15 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler