Skip to Content

Taufiq Ismail Luncurkan Kumpulan Puisinya dalam Bahasa Korea

Foto indra
files/user/762/taufiq-ismail-buku-meonji-wiui-meonji.jpg
Buku Meonji Wiui Meonji (Foto: dok: Aji Surya)

Luar biasa. Sastrawan senja Angkatan 66 meluncurkan kumpulan karyanya yang diterjemahkan dalam bahasa Korea berjudul “Meonji Wiui Meonji” atau “Debu di atas Debu”. Puisinya telah menginspirasi anak-anak muda Korea Selatan.

Taufiq Ismail yang telah melewati umur 82 tahun membacakan pusinya di depan ratusan mahasiswa Jurusan Indonesia, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), pinggiran kota Seoul (23/10/17). Suaranya yang keras memberi tanda bahwa ia masih memikiki semangat tinggi.

Adalah seorang doktor bernama Lee Yeon dari Hankuk University of Foreign Studies yang merampungkan penerjemahan ke dalam bahasa Korea dalam kurun waktu satu tahun. Leon adalah pengajar bahasa Indonesia dan telah menerjemahkan dua karya sastra Indonesia. Program S3 nya diselesaikan di UI dengan judul “Kepriyayian dan Persepektif Wanita dalam Karya NH Dini”.

Meonji Wiui Meonji merupakan penerjemahan puisi-puisi Taufiq Ismail kedalam bahasa asing yang kesekian. Sebelumnya diterjemahkan dalam bahasa Arab, Inggris, Rusia, China, Bosnia, Perancis, Jerman dan Belanda. Saat usia ke 80, sebagian karyanya sudah diterjemahkan dalam 80 bahasa daerah di Indonesia.

Bagi Taufiq Ismail, peluncuran di Seoul ini memiliki makna tersendiri. Inilah buku yang diharapkan dapat menjadi jembatan pemahaman anak-anak bangsa di kedua negara. “Saya senang tentunya. Semoga memberikan kontribusi bagi hubungan kedua bangsa yang lahir hampir bersamaan,” katanya.

Malam itu, Taufiq menceritakan bagaimana pedihnya peperangan antara anak bangsa di semenanjung Korea yang berakhir perpecahan. Dua juta orang mati tanpa makna alias sia-sia.

Pada tahun 1970, Taufiq bersama beberapa sastrawan berkunjung ke Panmunjom, wilayah perbatasan kedua negara, dan merasakan betapa pedihnya sisa perang. Ia kemudian membuat puisi terpanjangnya yang berjudul “Panmunjom”. Malam itu, ia membacanya dengan cucuran air mata.

“Puisi Panmunjom merupakan puisi terpanjang saya. Waktu itu saya merasakan betapa peperangan telah menghadirkan keperihan dan kesengsaraan. Dan hebatnya, Korsel sekarang sudah bangkit dan menjadi bangsa yang penuh martabat,. Saya akan bikin puisi lagi,” lanutnya.

Saat membacakan puisi “Panmunjom”, para hadirin dan mahasiswa jurusan bahasa indonesia HUFS hanya bisa menundukkan Kepala di tengah keheningan kelas yang mewah. Mereka seolah terbawa ke sebuah masa dimana sebagian besar tidak mengetahuinya.

Dubes RI untuk Korsel, Umar Hadi yang hadir dalam peluncuran buku, menyatakan dirinya sangat komit pada peningkatan kerjasama bidang sosial budaya Indonesia-Korsel. Dalam waktu dekat diharapkan akan berdiri “Indonesian Centre” di beberapa Universitas.

“Saya berterima kasih kepada Bapak Dubes atas kesediaannya terlibat dalam urusan pendidikan dan budaya. Apalagi akan mengajar di universitas,” kata Prof. Koh, seorang pengajar senior Bahasa dan Sastra Indonesia di HUFS.


kumparan.com, Selasa 24 Oktober 2017 12:29 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler