Skip to Content

Taufiq Ismail Menangkis Tuduhan Plagiat

Foto Hikmat

Taufiq Ismail mengancam memperkarakan orang yang menuduhnya telah memplagiat

Beberapa hari belakangan ini, ramai perbincangan di media sosial Twitter dan Facebook mengenai dugaan plagiat yang dilakukan penyair Taufiq Ismail atas sebuah puisi yang dikarang Douglas Malloch. Puisi 'Kerendahan Hati' yang disebut-sebut karya Taufiq Ismail dituduh menjiplak puisi “Be the Best of What You Are” karya Douglas Malloch.

Benarkah tuduhan itu? Taufiq Ismail yang dilahirkan 76 tahun lalu di Bukittinggi itu membantah melalui surat terbuka yang ditulis pada 1 April 2011 dan diterima VIVAnews.com pada hari ini, Sabtu, 2 April 2011.

Berikut isi surat Taufiq Ismail:

Jawaban Taufiq Ismail terhadap Percakapan di Facebook antara Bramantyo Prijosusilo dengan Pelukis Hardi dan Fadli Zon, dan lain-lain
31 Maret 2011

Inilah respons saya terhadap percakapan di atas, yang  saya baca dari fail internet.

Puisi “Kerendahan Hati” disebutkan sebagai karya Taufiq Ismail, dituduhkan sebagai plagiat dari puisi “Be the Best of What You Are” karya Douglas Malloch.

Dalam tuduhan itu puisi “PK” tidak disebutkan dipublikasikan di mana dan kapan.

Karya  puisi saya selama 55 tahun (1953-2008) telah diterbitkan lengkap (Ketua Panitia Fadli Zon), dengan judul Mengakar ke Bumi, Menggapai ke Langit. Jilid 1. Karya prosa lengkap dimuat dalam MKB-MBK Jilid 2 dan 3.

Kumpulan MKB-MBK Jilid 1 itu, tebal 1.076 halaman, memuat  522 puisi. Untuk informasi Bramantyo, puisi berjudul “Kerendahan Hati” itu, yang dituduhkan sebagai karya plagiat, tidak ada di sana. Itu bukan puisi karya saya.

Sekarang mengenai puisi “BBWYA” karya D. Malloch yang dituduhkan sebagai sumber plagiat.

Pada tahun 1992 saya selesai menerjemahkan puisi Amerika Serikat, di Universitas Iowa, yang kumpulannya saya beri judul Rerumputan Dedaunan, meliputi kurun masa 1850an-1980-an. Antologi ini belum terbit. Kumpulan itu tebalnya 693 halaman, memuat karya 160 penyair. Nama David Malloch tidak terdapat di dalamnya.

Dia bisa saja penyair bagus, tapi dari begitu banyak penyair Amerika 1850-an-1980an, Malloch tidak termasuk ke dalam 160 penyair yang saya pilih. Kalau dia lulus seleksi saya, karyanya tentu saya masukkan dalam antologi terjemahan RD itu.

Pertanyaan berikutnya sekarang: kenapa dituduhkan itu sebagai sumber plagiat?

Dalam 12 tahun terakhir ini, frekuensi kegiatan saya yang mempertemukan saya dengan sastrawan muda, guru, mahasiswa dan siswa tinggi sekali, melalui program pelatihan MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra), SBSB (Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya), sanggar-sanggar sastra, komunitas ini-itu, dan seterusnya. Dalam interaksi itu banyak karya sastra didiskusikan, termasuk terjemahan puisi.

Mungkin sekali dalam salah satu kontak itu  karya David Malloch dibicarakan, diterjemahkan peserta dan saya diminta memberi komentar. Itu yang paling mungkin. Dan jelas saya tidak membubuhkan nama saya untuk terjemahan itu, dan tidak mempublikasikannya. Arsipnya saja saya tidak menyimpannya. Kalau Malloch favorit saya, dia mestilah saya masukkan dalam antologi RD. Ini tidak.

Dalam hal ini tidak jelas siapa yang mencantum-cantumkan nama saya pada terjemahan puisi Malloch itu. Saya jadi teringat pada kasus lagu Tuhan, yang lirik dan lagunya digubah Sam Hardjakusumah, dinyanyikan Bimbo. Karena saya menulis sekitar 70 lebih lirik Bimbo, lirik lagu Tuhan  itu sering sekali dikira dari saya.

KCI malah pernah salah kirim honorarium lirik lagu itu kepada saya. Saya berulang kali menjelas-jelaskan ini kepada publik. Beda kasus saya dikelirukan dengan Sam Bimbo, adalah bahwa saya sampai mendapat honor yang mestinya dikirimkan kepada Sam, tapi  dalam kasus saya dikelirukan dengan Malloch, saya dicaci-maki oleh Facebookers yang salah tuduh.
 
Saya tidak terima dinista sedemikian. Saya akan membawa ini ke ranah hukum, dengan mengadukan Bramantyo Prijosusilo ke Kepolisian RI, agar dia diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pencemaran nama baik.

Saya meminta bantuan pengacara sastrawan Suparwan Parikesit, SH dan aktivis kampus Abrori, SH dengan saksi pelukis Hardi dan budayawan Fadli Zon.

Taufiq Ismail, Rumah Puisi, 1 April, 2011


Sumber: VIVAnews.com, Sabtu, 2 April 2011, 13:57 WIB

Puisi "Kerendahan Hati" & “Be the Best of What You Are” karya Douglas Malloch dapat dilihat di sini:
"kerendahan hati" puisi oleh Taufik Ismail

Komentar

Foto Hikmat

Taufiq Ismail Pakai 'K' dan Tuduhan Plagiarisme Puisi

Nama penyair angkatan 66 yang terkenal dengan kumpulan puisi 'Tirani dan Benteng' Taufiq Ismail mendadak ramai diperbincangkan di situs-situs jejaring sosial di internet. Berawal dari isu yang menyebutkan bahwa Taufiq mengancam akan menyerbu dan membubarkan diskusi buku tentang seniman Lekra di PDS HB Jassin, TIM. Namun, belakangan, perbincangan merembet ke isu plagiarisme.

Sebuah puisi berjudul 'Kerendahan Hati' yang disebut-sebut sebagai karya Taufiq Ismail dituduh sebagai karya jiplakan! Puisi itu dituduh sangat mirip dengan puisi berjudul 'Be the Best of Whatever You Are' karya penyair Amerika Serikat kelahiran tahun 1877 Douglas Malloch. Segera, isu plagiarisme itu menyebar, baik di Twitter maupun Facebook sejak Kamis (31/3/2011).

Sedangkan, isu bahwa Taufiq akan membawa massa menyerbu PDS HB Jassin itu berhembus sejak beberapa hari sebelum diskusi buku itu berlangsung, pada Jumat (25/3/2011). Diskusi buku itu untuk memperingati 100 hari meninggalnya penyair Asep Sambodja. Buku itu berjudul 'Asep Sambodja Menulis: Tentang Sastra Indonesia dan Pengarang-pengarang Lekra'. Taufiq yang memang dikenal getol menentang ideologi komunisme kabarnya keberatan jika PDS HB Jassin dipakai untuk acara yang membahas "pengarang-pengarang Lekra".

Di Twitter, banyak orang menyayangkan "ancaman" Taufiq itu. Namun, ketika acara diskusi itu digelar, ternyata Taufiq tidak muncul. Perbincangan tentang Taufiq pun menghilang dari media sosial, hingga akhirnya muncul lagi dengan isu yang berbeda, yakni plagiarisme. Kali ini, tidak hanya di Twitter, kehebohan pun terjadi juga di Facebook. Salah satu yang paling ramai terjadi di akun Facebook Bramantyo Prijosusilo.

Diskusi yang terjadi di akun itu melibatkan sejumlah pelaku sastra, seperti novelis Soe Tjen Marching. Bahkan, diskusi berhasil 'mengundang' Fadli Zon, keponakan sekaligus editor buku kumpulan puisi Taufiq Ismail. Bramantyo sendiri juga seorang pegiat sastra dan pernah aktif di Bengkel Teater Rendra. Menurut Fadli Zon, tidak ada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul 'Kerendahan Hati'.

Fadli adalah Ketua Panitia 55 Tahun Taufiq Ismail berkarya pada 2008, dan mengeditori 4 jilid buku kumpulan karya Taufiq Ismail 'Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit'. "Buku pertama adalah buku puisi setebal 1076 halaman, berisi kumpulan puisi Taufiq Ismail dari tahun 1953-2008. Setelah saya periksa tak ada puisi 'Kerendahan Hati'," klarifikasinya.

Lebih jauh Fadli mengatakan, Taufiq Ismail memang menerjemahkan juga puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam 'Rerumputan Dedaunan' yang belum diterbitkan. Paling banyak puisi Walt Whitman. "Tapi puisi Malloch tak pernah diklaim puisi Taufiq IsmailI. Jika ada referensi mohon bisa ditunjukkan di buku mana Taufiq Ismail mengaku puisi itu adalah miliknya," pinta Fadli.

Fadli juga mengaku sudah menelepon langsung Taufiq Ismail untuk menanyakan hal itu. "Jawabannya, ia tak pernah mengklaim puisi 'Kerendahan Hati'. Ia juga sedang cari di file, sementara belum ada. Di kumpulan karya terjemahan 'Rerumputan Dedaunan' juga tak ada. Jadi Taufiq Ismail belum tahu puisinya yang mana. Ia mengatakan rasanya pernah membahas puisi itu atau menerjemahkan puisi itu dalam kegiatan Siswa Bertanya Sastrawan Menjawab di sekolah-sekolah," paparnya.

Kemudian Fadli menambahkan, "Kalau itu puisi terbaiknya, tentu ada di buku yang saya terbitkan. Di internet, tak ada data yang jelas. Bahkan penulisan namanya pun salah, Taufik bukan Taufiq. Mungkin ada info atau sumber yang lebih tajam, yang menyatakan bahwa Taufiq Ismail memang menulis puisi itu? Kalau tidak ada, polemik ini menjadi pepesan kosong."

Memang, jika dilacak di mesin pencari tentang puisi berjudul 'Kerendahan Hati' itu, yang muncul adalah puisi dengan nama pengarang Taufik Ismail --pakai 'k', dan bukannya 'q'. Apakah si pengunggah puisi itu salah ketik? Atau, memang ada Taufiq Ismail yang lain, yang berbeda dalam ejaan nama?

Belakangan, setelah Fadli Zon menelepon, Taufiq Ismail sendiri datang ke perpustakaan Fadli. "Tadi Pak Taufiq Ismail datang ke perpustakaan saya, dan mengkonfirmasi langsung bahwa puisi itu bukan karya Taufiq Ismail. Jadi sudah cukup jelas."

Atas konfirmasi yang disampaikan Fadli Zon itu, Bramantyo sebagai 'tuan rumah' diskusi pun kemudian membuat pernyataan:

"Taufiq Ismail bilang kepada Fadli Zon bahwa puisi 'Kerendahan Hati' terjemahan karya Douglas Malloch bukan kerjaan dia. Saya minta maaf telah menjerumuskan Soe Tjen Marching, dan kawan-kawan soal ini. Taufiq Ismail, dalam hal ini, bukan plagiator."

(mmu/mmu)/detikHot.com, Jumat, 01/04/2011 15:46 WIB

Foto ARZapata

sangat rinci...terimakasih

sangat rinci...terimakasih bang penjelasannya, mudah2an nama beliau bersih kembali....

Foto Hikmat

amin...

amin...

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler