Skip to Content

UNESCO Akui I La Galigo Warisan Dunia

Foto Hikmat
files/user/4/i-la-galigo-1.jpg
Naskah I La Galigo (tempointeraktif.com)

UNESCO Akui I La Galigo Warisan Dunia

(indonesia.go.id, 24 Februari 2011)

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan karya sastra asli Bugis I La Galigo sebagai salah satu memory of the world (MOW) atau warisan budaya dunia.

Budayawan Mukhlis Paeni mengatakan, penghargaan MOW dari Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya dunia tersebut, rencananya diumumkan dan diserahkan pada Mei mendatang di markas besar UNESCO di Paris, Perancis. Selain I Lagaligo, kata Mukhlis, karya sastra nusantara lainnya yang juga dipastikan akan mendapat penghargaan adalah Babad Diponegoro dari Jawa dan Mak Yong dari Provinsi Kepulauan Riau. Ketiga karya sastra tersebut telah diregister oleh UNESCO. “Saya tidak hafal nomor registernya. Yang jelas, ketiganya dipastikan akan mendapatkan MOW.

Penghargaan yang sama juga telah diberikan untuk batik, keris, dan baru-baru ini angklung. Kami sangat mengapresiasi usaha para budayawan Sulsel yang selama ini berjuang untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan itu,” kata Mukhlis yang juga Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia ini. Dengan penghargaan MOW, lanjut Mukhlis, dunia telah mengakui adanya peradaban besar yang lahir dari Sulawesi Selatan. (m syahlan)

 

Opera I La Galigo Pentas di Kampung Sendiri

(mediaindonesia.com, 25 Februari 2011)

Setelah sukses di beberapa negara Eropa, Amerika dan Asia, kini pertunjukan Epik I La Galigo kembali pentas di wilayah kelahirannya, yang digelar di Benteng Rotterdam Makassar, Sulawesi Selatan.

Penggagas Pementasan Epik I La Galigo, Tanri Abeng didampingi penerjemah naskah Surek Galigo, Muhammad Salim dan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin di Makassar, Kamis (24/2), mengaku bangga karena sejarah epik Bugis Makassar yang sudah menjadi warisan dunia itu akan dipentaskan di kampung halaman sendiri.

"Di beberapa negara Eropa, Amerika dan Asia dia mengaku sangat bangga bisa melihat pementasan opera Surek I Ga Laigo yang sudah menjadi warisan dunia. Meskipun karya sastra itu berasal dari Bugis Makassar," ujarnya.

Ia mengungkapkan, pementasan I La Galigo sudah mengukir kesuksesan di Singapura, Amsterdam Belanda, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Melbourne, Milan dan Taipei sejak 2003 hingga 2008.

Meskipun mendapat kesuksesan besar di belahan dunia lainnya, namun hikayat kepahlawanan tokoh Sulawesi Selatan itu sudah pernah kembali ke Tanah Air pada 2005 dengan menggelar pementasan di Teater Tanah Airku, Jakarta.

Pementasan tiga jam yang disutradarai oleh Robet Wilson ini mendapat sukses besar. Ansambel gerak, tari, lagu dan penggunaan ektensif efek cahaya yang menjadi ciri khas Wilson benar-benar memukau pengunjung,

Rencananya, pementasan ini akan digelar pada 23-24 April di Benteng Rotterdam dengan mendapat dukungan dari 100-an tokoh yang tersebar di seluruh Indonesia dan negara-negara lainnya.

Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengatakan pertunjukan ini dalam rangkaian Visit Makassar 2011.  "Pemkot mendukung sepenuhnya karena bisa menjadi magnet tersendiri bagi warga Makassar dan dunia tentunya," katanya.

Dituturkannya, pertunjukan ini mengunakan anggaran yang cukup besar. Meski begitu dia tidak menyebutkan nilai untuk mementaskan pertunjukan kelas internasional itu. Dalam jadwal panitia pertunjukkan akan mengundang Wakil Presiden Boediono dan para duta besar negara-negara sahabat yang ada di Jakarta. (Ant/OL-2)

 

Jalan Panjang sebuah Naskah

(majalah.tempointeraktif.com, 08 September 2003)

LA Galigo kembali ke Luwu. Saweri Gading, sang ayah yang telah bersumpah tak mau kembali ke kampung halaman, hatinya luluh. Seluruh keluarga akhirnya reuni di Luwu. Itulah bagian akhir naskah yang ditulis Rhoda Grauer. "Saya baru tahu penutupan epik La Galigo demikian," kata Andi Anton Pangeran, pemuka adat dari Palopo, Luwu.

Memang jarang kisah lengkap La Galigo diketahui orang, bahkan pemuka-pemuka Bugis sendiri. Itu karena epik tersebut tertulis dalam bahasa Bugis kuno, semacam Sanskertanya Jawa. Terjemahan La Galigo ke dalam bahasa Indonesia pun baru dua jilid. Satu terbitan PT Jembatan, satu Universitas Hassanudin. Dan itu pun masih bercerita seputar kehidupan Saweri Gading, belum La Galigo.

Bagaimana Rhoda Grauer bisa menangkap ending cerita, padahal ia tak memahami Bugis kuno? Awalnya ia berkenalan dengan Mohammad Salim. Ahli lontar itu dijumpainya saat ia membuat film dokumenter tentang bissu. Lelaki kelahiran Sidrap 67 tahun lalu itu pernah mendapat kesempatan untuk meneliti naskah La Galigo yang ada di Universitas Leiden, Belanda. Pada zaman kolonial, seorang wanita bangsawan Sulawesi, Arung Pancana Toa, menyalin ulang kisah La Galigo. Salinannya ada 12 jilid, dan itu "diselamatkan" Dr. B.F. Matthes ke Leiden.

Menurut Salim, teks naskah kini sudah kabur. Untung, sudah ada mikrofilmnya. "Keunikan La Galigo itu kalimatnya tidak punya spasi, tapi kalimatnya selalu berpatokan pada lima kata, seperti Sa-we-ri-ga-ding, I-la-ga-li-go," tutur Salim. Itulah sebabnya ia enak dinyanyikan. "Dulu nenek saya tiap hari selalu "mengaji" La Galigo." Oleh KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal Leiden) ia mendapat tugas menerjemahkan 12 jilid itu. Dirampungkannya selama lima tahun dua bulan. "Ada 3.000 halaman ketik tangan, kertas itu saya tumpuk tingginya satu setengah meter," katanya.

Untuk membuat skenario, Grauer mengundang Mohammad Salim ke rumahnya di Desa Balas, Banjarangkan, Klungkung. Salim datang membawa berkoper-koper kertas terjemahannya itu. "Ibu Rhoda belajar selama 10 hari dari pukul 7 sampai 10 malam." Salim menjelaskan poin-poin penting La Galigo, seorang penerjemah menyampaikannya dalam bahasa Inggris ke Grauer.

Grauer, wanita asal Poughkeepsie, New York, itu sangat hati-hati. Tapi Bob menginginkan fokus yang jelas. Itu membuat Grauer banyak melakukan revisi, menghilangkan adegan yang membingungkan. Grauer membuat naskah sekronologis dan sesederhana mungkin. "Saya tak ingin membuat tafsir atas La Galigo, sebab tidak seperti mitologi, ia belum begitu dikenal," katanya.

Sesungguhnya La Galigo punya banyak versi. Salim sendiri mengibaratkan kisah La Galigo bak batang pohon. Di tengah membentuk cabang dan ranting ke kiri dan kanan, dan ada ranting yang bisa melenting masuk kembali ke batang. Pokok pohon atau batang itu adalah 12 jilid salinan Arung Pancana Toa. Sedangkan lainnya adalah cerita-cerita carangan. Kehidupan pemuda La Galigo sendiri justru banyak pada teks carangan itu.

Carangan yang lisan tak kalah banyak. Tiap daerah di Sulawesi Selatan bisa memiliki versinya sendiri. Misalnya ada kisah lisan Saweri Gading selama tujuh tahun berada di Mekkah. Di sana Saweri bertemu dengan Nabi Muhammad. Saweri sakti, menantang, tapi kalah. "Saweri Gading menyusun telur bertumpuk tegak seperti pohon, tapi Nabi mengambil satu per satu telur di tengah, tanpa menjatuhkan susunan," kata Salim. Andi Anton ingat, di rumahnya di Luwu, ibunya memiliki kotak yang berisi teks La Galigo. "Teks itu diteliti Dr. Gilbert Hamonic dari Prancis dan ternyata isinya menggabungkan tasawuf Islam dengan kisah La Galigo," kata Andi.

Pernah, atas biaya Ford Foundation, Salim menyuruk ke desa-desa Sulawesi memburu teks-teks carangan ini, sambil membawa genset karena banyak tempat yang tidak ada listrik." Di Pare-pare, ada sebuah teks disimpan dalam sebuah kotak yang tak pernah dibuka, tapi tiap malam jumat dipotongkan kambing," tutur Salim. "Saya membayangkan ratusan tahun lalu di berbagai rumah di pedesaan Sulawesi, seorang penembang dalam ruang gelap-gulita menyanyikan I La Galigo. Para pendengar terpesona, dan setelah pulang menambah sendiri-sendiri cerita itu," tambah Grauer.

Memang masuk akal bila kemudian La Galigo adalah epos terpanjang di dunia. Baik Salim maupun Grauer mengharapkan pementasan La Galigo oleh Wilson dapat menjadi sebuah surat undangan kepada siapa pun di dunia untuk berkelana lebih jauh ke dalam kekayaan dan misteri La Galigo. (Seno Joko Suyono)

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler