Skip to Content

Art Kara Omiyage

Perempuan yang sedang duduk termenung di kelas itu adalah Derisa, siswi yang memiliki potensi luar biasa di bidang musik. Suaranya yang bagus dan dia juga pandai memainkan alat musik piano. Dia anak yang ceria, lucu, jarang sekali mengeluh, dan dia adalah anak yang paling peduli terhadap sesama. Dia sangat mengagumkan meski terkadang dia bisa bertingkah polos layaknya anak kecil yang serba ingin tahu. Itulah Derisa, anak yang menjadi kebanggaan keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Namun, hari ini dia sangat berbeda. Jarang sekali bicara, tersenyum pun seperti dipaksakan. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya saat ini. Hal inilah yang dirasakan Setio sejak pertama kali dia bertemu hari ini di sekolah. Ada yang aneh pada Derisa.

Setio pun memberanikan diri masuk ke ruangan kelas dimana Derisa sedang duduk seorang diri sambil menatap kosong ke luar jendela. Sebenarnya mereka bersahabat sejak kelas satu, tapi setelah naik kelas dua mereka memilih jurusan yang berbeda. Begitu pula dengan Indah, sahabatnya yang lain.

“Apa yang telah terjadi?” tanya Setio tiba-tiba.

Derisa tersentak kaget sehingga dia mengalihkan pandangan dengan sangat cepat dari jendela ke arah suara itu. Setelah menyadari suara itu berasal dari sahabatnya, dia tertawa, “Hahaha.. Lucu ya? Kenapa selalu kamu yang bertanya seperti itu padaku atau pada Indah?”

“Karena aku yang paling perhatian dan sangat pengertian dibanding dengan kalian berdua.”

“Oke! Aku akui itu. Tapi, kenapa sampai sekarang kamu belum punya pacar juga?”

“Sudahlah, aku malas membahasnya. Jadi, apa yang terjadi?” tanyanya lagi sambil mencari posisi yang bagus supaya bisa berhadapan dengan Derisa.

“Hmm.. Dua minggu lagi aku harus pindah. Ayahku dimutasikan ke luar kota. Otomatis kami sekeluarga harus ikut kesana.” jawabnya pada Setio meski dia tidak menatapnya. Dia kembali memusatkan perhatian ke luar jendela sana.

Air mata mulai mengalir dari kedua mata indah milik Derisa. Dia mencoba menghentikan air mata itu dengan menyekanya sekali, dua kali, sampai dia sadar bahwa sia-sia saja air matanya tidak kunjung berhenti. Setio bangkit secara tiba-tiba, melindungi Derisa yang sedang menangis dari tatapan aneh siswa lain yang masuk ke ruangan kelas itu dengan membelakanginya.

“Derisa sedang apa?” tanya seseorang.

“Oh.. Dia sedang tidur. Dia bergadang semalaman.” jawab Setio asal.

“Kalau begitu aku duluan ya. Bye..”

Setelah ruangan kembali sepi, di sela-sela tangisannya dia berkata, “Aku tidak sanggup mengatakan hal ini pada Indah. Aku harap kamu mau membantuku untuk tidak memberitahukan hal ini pada Indah dalam waktu dekat. Kamu tahu sendiri, dia anak yang manja dan hanya kamu yang bisa mengendalikannya.”

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Bersandiwara seolah-olah tidak terjadi apa-apa sampai kamu bisa mengatakannya sendiri di saat terakhir?”

“Kalau itu yang terbaik, kenapa tidak? Hey.. Lama-lama kamu bisa membaca pikiran seseorang.”

“Benarkah? hahaha..”

 

Butuh waktu lama Indah bisa mencerna semua kata-kata yang telah dia dengar dari balik pintu waktu itu. Seminggu ini tiga sejoli itu memang jarang berkumpul bersama, dia bisa menata hatinya atas kabar Derisa itu. Membuat hatinya lebih ikhlas dan lapang dada. Menghapus semua keegoisan yang selama ini merajai dirinya.

Hari ini Indah memantapkan hatinya untuk bertanya pada Setio mengenai Derisa. Dia pun menelusuri koridor menuju perpustakaan, tempat dimana Setio berada saat ini.

“Apa yang terjadi pada Derisa? Kamu tahu sesuatu kan?” tanyanya saat berdiri di hadapan Setio yang sedang asyik membolak-balikkan buku yang dipegangnya.

“Sesuatu tentang apa?”

“Jangan pura-pura tidak tahu apa-apa. Aku sudah tahu semuanya.”ucapnya geram sebelum dia membalikkan tubuhnya .

“Dia sangat mengkhawatirkanmu, Indah.”

Ucapan Setio kali ini membuat hati Indah bergetar dan membuat tubuhnya membeku seketika. Dia merasakan sesuatu yang salah pada dirinya. Kenapa? Apakah aku tidak mendengar semuanya pada saat itu gara-gara aku kepergok seseorang sedang menguping dan pergi? Bodoh! Pikirnya dalam hati.

“Derisa sangat menyayangimu sehingga dia tidak sanggup mengatakannya padamu langsung setelah dia mendapat kabar itu dari ayahnya. Selama ini dia hanya memikirkanmu dan sedang menata hatinya sebelum menemuimu. Jadi kamu tidak boleh membencinya karena masalah ini. Justru kita harus mendukungnya.”

“Kamu benar! Aku terlalu kekanak-kanakan memperbesar masalah ini.” seru Indah ketika dia berbalik dengan senyum yang mengembang di bibirnya, bukan sebuah tangisan di raut wajahnya yang kecil.

“Aku punya ide!” serunya girang.

 

Lima hari kemudian..

Derisa sedang membereskan semua barang-barangnya bersama orang tuanya sepulang sekolah tanpa memperdulikan seragam yang dikenakannya. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Namun, saat Derisa membukanya dia tidak melihat siapa-siapa selain sebuah amplop kecil yang tergeletak di atas keset. Dia segera mengambilnya dan kembali menutup pintu. Rasa penasaran mulai menggerogotinya sehingga dia membuka amplop itu dan mengabaikan panggilan ibunya di sana.

Dia terpaku membaca isi amplop itu. Tanpa disadarinya dia menangis. Yang ada dipikirannya saat ini adalah dia harus menemui seseorang. Tapi dimana? Mungkinkah..

 

Derisa berlari dengan sekuat tenaga menuju basecamp dari rumahnya. Dengan susah payah akhirnya dia bisa berada di depan pintu. Dia bisa mendengar suara musik yang sedang mengalun indah. Kemudian diikuti dengan suara merdu yang sedang menyanyikan sebuah lagu. Dia tahu suara itu dan lagu itu. Seketika dia membuka pintu itu dan mendapati kedua sahabatnya di sana.

Mereka berdua menghentikan kegiatan indah itu karena seseorang membuka dan membanting pintu ruangan dimana mereka berada saat ini. Sunyi..

“Derisa?” gumam Satio.

“Kalian berdua..” lirih Derisa terengah.

Indah menatap Derisa dengan tatapa yang aneh. Dia menghampiri Derisa. Tiba-tiba, “Kenapa kamu tidak mengatakan apapun padaku? Kamu jahat? Memangnya sahabatmu itu hanya Satio? Kamu anggap aku apa selama ini, heh?”

Derisa terkejut mendengar serentetan kata yang keluar dari mulut Indah. Dia berpikir bahwa Indah sedang marah padanya, tapi, “Indah..”

Tiba-tiba kedua tangan Indah terulur dan menghambur memeluk Derisa. Derisa terkejut setengah mati dengan tingkah Indah yang aneh seperti ini.

“Maafkan aku karena sempat salah faham padamu. Saat itu aku tidak bisa berpikir untuk menerimanya sehingga aku kalut dan tidak mau bertemu denganmu, Derisa.”

“Jangan menatapku seperti itu! Aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Tanyakan saja!” kata Satio saat dia mendapat tatapan tanya Derisa yang menurutnya menyeramkan.

“Kamu bisa mempercayainya!” ucap Indah sambil melepaskan pelukannya.

Satio yang bangkit menghampiri mereka berdua dan berkata, “Boleh tidak aku ikutan dipeluk?

“TIDAK BOLEH!” seru kedua sahabatnya, Derisa dan Indah bersamaan.

HAHAHA..

“Ngomong-ngomong tadi itu lagu kita kan? Apakah kalian akan menampilkannya di mini concert itu spesial untukku?” tanya Derisa memecah suasana.

“Kasih tahu nggak ya?!” gurau Indah.

“TENTU SAJA! MINI CONCERT FOR DERISA. IT’S ART KARA OMIYAGE! Special for you, Derisa!”

“Terima kasih, kawan.”

 

***

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler