Skip to Content

EKSPRESI KARYA SASTRA (2): EKSPRESI PROSA

Foto SIHALOHOLISTICK

EKSPRESI PROSA

A. Menulis Prosa

Menulis buku harian merupakan upaya pembiasaan agar kita memiliki kompetensi keterampilan menulis. Awalnya mungkin kita hanya menulis catatan penting, seperti agenda kerja atau agenda kegiatan sehari-hari. Hal itu merupakan langkah awal yang baik. Kegiatan itu dapat kita lanjutkan dengan mencatat peristiwa penting, misalnya gempa bumi, tabrak lari, atau pencurian. Peristiwa tersebut dapat kita kembangkan dengan melibatkan imajinasi kita sehingga tokohnya diberi karakter tertentu, peristiwanya dijalin lebih memikat, dan latarnya dirinci secara detil. Apabila kegiatan ini masih dianggap sulit, kita dapat melakukan kegiatan menulis secara sederhana, yaitu menarasikan pengalaman yang telah kita lakukan dari bangun tidur hingga ketika akan tidur kembali.

Beberapa kegiatan yang telah kita lakukan dalam menulis puisi dapat kita manfaatkan juga untuk kepentingan menulis prosa, khususnya cerpen. Kegiatan yang dimaksud adalah mendeskripsikan objek konkret secara emotif dan menulis cerpen berdasarkan tokoh dalam sejarah, mitologi, atau karya sastra lainnya.

Para sastrawan acap kali menggunakan fakta cerita dalam sejarah atau mitologi sebagai teks dasar karyanya. Misalnya novel Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangun Wijaya memunculkan tokoh-tokoh nyata ketika zaman revolusi kemerdekaan, seperti Amir Syarifudin. Seno Gumira Ajidarma memunculkan tokoh-tokoh wayang dalam novel Kitab Omong Kosong, atau Hermawan Aksan memunculkan kembali tokoh Diah Pitaloka, Puteri Sunda yang menjadi martir dalam perang yang tidak seimbang antara Kerajaan Pajajaran dan Majapahit, yang dikenal dengan Perang Bubat. Mari kita perhatikan salah satu penggalan cerpen karya Putu Wijaya berjudul “Bisma”. Resi Bisma yang dalam mitologi pewayangan dihormati, disegani, dan dijunjung tinggi oleh pihak Kurawa dan Pandawa karena sebagai sesepuh Kerajaan Astina, dalam novel tersebut dimunculkan secara ganjil dan lucu.

"Bisma bangkit dari tanah, udara dan air, yang melebur jasadnya setelah jutaan tahun yang lalu pralaya dalam perang Bharatayuda. Tubuhnya yang tinggi besar dan sedikit bungkuk karena tua tampak agung ditancap oleh ribuan panah. Mukanya yang dihiasi brewok dan cambang putih sudah kisut, akan tetapi masih tetap memancarkan sinar yang jernih. Resi yang telah memikul pengorbanan yang dahsyat itu tiba-tiba muncul di Pasar Senen."

Namun, satu hal yang perlu kita cermati, Hal yang dilakukan sastrawa bukanlah untuk menjiplak karya yang sudah ada, melainkan untuk mereaksi, menanggapi, atau melakukan dialog dengan karya-karya sebelumnya. Bahkan, cara ini menarik minat para pakar sastra sehingga memunculkan kajian sastra dengan menggunakan pendekatan resepsi sastra dan intertekstualitas.

Menulis prosa pun dapat kita lakukan dengan cara memperhatikan konvensi yang terdapat dalam sebuah karya prosa. Jika cara ini yang kita pilih, maka Kita harus mempehatikan hal-hal berikut.

 

  •  
    • Tentukanlah tema cerpen berdasarkan persoalan yang Anda kuasai, kemudian konkretkan tema tersebut dengan judul yang menarik dan sesingkat mungkin, misalnya tidak lebih dari lima kata.
    • Sadarilah bahwa cerpen yang konvensional selain menyertakan judul dan pengarangnya harus juga dilengkapi aspek formal cerpen lainnya, yaitu adanya narasi dan dialog tokoh.
    • Kembangkanlah tema ke dalam unsur-unsur cerpen, seperti fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), sarana cerita (sudut pandang, penceritaan, dan gaya bahasa).
    • Padukanlah unsur-unsur cerpen dengan memperhatikan kaidah alur, yaitu peristiwa disusun secara logis dan kronologis, menghadirkan suspense ‘rasa ingin tahu’ membuat surprise ‘kejutan’ dan menjalin seluruh unsur cerpen sehingga tampak utuh.

 

1. Membacakan Prosa dan Paduan Baca Prosa

Ekspresi prosa biasanya dilakukan dengan membacakan cerpen atau dongeng, baik oleh sendiri maupun oleh beberapa orang yang disebut dengan paduan baca cerpen. Selain itu, ekspresi prosa dapat dilakukan dengan mendramatisasi cerpen.

Dalam membacakan cerpen, kita dapat juga mengikuti teknik seperti dalam membacakan puisi. Pertama, cerpen kita baca dalam hati. Langkah pertama ini bertujuan agar kita dapat mengakrabi cerpen sehingga maknanya dapat kita selami. Langkah kedua adalah dengan membacakan cerpen secara nyaring. Kita upayakan agar setiap kata dalam kalimat, setiap kalimat dalam paragraf, dan setiap paragraf dalam cerpen tersebut dapat kita hidupkan dengan alat artikulasi kita. Dalam langkah kedua ini kita dapat mencoba untuk mengucapkan narasi dan dialog-dialog cerpen sesuai dengan karakter masing-masing. Pembaca pun dapat berlanjut ke langkah yang ketiga, yaitu memperhatikan kapan intonasi ditekan, tempo diperlambat atau dipercepat, volume suara diperkecil atau diperbesar, dan nada direndahkan atau ditinggikan. Agar pembacaan tidak berubah-ubah, pembaca dapat menandai bagian-bagian yang mendapat penekanan tersebut dengan menggunakan alat tulis, misalnya tinta warna dan penggaris. Dengan demikian, pembacaan cerpen dapat diulang-ulang hingga sampai pada langkah yang keempat, yaitu pembacaan cerpen yang estetis. Namun, tentu saja untuk sampai pada pembacaan cerpen yang estetis diperlukan latihan berulang-ulang. Oleh sebab itu, membaca kritis harus dilakukan, misalnya kita tidak perlu ragu untuk meralat atau merevisi bagian-bagian yang sudah kita tandai.

Hal serupa dengan langkah membacakan cerpen dapat juga kita lakukan dalam paduan baca cerpen, namun dengan pembagian tugas yang jelas. Misalnya, siapa yang akan menjadi narator dan siapa yang akan menjadi tokoh-tokoh dalam cerpen.

2. Mendongeng dan Mendramatisasi Prosa

Mendongeng atau bercerita dapat menjadi kegiatan ekspresi prosa yang mengasyikkan sebab juru dongeng biasanya bertutur tanpa teks sehingga ia pun dapat memanfaatkan raut muka, gerak-gerik, dan anggota tubuhnya untuk memperkuat karakter tokoh-tokoh dongeng. Bahan dongeng dapat berupa cerita rakyat, seperti mite, legenda, fabel, dan cerita jenaka.

Apabila juru dongeng atau pendongeng di daerah nusantara bercerita dengan bahasa daerah dan khazanah daerah masing masing, maka kita dapat memanfaatkan cerita rakyat se-Nusantara yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia sehingga sastra-sastra daerah itu dapat dikenal lebih luas dalam skala nasional.

Apabila mendongeng dilakukan secara perseorangan, dramatisasi prosa dapat dilakukan secara berkelompok. Seperti halnya dramatisasi puisi, dramatisasi prosa pun harus mengikuti kaidah-kaidah yang terdapat dalam drama. Misalnya, apabila kita akan mendramatisasi cerpen atau cerita rakyat, kedua karya itu harus dialihkan terlebih dahulu ke dalam naskah drama. Misalnya, narasi cerpen diubah menjadi petunjuk pemanggungan sehingga yang dialog tokoh-tokohnya tampak menonjol. Berikut ini akan dikutip sebuah penggalan teks cerpen, kemudian dialihkan ke dalam teks drama.

Penjaga kuburan mendekatinya dan bertanya, ''Kenapa Nenek menangis ?” Diangkatnya kepalanya pelan-pelan, dipandangnya penjaga kuburan itu agak lama, dan suaranya yang gemetar dan tua itu berkata, "Kalaulah cucuku dapat bertanya seperti engkau itu.” Dia berhenti sebentar, dihapusnya air matanya. "Engkau sendiri bekerja di sini ?” tanyanya kemudian.

“Ya."

“Sepantasnya engkau masuk surga, Nak”

Kemudian penjaga kuburan itu duduk di semen kuburan itu dan Nenek itu berkata, “Kuburan-kuburan disini bersih. Kalau saya nanti dikuburkan di sini, kau bersihkanlah kuburanku balk-baik, Nak."

“Nenek begini segar. Nenek masih lama lagi akan hidup.” Kata penjaga kuburan itu.

“Benar, saya masih akan lama hidup ?”

“Benar Nek.”

(Motinggo Boesje dalam Hoerip, 1979c: 136)

PANGGUNG MENYERUPAI TEMPAT PERKUBURAN. TAMPAK DI SEBUAH NISAN SEORANG NENEK SEDANG DUDUK, MENUNDUK, DAN MERENUNGI BATU NISAN ITU. PENJAGA KUBURAN MENDEKATI NENEK

PENJAGA KUBURAN: Kenapa Nenek menangis ?

NENEK: (memandang penjaga kuburan, suaranya gemetar) Kalaulah cucuku dapat bertanya seperti engkau itu. (menghapus air mata)Engkau sendiri bekerja di sini?

PENJAGA KUBURAN: Ya.

NENEK : Sepantasnya engkau masuk surga, Nak!(penjaga kuburan duduk di semen kuburan dekan Nenek) Kuburan-kuburan disini bersih. Kalau saya nanti dikuburkan di sini, kau bersihkanlah kuburanku baik-baik, Nak.

PENJAGA KUBURAN: Nenek begini segar. Nenek masih lama lagi akan hidup.

NENEK : Benar, saya masih akan lama hidup ?

PENJAGA KUBURAN : Benar, Nek

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler