Skip to Content

PUISI-PUISI BUDHI SETYAWAN

Foto SIHALOHOLISTICK

NING

kebisuan adalah laguku

pencarian adalah nadaku

kesunyian adalah musikku

Jakarta, 19 Sepetember 2002

 

DI CINTA-MU AKU LAHIR

Embun pagi melukis di segelas teh 

cicit anak burung menatap waktu

 

potret alam semesta dalam telapak tangan

membawa berbakul-bakul perbuatan

lewat wajah-wajah berdebu

 

petir yang menyanyi adalah jerit rindu

kemabukan yang senantiasa mengalir

menuju lautan

kun fayakun

 

dalam berabad-abad terlipat

aku masih

asyik mencecap air susu-Mu

 

dalam Cinta-Mu

aku bayi selalu

telanjang

Jakarta, 7-12 Nopember 2001

 

PERJALANAN MENUJU CAHAYA

Air laut naik ke sungai-sungai

ke sumur-sumur tempat minum

lalu hilir mudik di pembuluh darah

mendorong roda pedati, meniti jalan tanpa peta

 

hingga sesal mendesak jagad

ke mana lagi ujung seluruh nafas

lelah

leleh

luluh

 

dada kurus terobek

jantung melompat keluar, berjalan

menuju padasan mengambil air wudhlu

sujud dalam sendiri

 

angin beku, serangga bisu

lenyaplah barat timur utara selatan

 

sidratul muntaha

dalam butiran embun cerlang

di daun cendana sari

 

Lakhaula wala quwwata illa billah

 

waktu berhenti

di ubun-ubun malam tanpa tepi

Jakarta, 19 Nopember 2002

 

DI DALAM DENGAN SIAPA

Di pucuk daunan aku menari

di akar rumputan aku bernyanyi

di gunung aku berlari

di mata air aku menepi

 

dalam angin aku sembunyi

dalam awan aku berjalan

dalam laut aku bermimpi

dalam bumi aku mencari

 

dengan matahari aku membaca alam

dengan rembulan aku mengukir kesejukan

dengan bintang aku merias wajah

dengan langit aku berani telanjang

 

siapa menggerakkan kereta di kepalaku

siapa mengalirkan sungai-sungai di tubuhku

siapa menerbitkan gerak di jantungku

siapa menanamkan diam di hatiku

 

di dalam dengan siapa

Jakarta, 19-24 Mei 2002

 

 

CAHAYA SATU

Wahai roh yang melayang-layang

bersayap lamunan

 

lewati perkampungan sepi

sehabis hujan

gelap menggandeng dingin

 

getar-getar mendesak-desak permukaan nafas

dalam permenungan

mencari seutas tali

 

gema langkah suara

memijit langit menelusup ke sumsum tulang

 

kepakan terus melambai

menuju titik nadir

lalu…

yang ada cahaya

Ya Ca-ha-ya

Jakarta, 24 Februri 2002

 

LUKISAN SUARA

Suara dari lembah hijau

begitu jelas menebar kerinduan

pada rumah kecil di pinggir kampung

pada dangau mungil di tengah sawah

 

kerinduan berbalut kepasrahan

menjadi pupuk

yang menyuburkan benih kasih sayang

Illahi telah menyiapkan dangau cantik

bisa untuk bermain gitar dan seruling

dengan pujian keabadian dan

senyum berkalung syukur

berjiwa sederhana

 

suara-suara tanpa wujud terus bercerita

di dinding kamar, tergambar

bayangan dedaunan yang mengangkut otak

terantuk pada batas langit

 

beribu kamus telah termakan

tak ada padan kata

buat menerjemahkan

suara-suara menyenandungkan

syair-syair hakikat

asal tanah kembali tanah

Purworejo, 30 desember 2001

Djogjakarta, 1 januari 2002

 

CIPTA DAUN

Engkau selembar daun

tempatku berkaca

kerap aku berjalan-jalan

dengan wajah-wajah asing

bersama menuruni lembah

jalan setapak di wajahmu

 

sambil kupungut

batu-batu kecil

kukantongi biar nikmat

kawan menempuh cerita panjang

 

hidup di ujung pena

bila masih menyemburatkan warna

tak ke mana-mana

 

di mana-mana

cipta memeluk rahsa

Jakarta, 29 Januari 2002

 

DALAM

Dalam gunung

dalam dingin

 

Dalam laut

dalam asin

 

dalam malam

dalam hitam

 

dalam pagi

dalam kuning

 

dalam langit

dalam biru

 

dalam dekap

dalam rindu

 

dalam cinta

dalam ikhlas

 

dalam jiwa

dalam terang

 

dalam Roh

dalam hidup

Jakarta, medio april 2002

 

NYANYIAN ASING

Sendirian memainkan gitar

memandang perbukitan menjulang

menyanyikan angin, merambah lembah dada

suara-suara lama dan percik kedamaian

terang masuki rongga telinga

 

air dunia menuju tenang

keruh-keruh mengendap

kerinduan silam menyeruak permukaan

menawarkan kepolosan

kanak-kanak bersajaha

 

dawai-dawai gitar itu

rangkaian semedi sang jiwa

merunut pengembaraan alam hijau

dari keterasingan ke dalam keterasingan

mematahkan jumawa karsa

 

lagu-lagu terus mengalir

ke bunga, rumputan dan petak-petak sawah

menciumi nurani di setiap bait

dan dawai senantiasa jeli mengiringi

tanpa harus dipetik lagi

Puncak, 26 Mei 2002

 

MENCARI PERTEMUAN

Roda yang mengerang

diselingi tawa klakson yang mengembang

keringat meluncur sendiri tanpa perintah

jalanan kian menanjak, masih gerah

kami masih bertanya-tanya:

‘kita mencari apa’

 

senja tersaput awan samar

dalam cipratan air kolam

angin mengulurkan senyum

pada daun dan pohonan di depan

kami masih bertanya-tanya:

‘kita mencari siapa’

 

malam yang turun perlahan

mengangkut kilau emas perak rembulan

menjamah lembut rumputan

dan api unggun di tengah nyanyian

kami masih bertanya-tanya:

‘siapa mencari siapa’

 

masih panjang jalur pencarian

menuju pertemuan

Puncak, 25 Mei 2002

 

ANEH KOTA

Seorang anak manusia berjalan

di terik belantara kota

sampai hari siang sembunyi di balik malam

senyum mencibir kepada rembulan

 

semua yang di sini penipu

berpakaian kesemuan

bertopeng kepalsuan

 

dinding gedung pagar beton pun

rapat menyimpan rahasia

hilangnya keperawanan gadis-gadis ingusan

berita kehamilan anak sekolah

aborsi janin tak berdosa

 

dan cerita raibnya hati dari dalam dada

sebagian penghuni kota

 

keanehan dalam kenyataan

menjadi cerita yang berkepanjangan

tak usai-usai

Jakarta, 17 Agusuts 202

 

ANAK KECIL BERMAIN PELANGI

Anak-anak kecil

berlarian bersama kupu-kupu

di atas daun-daun kuncup

 

mengambil pelangi pagi

memainkan warna gelak cahaya

dijadikan pita hias kepala

 

bumi setia menjaga

di puncak-puncak gunung doa berkumpul

garis bahagia tak putus smoga

 

asa tak boleh hilang

dalam langkah-langkah nafasnya

biar senyum

biar tawa

biar canda

biar damai

selalu ada dalam senandungnya

 

dan masa mengalir lambat ikuti iramanya

Jakarta, 19 Desember 2002

 

SWARA BALI

Kecrek

saron

gong

berlari

mendaki

mencari

 

(sejenak ke dalam)

 

getar nadi

menderu

mengadu

memburu

resonansi waktu

 

(sejenak di dalam)

 

detak kehendak

menyentak

bergerak

berdecak

di ubun-ubun tarian kecak

 

(ke dalam di dalam)

(dalam dalam)

Jakarta, 5 Agustus 2002

 

 

TENTANG BUDHI SETYAWAN

Budhi Setyawan lahir di Purworejo, 9 Agustus 1969. Masa kecil dan remaja dihabiskan di kota kelahirannya, menyelesaikan S-1 di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Mulai 1999 menjadi pegawai negeri di Departemen Keuangan. Kumpulan puisinya: Kepak Sayap Jiwa (2006), Penyadaran (2006) dan Sukma Silam (2007).

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler