Skip to Content

PUISI-PUISI DIAN HARTATI

Foto SIHALOHOLISTICK

KALENDER LUNAR

mencermati bulan

gerak putar yang tak pernah diduga

tibatiba purnama

 

kau selalu bercerita

tentang malam dan serigala

manusia dan petaka

sesuatu yang bernama kala

 

di setiap bentukan bulan

kau memandang langit mahabintang

tibatiba gerhana

SudutBumi, 7 Agustus 2009

 

MATA ORANG PESISIR

aku bertemu mereka, serombongan anak muda

datang dari tempat tak terduga

ramai

memainkan musik jiwa

 

par amparan paser pote

rampak naong camara odang

adu asre mabunga ate

e setthi’na neng senengan*

 

tibatiba tubuhku ingin bergerak

irama apa ini

tanganku terbawa arus, terbawa cerita

terpasung katakata yang tak kumengerti

 

alunan perkusi

 

aku bertemu orangorang pesisir

matamata itu bercerita

tentang nelayan

patroli kampung

rangkuman nyanyian alam

 

mata itu membara

mengenlkan padaku akan sebuah irama

patroli

musik orangorang pesisir

 

par amparan paser pote

rampak naong camara odang

adu asre mabunga ate

e setthi’na neng senengan*

 

aku bertemu mereka di sebuah kota, berjabat tangan

mata itu memercikkan sahaja

keramahan para pendatang

 SudutBumi, 7 Agustus 2009

 

* Lirik lagu “Pantai Lombang” yang dibawakan ole le Gung Mozaik Perkusi, kelompok musi dari Legung Timur, Kecamatan Batang-batang, Sumenep, Madura.

 

TARU MENYAN

1/

embun masih mengental di truyan

sayupsayup terdengar kulkul

teratur

membawa isyarat

 

tung tung tung

sebuah berita disampaikan angin

siapakah adik kecil yang mati

hingga alam begini suram

tak ada yang tahu jejak usia

 

2/

orangorang berkumpul

membawa perkakas

menyiapkan upacara

banjar ramai dan truyan menjadi putih

digiring ruparupa sesaji

 

3/

langkahlangkah begitu layu

taru menyan yang dituju

mencapai sema muda

kuburan bagi jasad yang selalu utuh

diawetkan waktu

 

SudutBumi, 20 Februari 2009

 

PATENGAN

buat: Acep Zamzam Noor

 

kedatanganku disambut gigil batu

di antara perahu

      pekat halimun

      juga sepi

 

aku mencari titik beradamu

duapuluhenam tahun yang lalu

 

gerak rumputan menceritakan kisah

      rengganis dan ki santang

      membawa kidung gugur daun

      mencipta riak di sehampar kebun teh

 

masih samar kurasakan tempatmu

udara mencipta beku di separuh tubuh

“di sinikah kau berdiri menghitung lagu jiwa,

di sinikah kau anyam benangbenang kecintaan?”

langkahlangkah itu terpatri

 

betapa luas jangkauanmu

menuju pulau sasaka

tempat bertemunya dua hati

      peraduan di suatu kisah

 

sepi melingkup saat ini di patengan

gemuruh angin memecah wajahmu

pohonan melindapkan kuasa

 

akh…

aku dipeluk hangat kabut

: sendiri

SudutBumi, 5 Juni 2006

 

MANIK DARI PUGUNG RAHARJO

merinduimu ketika malam jadi sempurna

menjejak jalan menuju bukitbukit dan pohonan

lereng dan kemilau carnalim

adalah sebuah pertemuan di juring harapan

undakan punden

akarakar kenangan saling membelit

mengisahkan jambat hangkirat

si pahit lidah

juga kisah tentang anak dalam

 

kemilau sampai di kemiling

ekskavasi tiada akhir

ketika itu tahun saka

bekal kubur

dari zaman ke zaman

 

rambutmu manik,

tergerai di semilir angin

melepaskan kuccit

meremangkan setiap pandangan

tawamu begitu lirih

meraba kupukupu di leher

jenjang

lelah berlatih tari melinting

bergurau

saling berbalas sagata bukahaya

gadis dan bujang

malammalam jadi kenangan

 

sementara kakak

hening dalam sesat

tatapnya nanar

sunyi dalam ritual mantok

diingatnya muanyak

jauh di krui

menjelmakan sengkarut peristiwa

 

mamak berdiang di depan kancah

menunggu kopi menghitam

kagrih

panas bara

sedang musim berganti selalu

dan

selalu berubah

 

moyangku dari zaman tumi

saling berebut masuk hutan menjumpai muli putri

di pangkalan sumur jernih

menyimak rayuh

suara kulintang sebagai tolak bala tumbul dewani

titisan dewa

agar diberkati

disyarati

 

manik kekasihku,

diorama kampung halaman menyadarkan aku

seorang pejalan lelah

merapal sarambai juga cerawan

dimensi waktu telah meluruhkan

keras hati

 

kisah rakata diletup dasyatnya

goncang bumi ganggu tidur

 

ingatlah rumahmu di desa wana

bubungan seolah trapesium

sebuah tradisi di rumah panggung

 

senja ini akan kuceritakan tentang laut

gadinggading mengambang karena keangkuhan manusia

 

dengarlah kahindang ini, sayang

raga yang masai karena jumpa

perahuperahu tinggalkan pesisir pantai

pendatang huni sang bumi ruwa jurai

 

manik, kubawa serta kemilau tubuhmu

di biru lautan

harihari yang kutinggalkan

hanya sekedar siasat

matahari itu pasti kembali

menyinari punggung sebuah bukit

SudutBumi, 8 Agustus 2006

 

Catatan:

carnalim: jenis manic-manik kaca

kuccit: kucir rambut

sagata bukahaya: bentuk pantun percintaan

sesat: rumah adat

mantok: menenen kain tapis

muanyak: seni vocal

kancah: kuali besah

kagrih: aduk

muli putri: bidadari

rayuh: hajatan

sarambai: jenis prosa panjang

cerawan: keluhan jiwa

kahindang: puisi lisan berisi kisah sedih

 

 

GELIAT MUSIM ANGIN TEDUH

menuju utara menuju timur

tanahtanah dijelajahi

memburu jati diri karena jiwa terkekang

 

berbondong menatap nyiur di garis pantai

mendirikan bangsal beranakpinak

menghitung hari dalam satu musim

 

begitulah daik lingga mengawali kisah

bersama cuaca dan gerak gemawan membangun ritual

dabo singkep ramaikan bandar desa malang rapat

 

geliatkan musim angin teduh

bersama anak, istri, juga handai tolan

 

1

“mak long, segera siapkan berteh. pilih padipadi unggul

untuk digoreng. beras kuning dan beras basuh yang utama,

juga bakek sebanyak tiga kapur. aku ingat mereka suka

merokok, siapkan tiga batang saja. tembakau dan pembara

jangan sampai tertinggal. jauh-jauh hari telah kusiapkan

kemenyan.”

 

sebab april mengundang musim angin teduh

gelombang laut dapat berdamai

kupilih pagi tenang mendatangi hujan

siap meramu bersama datuk, sang pawing

 

duapuluh hari mendatang kayukayu pilihan direndam

kini waktu bertandang ke hutan

menjumpai para makhluk gaib

 

wahai hantuhantu

para jembalang

mambang

jin

 

dengarlah kami datang membawa sesaji

mohon izin

agar kesampuk menjauh dari kami

 

kapak dan parang telah terasah

kayu pilihan tercatat dalam ingatan

jauhi jika terlilit ular

jauhi jika terdapat ular

tinggalkan saja jika berbuah

apalagi terdapat cacat

pilih yang lain jika milik kerabat

dengarlah mantra kayu kami ucapkan

“salam pada nabi ilyas

salam pada nabi ilyas

salam pada nabi ilyas

kami minta kayu ini

untuk rezeki kami di laut”

setelah hajat terucap

alam seolah memberi izin

daunan itu luruh mengangguk setuju

ayuan kapak jadi pertanda

jalan baru menuju penghidupan

 

2

“mak long, percayakah kau puan? kita akan mengacak

kelong. mengundang ikan bilis agar terperangkap. nantikan

hari panen itu. tanggultanggul akan memenuhi

dadamu dengan manikam. siapkan sesaji yang sama, oh

ya tambahkan juga sebutir telur yang masak, serabai, lepat,

dan ketupat, agar lengkap semua itu.”

 

tiga hari lalu aku telah bertandang ke laut

menandai dengan tongkat pancang yang kukuh

kau tahu laut begitu bersahabat

bertakzim pada semesta

 

kini akan kularungkan semah serta kayu pilihan

karena semua siap dicacak

siap dibentangkan

 

datuk menggiring salam

memetakan setiap lankah agar tak sia

menjelmakan ratusan bahkan ribuan keinginan

“salam pada nabi khaidir

salam pada nabi sulaiman

salam pada nabi allahitut

sang penguasa air

sang penguasa ikan

sang penguasa bumi

kami minta tempat ini

untuk rezeki kami di laut”

 

tunggu saja isyarat raja laut

jika mimpi buruk tak datang

segera kami kembali

jika mimpi buruk datang

apa yang bisa kami kehendaki

semua milikmu semata

 

ternyata laut begitu pemurah

berkah kami dapatkan

segera tanggung jawab diselesaikan

“salam bagi raja laut

kami datang untuk sebuah kehendak

menyacak kelong bagi pemilik

jangan ganggu kami umat muhammad

mencari rezeki di laut 

kami tak berniat jahat

hanya bermaksud baik            ”

 

mantra selesai diucap

segala sesaji ditabur

kecuali rokok, tembakau

juga penganan

semua ditenggelamkan

dalam hening yang kaku

 

pekan kedua di bulan mei

arus laut memantau setiap gerak

tenang

tangantangan itu bersikeras

menyacak

membentuk sebuah ruang di atas permukaan

nanar

sebab sesaji diterima alam

 

3

“mak long, buang semua lelah di ragamu istriku. segera

rebus beriburibu butir kacang hijau, tanak sampai ia manis

untuk dicecap. siapkan juga bedak beras yang kau tumbuk

kemarin. segeralah, jangan biarkan hari matang tanpa siasat.

ajak azizah buah hatiku, ajarkan padanya bagaimana

menyiapkan alat penepuk. mengumpulkan daun ganda

rusa, setawar, dan sedinginan. tak baik remaja dibiarkan

melamun sendiri.”

 

senja itu doadoa ditetaskan

semua menunduk syukur

kalimatkalimat mengawang di lautan

terbawa arus, angin, juga bisikanbisikan para nabi

 

setelah asar yang syahdu

serombongan menuju kelong

seorang memimpin, bukan datuk tentunya

 

ucap syukur menghunjam ke dasar laut

ucap syukur terbang ke semesta

inilah kesempatan itu

ketika berkah diterima

semangkuk bubur terasa gurih

kelat di lidah

 

kini saatnya pancang tua diberkati

tanggultanggul diberkati

pawang menaburkan tepung tawar

al fatihah terlantun

tiga surat lain menyusul

al ikhlas, al falaq, an naas

 

gemuruh angin datang

lidahlidah ombak menajam

“salam bagimu roh bani,

penguasa kayukayu

kami hormat padamu

kami memohon pada engkau

kami akan memasang lampu kelong

untuk rezeki kami di laut”

 

semua hening

menanti kelam bersama dengung shalawat

luruh ditingkah haru

siap memanen di hari menjelang

 

menuju utara menuju timur

tanahtanah dijelajahi

berbondong menatap nyiur di garis pantai

mendirikan bangsal beranakpinak

begitulah daik lingga mengawali kisah

bersama cuaca dan gerak gemawan membangun ritual

dabo singkep ramaikan bandar desa malang rapat

geliatkan musim angin teduh

SudutBumi, 19 September 2006

 

LELAKI HUJAN

tibatiba kau menjemputku dalam perjalanan pulang

ketika sore berubah mendung

dan jalanan hanya menyisakan

bayangan pohonpohon cemara

 

langkahku masih saja tersaruk

mendapati mimpi yang jadi nyata

kau dan rupamu menjelma sore itu

jadi hujan yang dikirim tuhan

mendatangi aku yang selalu berjalan sendiri di setiap sore

 

kau membawa angin imaji

yang luruhkan semua rinduku

bagi lelaki yang selalu datang dan pergi

kau hadir dengan ribuan cerita

tentang anakanak hujan yang membasahi tubuhku

gigil sore yang menghangatkan

 

lalu kita berjalan bersama

bercerita tentang perjalanan air

muaramuara tempat singgah

dan ceruk rahasia yang telah kita buat

 

kau lelaki hujan

datang memberikan warna di hatiku

setelah abadabad muram

tanpa gemuruh

dan menyisakan kenangan biru yang ranum

 

datang menjelma hujan di soreku yang sibuk

SudutBumi, 23 November 2007

 

GYNOID

#1#

tubuhku hanya sumbu

yang tiap detik dibakar usia waktu

dapatkah kau berlari

menyelamatkan aku di ujung waktu?

 

#2#

berkas cahaya putih

terus menyelubungi

mengambil sebagian napas

sebagian ruh

 

hingga aku akan benarbenar padam

di hadapanmu

 

#3#

tubuh luka

Sudut Bumi, Juni 2009

 

TENTANG HUJAN DAN KEMARAU

diamdiam aku mendoa

tentang hujan yang tak reda di matamu

malaikat itu beterbangan

mencari sisi lain hidup

mencerna kelam di retina matamu

 

untukmu diamdiam aku amati cuaca

luruh juga akhirnya kemarau

datang lalu menjaga jejarak

agar kita tak sempat kecewa

SudutBumi, 10 April 2006

 

 

SAHIBULHIKAYAT DI NEGERI MANTANG ARANG

perkenalkanlah tuan puan, sahibulhikayat

sedang bertandang ke negeri mantang arang

di negeri itu ia terperangah

mendapati pesisir yang ramai

lalu bersadai, menjelingkan mata

 

sahibulhikayat menegaskan pendengaran

menajamkan mata di remang malam

sebidang tikar dihampar

di hadapannya, seorang bomoh menyulut mantra

ritual buka tanah dimulai

meminta izin para leluhur

salam pembuka,

secawan air menemani ruparupa sesaji nan sahih

 

lorong masa lalu terkuak

bersama rampak para panjak

madah melayu menggelora bersambut gedombak,

serta serunai menyayat hati

 

alam ditingkah musik makyong

yang setakat di antara ketertegunan

perhatikan tuan puan

sahibulhikayat beralih peran

 

memakai topeng menaiki pentas

menyanyikan lagu menghadap rebab

betabik sebagai tanda pembuka

 

alkisah, putri nak kandang, permaisuri raja peran

situn sedang mengidam

permaisuri negeri seraja kerajaan dang balai

inginkan daging rusa putih

rusa putih bunting sulung, sulung ayah, sulung

bunda

sulung segenap hutan carang rimba*

 

sahibulhikayat berperan ganda

sebagai awang pengasuh, putri, dan wak perambun

kadang menjadi panjak ataupun canggai

tersebab gerusan waktu telah melupa opera zaman

anak muda menjauh dari akarnya

 

wak perambun menerima titah raja

mencari daging rusa putih

ditemani anak panah mercu dewa, susuri hutan

selama hati bertujuh

wak perambun tak menemu rusa, hanya pandang

seorang putri dalam hutan

putri bernama nang nora, putri sindang bulang

yang ketujuh

kata sepakat terucap, berdua menghadap raja

bercerita bahwa tak ada daging rusa putih di dunia*

 

sahibulhikayat mendengar lengking serunai

terlepas dari kantuk merapikan segala ingatan

tentang roh melayu di bumi sagantang lada

 

perhatikan tuan puan,

mata sahibulhikayat menjerang kalam

bersempalan dengan tarian

mencecah bibir bomoh yang melecutkan jampijampi

tutup panggung

 

tuan puan, lihatlah gelagat sahibulhikayat

ia bangkit menjauhi kerumunan

meninggalkan bunyibunyi pesisir

melanjutkan perjalanan hingga ke daek dan lingga

bermuhibah ke negeri serumpun

membawa kelampauan melayu

SudutBumi, Oktober 2007

* Kutipan cerita dari salah satu kisah Makyong

 

 

TENTANG DIAN HARTATI

Lahir di Bandung, 13 Desember 1983. Lulusan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia. Karyanya tersebar di berbagai media massa dan antologi puisi bersama. Diundang dalam event Ubud Writer dan Reader Festival tahun 2009.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler