Skip to Content

PUISI-PUISI FINA SATO

Foto SIHALOHOLISTICK

Lahir di Subang, 16 Februari 1984. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung. Menulis cerpen, naskah drama, esei, sajak dan membuat drawing. Aktif di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI Bandung, MnemoniC-gank mnuliz-, Komunitas Selasar, Ruang Aksara , Komunitas Babad Bumi, dan melukis di Sanggar Ligar Sari Baksil, Bandung. Beberapa karyanya perrnah dimuat di Leterat, Raja Kadal-Jurnal Zine- BEN! Media Luar Biasa, Qalam Rata, Majalah Sastra Horison, Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan, Surat Kabar Dinamika dan Kriminal (Lampung), Mjalah Budaya Aksara, Jurnal Sundih (Bali), cybersastra net, penulislepas com, sarikata com, juga antologi puisi bersama Dian Sastro for President - End of Trilogy-(2005), ROH-Kumpulan Puisi Penyair Bali - Jawa Barat (2005), dan Sebuah Kado Pernikahan-Kumpulan puisi dwitunggal bersama Dian Hartati (2005). Cerpennya “Lelaki Dipopor Senapan” masuk 13 cerpen terbaik dalam Sayembara Cerpen Suara Mahasiswa 2005. Salah satu puisinya :



KUSERAHKAN TUBUHKU PADA KESUNYIAN
dan bila jalanan, lampu-lampu kota
berteriak lagi, yang tersisa kemudian hanyalah serpihan luka
di ujung bibir yang menggigir

tiada suara yang mengeruh sunyi
tak lagi jawab memecahkan gendang sunyi tubuh
yang terperangkap terali

malam ini di dingin tubuhmu yang berbalut kesunyian
kuserahkan tubuhku pada tanya
(tubuhku dan tubuhmu)
sebagian nisan yang berlumut hitam
dalam permainan tuhan

terus bisu
tak selalu sisakan perih mengadu
lalu tersenyum dalam dekapan
pelan kelam

(dan tubuh kita)
masih bermain pada tanya
bumi singgah,2004

 

SIHIR SUNYI

sihir senja mengusap sunyi bubun ingatanku saat kelabu
adakah kenangan meninggalkan rinduku di ujungujung jalanmu?
rindu membadai dalam jisimku yang ringkuh
sepiku sesak dengan sajaksajak perjalanan tak usai
kau, di ujung mataku membiru mengadu sendu
bercerita tentang ikanikan yang menyeberang mimpi dan sepi
berkisah ihwal waktuwaktu yang diburu cuaca dan gerimis tipis

kini aku hanya duduk memendam rindu yang kalut
bersama matamata gelap yang ditembak buta pemburu
kutahu sunyi tak akan menyakitiku, bahkan menyentuhku
tapi, adakah sebongkah sapamu yang singgah di bibirku?

sunyi inilah yang membawakan pisau rindu ke jantungku
mengirisngiris tubuhku yang rapuh
memahat ingatanku terlalu dalam dan jatuh
nadinadiku yang bersimpuh di bara api
kulitkulitku yang melepuh disayat matahari

ada yang masih ingin kugenggam di sunyi rumahmu
ada kabar yang masih ingin kuceritakan padamu
perihal debudebu yang menari di lekuk tubuhku saat petang
dan menjadi cahaya lilin ketika malam jelang
mungkin hanya aku seorang diri yang dicemburui sunyi
yang mengasuhmu tanpa lelah dan kesah

kini aku berdiam diri di depan pintu rumahmu
hanya diam dan menunggumu keluar…

Bumi Singgah, 2005

 

TAK PERNAH KUTEMUKAN WUJUDMU DALAM RIUH
:buat Wayan Sunarta

aku tak mengenalmu di Parangtritis atau Tanah Lot
tapi dari potret diri
yang bercerita tentang
sajaksajak yang menuai sepi
kisahmu

tak pernah kutemukan wujudmu dalam riuh
pada kabut atau mimpi
yang terbang bersama malam
tapi dari hutan cemara dan
notasi pantai
yang melantunkan musik ombakombak anak pasir
dan usai tarian laut itu aku hanya menyapamu dalam
katakata pada sebuah puisi tentang
ingatan seorang perempuan
bukan sebagai penjaga cahaya, hanya
memainkan sebuah serenade untuk diriku
yang sanggup mengenal sapamu
dalam sajaksajak merdu
bumi singgah, 140105

LALU AKU MASIH BERKENDARA MENCAPAI SENJA
:ketika perjalanan mencapai senja

seolah kaki menapak bara yang menghitam di jalanjalan beraspal
hujan menciumi belukar yang kering tadi sore
tidak pernah terucap salam selamat tinggal
tidak juga terlihat lambaian sapa selamat datang

seolah tangan mengais lumpur dalam keranjang di tepi sawah
mengucap azan pada pertemuan kesekian kali, tadi subuh
teringat pesan kawan: kesaksian demi masa
perjalanan setengah senja hanya sebagian pertanyaan yang
melaut di pulaupulau ibu dan bapak ketika berlayar

oh…masih terasa kerikil di ujungujung kaki
membelah arah perjalanan menuju gerbang senja
tak akan sampai malam mengkelam
hanya terlihat nisan yang tertulis tanggal usai perjalanan

lalu aku masih berkendara mencapai senja ketika
perjalanan tertutup kabut dan lindap
bumi singgah, 19022005

ZU, PEREMPUAN DI TANGANMU
-buat kawan-

ada kisah yang harus berawal dari sebuah akhir
ketika hujan ledang di tanah minang pada
punggung tanganmu tertulis
kesunyian

dan ketika malam menelan sepi,
perempuan itu mengeja kata demi kata
yang terpahat pada
angin

tak ada jumpa yang diawali sapaan salam
sebuah tanda perjalanan panjang
bila diri kelana ke negeri orang

tak semusim pun perempuan itu mengukir
hati sendu
saat masa menyulam jaring labalaba
pada udara yang hanya diam

zu, saudaraku
akhir kita menghujat tanya dan
jangan pula bertanya kepadanya pula
dan ketika malaka masih bersatu
kau menjadi cut nyak
mengadu laut

kau mengeladau perahu nuh yang sesak
dengan sajaksajak ketika durkasa mulai
berkabut

ada kisah yang harus berawal dari sebuah akhir
ada kerinduan yang harus berakhir dari
sebuah awal

pada ada
kita tak pernah ada
bumi singgah, Ferbuari-Maret-2

PAGI YANG TERCENUNG
selalu ada kegelisahan yang
menghantarkan lantunan suaramu di balebale
aku masih menunggu walaupun duka
mengerubung limbung

Ada yang harus lindap pada malam ini
ketika jejak langkahmu ku tahu takkan berujung
yang melulu berkeluh dan parau
seperti suling sumbang dideru ombak

selalu ada angin yang mengusap
air mataku untuk anak-anak pasir yang
tertindih perih jeritan pilu

tak perlu kembali bila
masih menyisakan sesalan yang
tak pernah sekali pun aku menjawabnya
udara pun akan diam apabila
hujan tak mengirisnya sendu

senja datang dan pergi
begitu pula dengan pagi yang tercenung
saat sosokmu menari dalam mimpi
dan bertelanjang perih
bumi singgah, 60305

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler