Skip to Content

PUISI-PUISI M. AAN MANSYUR

Foto SIHALOHOLISTICK

SUATU SIANG DI SEBUAH KAMAR AKU DIAM

DI DEPAN SEPASANG JENDELA KEMBAR

YANG MEMBAGI LANGIT BERWARNA BIRU CERAH

MENJADI DUA SAMBIL SEKALI LAGI

MENDENGAR KAU MERENCANAKAN PERPISAHAN

 

aku membayangkan sepotong langit akan menyerap

airmata kau, sementara airmata aku akan menguap ke

langit yang sepotongnya lagi. sesaat kemudian hujan

berjatuhan karena sedih

 

membuat kau batal meninggalkan kamar, membuat kau

gagal meninggalkan aku

 

 

SEKIRANYA AKU PABLO NERUDA

DAN KAU PEREMPUAN YANG DICINTAINYA,

PERISTIWA SEDERHANA DI RUANG TENGAH ITU,

SEHARI SEBELUM KAU MATI, SAAT RIBUAN

BURUH BERJALAN TANPA ALAS KAKI DI ATAS

MATAHARI YANG MELELEH DI JALAN RAYA

SAMBIL BERTANYA DENGAN MARAH

PERIHAL LAPAR MEREKA, KELAK AKAN

BERUBAH MENJADI EPITAF INDAH DI NISANKU

 

aku berbaring di atas halaman korang yang dipenuhi kabar

kenaikan harga, perceraian dan perselingkuhan artis,

pembunuhan dan korupsi. kau berbaring di atas kertas-

kertas yang tak bertuliskan apa-apa kecuali tubuh kau yang

telanjang, seolah kau mau mengatakan tubuh kaulah kata-

kata, tubuh kaulah puisi

 

aku yang lahir dari rahim petani membayangkan tubuh

kau sebagai ladang semata. aku tebarkan bebijian di sana

sambil berdoa mereka akan tumbuh dan berbuah kelak

 

sebab tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir kita

yang gemetar hari itu, aku tak tahu apakah karena itulah

kau menanam tubuh kau di kedalaman makam sebulan

setelahnya?

 

(aku terus beroda sambil membayangkan suatu hari ada

pohon tumbuh dan berbunga dari perut kubur kau)

 

 

APAKAH AKU HARUS BETUL-BETUL MELUPAKAN

KAU AGAR AKU BISA BETUL MENCINTAI KAU

ATAU MENGIKUTI AJAKAN ORANG-ORANG

UNTUK MENYEBUT NAMA KAU MERAYAKAN

HARI KEMATIAN KAU (HARI YANG NAMPAKNYA

MENGHENDAKI KEMATIAN AKU JUGA)

SEBAB SUNGGUH AKU TELAH BERUSAHA MENEPI

DARI RIUH NAMA KAU SAMBIL UNTUK TERAKHIR

KALI MENGUCAPKAN APA YANG PERNAH

KAU KECUPKAN KE BIBIR AKU?

 

aku menutup telinga aku, menutup semua telinga aku,

namun masih hingar aku dengar nama kau diteriakkan

mikrofon. hei, sejak kapan nama kau berbiak begitu

banyak? jadi belukar nama seperti warna bendera partai.

kau mati, dimasukkan ke dalam peti, lalu ditanam tetapi

kau malah tumbuh jadi nama-nama

 

kadang-kadang aku dengar nama kau bergulir jadi munir.

kadang-kadang aku dengar tumbuh jadi thukul. kadang-

kadang terdiri dari sejumlah huruf aneh dan selalu salah

disebutkan. kadang-kadang nama raja yang mati jatuh dari

kursi. kadang-kadang keren seperti nama mahasiswa yang

punya obsesi jadi model iklan atau bintang film. kadang-

kadang pahlawan. kadang-kadang messiah. kadang-kadang

hanya jargon

 

bagaimana caranya aku mencintai kau yang banyak?

bagaimana caranya mencintai kau yang semakin banyak

yang tinggal di masa lalu?

 

aku tiba-tiba bingung mencintai kau. aku tiba-tiba bingung

mencintai aku.

 

aku juga. aku juga. aku juga.

 

 

JIKA MUNGKIN, HARI INI, DI HARI LAHIR

KEMATIAN KAU INI, AKU TAK AKAN BICARA

PERIHAL KAU LAGI DAN HANYA BICARA PERIHAL

AKU YANG KAU TINGGALKAN DENGAN MASALAH

YANG TAK MAU BERHENTI MEMANJANG,

BERCABANG-CABANG, BERLUBANG-LUBANG,

YANG KADANG-KADANG AKU BAYANGKAN

SEPERTI ULAR PALING PANJANG

ATAU JALAN-JALAN ATAU PERJALANAN

YANG TAK PERNAH MENEMUKAN UJUNG

ATAU KELELAHAN SAMBIL MENCURIGAI KAU

SEBETULNYA MATI BUNUH DIRI

SEUSAI MENCURI NAMA AKU DAN SELURUH

PERSEDIAAN NAMA UNTUK MASA DI DEPAN AKU

 

hari ini aku yang tanpa nama berjalan terkatung-katung di

antara jutaan aku lainnya yang juga tanpa nama membawa

cinta yang marah dan pisau ke mana-mana

 

sambil memikirkan semua rencana yang pernah kau

katakan, semua janji yang pernah kau sumpahkan, semua

cita-cita yang pernah kau ucapkan. semuanya. yang masih

rencana, yang masih janji, yang masih cita-cita

sambil mengenang perpisahan aku dan kau, saat nafas

lepas dari tubuh kau dan masuk memenuhi tubuh aku

 

sambil mencari jam yang tepat untuk merasakan

bagaimana pisau melepas nafas kau dari tubuh aku

jika mungkin

2009

 

 

KELAK SUATU HARI SEBELUM SALAH SATU

DI ANTARA AKU DAN KAU TERSANGKUT MAUT,

DI HARI ULANG TAHUN KAU, SAAT TIDAK ADA

PEKERJAAN KANTOR YANG MELARANG KAU CUTI,

AKU AKAN MENGAJAK KAU MENJADI TUA RENTA

LALU MENGAJAK KAU KEMBALI

MENJADI ANAK-ANAK

 

aku akan mengajak kau menginap semalam di salah satu

panti jompo, tempat orang-orang yang punya anak-anak

terlalu sibuk, tempat orang-orang merasa dekat sekali

dengan makam, tempat orang-orang susah payah

mengingat bagaimana caranya tersenyum. di sana aku dan

kau akan membaca sajak-sajak cinta kepada mereka.

dengan begitu kita bisa membayangkan bagaimana kelak

kalau kita sudah tua, bagaimana rasanya berjalan-jalan di

tepi jurang maut

 

besoknya, aku akan membuat sepasang layang-layang.

kemudian akan aku ajak kau ke sebuah padang. jika aku

susah menemukan padang, aku dan kau akan memanjat

ke atap gedung yang menyerupai tanah lapang, di mana

seseorang sering memarkir pesawatnya. di sana kita akan

bermain layang-layang sepuasnya. mungkin aku dan kau

sepasang tubuh dewasa yang tak lagi memiliki jiwa kanak-

kanak. siapa tahu layang-layang menerbangkan aku dan

kau kembali ke masa kanak-kanak, saat senja masih

bening, saat pohon-pohon masih hijau, saat cinta belum

terlalu rumit buat dipahami.

 

 

PAGI INI, DI HARI ULANG TAHUN KESEPULUH

KEMATIAN KAU, DENGAN BASAH LUMPUR PASAR

DI TUNGKAI AKU DUDUK DI HADAPAN BAYAM,

KACANG PANJANG, WORTEL, TOMAT, CABAI

DAN BAWANG YANG BELUM DIPOTONG

JUGA PISAU YANG LUPA DIASAH SAMBIL

MEREKA-REKA KABAR KAU DI DALAM AKU

 

masih. aku melihat kau masih ada di dalam aku. alangkah

pulas kau tertidur seolah tak punya keinginan untuk

bangun dan mengucapkan: selamat pagi, sayang!

 

ingin sekali aku membisikkan mimpi ke bibir kau, agar

kau juga bisa mengeluh tentang mall yang semakin banyak

dan harga-harga barang yang bengkak, tentang jalan-jalan

yang dibangun untuk mesin cuma, tentang tayangan

hiburan tivi yang menyengsarakan. agar kau tahu betapa

susah bertahan mencintai seseorang di tengah semua

itu

 

agar kau tahu aku masih mencintai kau

 

(bayam, kacang panjang, wortel, tomat, cabai dan bawang

belum juga diiris. pisau itu mengapa berdiri begitu dekat

dengan urat nadi aku? tiba-tiba airmata menyentuh bibir

aku membuat aku sadar seperti biasa aku lupa lagi

membeli garam)

 

 

DI SEBUAH UJUNG KEMARAU, BEBERAPA HARI

SEBELUM KAU PERGI, SAAT PETANI DI KAMPUNG

SEDANG MENCIPTAKAN MUSIM HUJAN,

BENDUNGAN DAN IRIGASI DI MATA MEREKA,

KAU MEMINTA AKU MENDONGENG

SAMBIL BERHARAP KAU BISA TERTIDUR

DAN MEMIMPIKAN SESEORANG DARI MASA LALUMU,

MAKA AKU BERTANYA: TAHUKAH KAU KENAPA

LELAKI ITU SENANG BERMAIN HUJAN?

 

suatu hari, di bawah langit bermata teduh, di wajah sungai

yang keruh seorang anak sejenak berkaca hendak mencuci

wajahnya yang belepotan airmata. sungai menangis tersedu

diseduh wajah sedih anak itu

 

sungai itu menangis semakin deras, lewat sepasang mata

anak itu, sungai menyaksikan wajahnya yang keruh. dan

sungai itu pelan-pelan jernih, dijernihkan airmatanya

sendiri

 

anak itu semakin deras menangis. sedihnya tidak hendak

sudah melihat sungai ikut tersedu. dan wajah anak itu

pelan-pelan bersih, dibersihkan airmatanya sendiri

langit bermata teduh goyah hampir jatuh menyaksikan

peristiwa itu

 

bertahun-tahun kemudian, anak itu sudah gadis dan

sungai itu sudah panjang, keduanya sungguh-sungguh

bening, bertemu kembali. mereka bermandian, gadis

mandi di mata sungai, sungai mandi di mata gadis, sampai

tubuh mereka tembus pandang sampai tubuh mereka

menghilang

 

langit bermata teduh yang sejak lama hampir jatuh

menyerah menyerap tubuh mereka yang menguap itu

 

 

MUNTAH-MUNTAH KARENA TAK TAHAN

PENDINGIN UDARA ADALAH SALAH SATU ALASAN

KENAPA AKU BERKERAS BERTAHUN-TAHUN

MENCINTAI KAU BAHKAN SETELAH BERJALAN

MENGGOTONG KERANDA MAYAT KAU

BERKILO-KILO METER DARI RUMAH

KE PEKUBURAN DI ANTARA KERAMAIAN HUJAN

YANG MENANGIS DERAS

 

sekarang aku yakin kau bisa menikmati ruangan paling

nyaman sebab kata seorang pengkhutbah yang suka marah

dan punya anak kembar lucu bernama haram dan halal, di

sana tak ada toko yang menjual alat pendingin ruangan.

yang ada hanya tungku pemanas dan kolam tempat

banyak buah dan susu berenang bersenang-senang

 

dan kau tak perlu khawatir, aku tak akan pernah berpikir

membayar salah satu partai agar gambar wajah aku bisa

dipasang di pinggir-pinggir jalan membuat sebagian orang

tertawa dan sebagian lagi kecewa kemudian membuangnya

di kotak suara. sebab aku tak mau menyiksa tulang-tulang

kau di dalam daging aku. sebab aku tak mau

memuntahkan jantung kau yang tambah tumbuh dari

tubuh aku

 

aku tak mau punya ruangan dan mobil yang beralat

pendingin yang wajib dimiliki para anggota dewan

 

aku tak mau. meski dulu setiap malam di tempat tidur kau

bilang pada aku: sampai mati, sampai hidup kembali, aku

pilih kau!

 

 

MENJELANG SEBELAS TAHUN KEMATIAN KAU,

SAAT USIA BANGUN AKU (ATAU TIDUR AKU

TAK ADA BEDANYA) SUDAH SEABAD LEBIH

SETAHUN, AKU SEMAKIN BANYAK MENGINGAT

KAU, SEMAKIN BANYAK MENGULANG

KALIMAT KAU, SEPERTI KALI INI AKU

MENGATAKAN SEKALI LAGI YANG KAU SEBUTKAN

DI UJUNG NAFAS KAU (YANG MUNGKIN WASIAT)

 

jangan! jangan terlalu banyak kau panggil nama aku. orang

mati tak membutuhkan nama. nisan itu untuk orang

hidup, bukan untuk orang mati. atau untuk orang mati

yang masih hidup. aku ingin jadi orang mati yang sangat

mati. biarkan aku lepas dari belit belut masalah. begitu

harusnya kau mencintai aku!

 

semakin sering kau sebut semakin subur nama aku.

semakin subur nama aku semakin kerdil nama kau.

semakin kerdil nama mereka yang kecil. semakin kecil

 

(kalimat kau patah di situ. lalu jadi gema. cuma gema.

gema)

 

 

TENTANG M. AAN MANSYUR

M. Aan Mansyur tinggal di Makassar. Mendirikan dan bekerja sebagai relawan di lembaga literasi bernama Kafe Baca Biblioholic. Di sela kesibukan menulis, sesekali ia membuat film dokumenter. Bukunya yang sudah terbit: Hujan Rintih-rintih (kumpulan sajak, Ininnawa, 2005), Perempuan, Rumah Kenangan (novel, InsistPress, 2007) dan Aku Hendak Pindah Rumah (kumpulan sajak, Nala Cipta Litera, 2008 – masuk longlist Khatulistiwa Literary Award 2008).

Pilihan tampilan komentar

Pilih cara kesukaan Anda untuk menampilkan komentar dan klik "Simpan pengaturan" untuk mengaktifkan perubahan.
Foto fay

Saya nangis bacanya

Saya nangis bacanya

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler