Skip to Content

PUISI-PUISI WIJI THUKUL

Foto SIHALOHOLISTICK

PERINGATAN

jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

barangkali mereka putus asa

 

kalau rakyat sembunyi

dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

 

bila rakyat tidak berani mengeluh

itu artinya sudah gawat

dan bila omongan penguasa

tidak boleh dibantah

kebenaran pasti terancam

 

apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986

 

DALAM KAMAR 6 X 7 METER

mimpi-mimpi bagusku kubunuh dengan kenyataan

tinggal tubuh kurus kering dan cericit tikus

ketika kuterbaring tidur di tikar dan bantal

yang banyak bangsatnya

tak seluruh mimpi-mimpi itu sirna

tersisa juga yang sederhana:

alangkah bahagia aku andai sudah bisa beli

minyak tanah dan menyalakan lampu teplok

lalu membaca buku sampai malam larut dan menulis

alangkah bahagia aku andai sudah beli kompor

dan masak supermi ketika lapar

alangkah bahagia aku andai sudah bisa menggaji ibu

membeli baju baru bagi adik-adik ketika lebaran

rokok buat bapak dan lain-lain

 

lapar memang memalukan!

(tiba-tiba aku mendengar jutaan nyawa saudaraku yang

karena lapar menjadi copet, lonte dan gelandangan

tiba-tiba aku merasa lebih kaya tinimbang mereka

rumah punya, nyewa tak apa

makan bisa hutang kiri-kanan

minum tersedia air sumur umum).

 

justru hari inilah

ketika aku lapar sendiri dalam kamar 6 x 7 meter

di sini ini

aku bersyukur masih sempat nulis puisi

aku bersyukur masih sempat nulis puisi

 

BUNGA DAN TEMBOK

seumpama bunga

kami adalah bunga yang tak

kaukehendaki tumbuh

engkau lebih suka membangun

rumah dan merampas tanah

 

seumpama bunga

kami adalah bunga yang tak

kaukehendaki adanya

engkau lebih suka membangun

jalan raya dan pagar besi

 

seumpama bunga

kami adalah bunga yang

dirontokkan di bumi kami sendiri

 

jika kami bunga

engkau adalah tembok

tapi di tubuh tembok itu

telah kami sebar biji-biji

suatu saat kami akan tumbuh bersama

dengan keyakinan: engkau harus hancur!

 

di dalam keyakinan kami

di mana pun – tiran harus tumbang!

Solo, 87-88

 

 

PUISI SIKAP

maumu mulutmu bicara terus

tapi tuli telingamu tak mau mendengar

 

maumu aku ini jadi pendengar terus

bisu

 

kamu memang punya tank

tapi salah besar kamu

kalau karena itu

aku lantas manut

 

andai benar

ada kehidupan lagi nanti

setelah kehidupan ini

maka aku kuceritakan kepada semua makhluk

bahwa sepanjang umurku dulu

telah kuletakkan rasa takut itu di tumitku

dan kuhabiskan hidupku

untuk menentangmu

hei penguasa zalim

24 januari 97

 

GENTONG KOSONG

parit susut

tanah kerontang

langit mengkilau perak

matahari menggosongkan pipi

 

gentong kosong

beras segelas cuma

masak apa kita hari ini

 

pakis-pakis hijau

bawang putih dan garam

kepadamu kami berterima kasih

atas jawabanmu

pada sang lapar hari ini

 

gentong kosong

airmu kering

ciduk jatuh bergelontang

minum apa hari ini

 

sungai-sungai pinggir hutan

yang menolong di panas terik

dan kalian pucuk-pucuk muda daun pohon karet

yang mendidih bersama ikan teri di panci

jadilah tenaga hidup kami hari ini

dengan iris-irisan ubi keladi

yang digoreng dengan minyak

persediaan terakhir kami

 

gentong kosong

botol kosong

marilah menyanyi

merayakan hidup ini

6 Januari 97

 

NONTON HARGA

ayo

keluar kita keliling kota

tak perlu ongkos tak perlu biaya

masuk toko perbelanjaan tingkat lima

tak beli tak apa

lihat-lihat saja

 

kalau pengin durian

apel pisang rambutan atau anggur

ayo

kita bisa mencium baunya

mengumbar hidung cuma-cuma

tak perlu ongkos tak perlu biaya

di kota kita

buah macam apa

asal mana saja

ada

 

kalau pengin lihat orang cantik

di kota kita banyak gedung bioskop

kita bisa nonton posternya

atau ke diskotik

di depan pintu

kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma

mendengarkan detak musik

denting botol

lengking dan tawa

bisa juga kaunikmati

aroma minyak wangi luar negeri

cuma-cuma

aromanya saja

 

ayo

kita keliling kota

hari ini ada peresmian hotel baru

berbintang lima

dibuka pejabat tinggi

dihadiri artis-artis ternama dari ibukota

lihat

mobil para tamu berderet-deret

satu kilometer panjangnya

 

kota kita memang makin megah dan kaya

 

tapi hari sudah malam

ayo kita pulang

ke rumah kontrakan

sebelum kehabisan kendaraan

ayo kita pulang

ke rumah kontrakan

tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

siap dijual di pelelangan

 

besok pagi

kita ke pabrik

kembali kerja

sarapan nasi bungkus

ngutang

seperti biasa

18 Nopember 96

 

BAJU LOAK SOBEK PUNDAKNYA

siang tadi aku beli baju

harganya murah

harganya murah bojoku

di pedagang loak

di pedagang loak bojoku

pundaknya sedikit sobek

sedikit sobek bojoku

bisa dijahit tapi

nanti akan kubeli benang

akan kubeli jarum

untuk menjahit bajumu bojoku

 

untukmu bojoku

baju itu untukmu

 

tadi siang kucuci baju itu

kucuci bojoku

 

tapi aku bimbang

aku bimbang bojoku

kutitip ke kawan

atau kubawa sendiri

nanti kalau aku pulang

kalau aku pulang bojoku

 

karena sekarang aku buron

diburu penguasa

karena aku berorganisasi

karena aku berorganisasi bojoku

 

baju itu kulipat bojoku

di bawah bantal

tak ada setrika bojoku

tak ada setrika

agar tak lusuh

agar tak lusuh

karena baju ini untukmu bojoku

22 Januari 96

 

kutundukkan kepalaku

bersama rakyatmu yang berkabung

bagimu yang bertahan di hutan

dan terbunuh di gunung

di timur sana

di hati rakyatmu

tersebut namamu selalu

di hatiku

aku penyair mendirikan tugu

meneruskan pekik salammu

a luta continua

 

kutundukkan kepalaku

kepadamu kawan yang dijebloskan

ke penjara negara

hormatku untuk kalian

sangat dalam

karena kalian lolos dan lulus ujian

ujian pertama yang mengguncang

 

kutundukkan kepalaku

kepadamu ibu-ibu

hukum yang bisu

telah merampas hak anakmu

 

tapi bukan cuma anakmu ibu

yang diburu dianiaya difitnah

dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini

karena itu aku pun anakmu

karena aku ditindas

sama seperti anakmu

 

kita tidak sendirian

kita satu jalan

tujuan kita satu ibu: pembebasan!

 

kutundukkan kepalaku

kepada semua kalian para korban

sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk

 

kepada penindas

tak pernah aku membungkuk

aku selalu tegak

4 juli 1997

 

CATATAN

gerimis menderas tengah malam ini

dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-sendi

dalam sunyi hati menggigit lagi

ingat

saat pergi

dan pipi kiri kananmu

kucium

tak sempat mencium anak-anak

khawatir

membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)

bertanya apa mereka saat terjaga

aku tak ada (seminggu sesudah itu

sebulan sesudah itu

dan ternyata lebih panjang dari yang kalian harapkan!)

dada mengepal perasaan

waktu itu

cuma terbisik beberapa patah kata

di depan pintu

kaulepas aku

meski matamu tak terima

karena waktu sempit

aku harus gesit

 

genap ½ tahun aku pergi

aku masih bisa merasakan

bergegasnya pukulan jantung

dan langkahku

karena penguasa fasis

yang gelap mata

 

aku pasti pulang

mungkin tengah malam dini

mungkin subuh hari

pasti

dan mungkin

tapi jangan

kau tunggu

 

aku pasti pulang dan pasti pergi lagi

karena hak

telah dikoyak-koyak

tidak di kampus

tidak di pabrik

tidak di pengadilan

bahkan rumah pun

mereka masuki

muka kita sudah diinjak!

 

kalau kelak anak-anak bertanya mengapa

dan aku jarang pulang

katakan

ayahmu tak ingin jadi pahlawan

tapi dipaksa menjadi penjahat

oleh penguasa

yang sewenang-wenang

 

kalau mereka bertanya

“apa yang dicari?”

jawab dan katakan

dia pergi untuk merampok

haknya

yang dirampas dan dicuri

15 januari 97

 

AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA

aku bukan artis pembuat berita

tapi aku memang selalu kabar buruk buat

penguasa

 

puisiku bukan puisi

tapi kata-kata gelap

yang berkeringat dan berdesakan

mencari jalan

ia tak mati-mati

meski bola mataku diganti

ia tak mati-mati

meski bercerai dengan rumah

ditusuk-tusuk sepi

ia tak mati-mati

telah kubayar yang dia minta

umur-tenaga-luka

 

kata-kata itu selalu menagih

padaku ia selalu berkata

kau masih hidup

 

aku memang masih utuh

dan kata-kata belum binasa

18 juni 97

 

KUBURAN PURWOLOYO

di sini terbaring

mbok Cip

yang mati di rumah

karena ke rumah sakit

tak ada biaya

 

di sini terbaring

pak Pin

yang mati terkejut

karena rumahnya tergusur

 

di tanah ini

terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terhisap dan menanggung hutang

di sini

gali-gali

tukang becak

orang-orang kampung

yang berjasa dalam setiap Pemilu

terbaring

dan keadilan masih saja hanya janji

 

di sini

kubaca kembali

: sejarah kita belum berubah!

jagalan, kalangan

solo, 25 oktober 88

 

SUTI

Suti tidak pergi kerja

pucat ia duduk dekat ambennya

Suti di rumah saja

tidak ke pabrik tidak ke mana-mana

Suti tidak ke rumah sakit

batuknya memburu

dahaknya berdarah

tak ada biaya

 

Suti kusut-masai

di benaknya menggelegar suara mesin

kuyu matanya membayangkan

buruh-buruh yang berangkat pagi

pulang petang

hidup pas-pasan

gaji kurang

dicekik kebutuhan

 

Suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun dihisap kerja

 

Suti batuk-batuk lagi

ia ingat kawannya

Sri yang mati

karena rusak paru-parunya

 

Suti meludah

dan lagi-lagi darah

 

Suti memejamkan mata

suara mesin kembali menggemuruh

bayangan kawannya bermunculan

Suti menggelengkan kepala

tahu mereka dibayar murah

 

Suti meludah

dan lagi-lagi darah

 

Suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada obat

solo, 27 februari 88

 

TONG POTONG ROTI*

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini datang gantinya

 

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

bagi-bagi tanahnya

 

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

siapa beli gunungnya

 

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini indonesia

 

tong potong roti

roti campur mentega

belanda sudah pergi

kini siapa yang punya

 

solo, kalangan, april 89

* diilhami sebuah tembang rakyat dari Madura

 

APA YANG BERHARGA DARI PUISIKU

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau adikku tak berangkat sekolah

karena belum membayar SPP

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak

Jika nasi harus dibeli dengan uang

Jika kami harus makan

Dan jika yang dimakan tidak ada?

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau bapak bertengkar dengan ibu

Ibu menyalahkan bapak

Padahal becak-becak terdesak oleh bis kota

Kalau bis kota lebih murah siapa yang salah?

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau ibu dijiret utang?

Kalau tetangga dijiret utang?

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau kami terdesak mendirikan rumah

Di tanah-tanah pinggir selokan

Sementara harga tanah semakin mahal

Kami tak mampu membeli

Salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah?

Apa yang berharga dari puisiku

Kalau orang sakit mati di rumah

Karena rumah sakit yang mahal?

Apa yang berharga dari puisiku

Yang kutulis makan waktu berbulan-bulan

Apa yang bisa kuberikan dalam kemiskinan

Yang menjiret kami?

 

Apa yang telah kuberikan

Kalau penonton baca puisi memberi keplokan

Apa yang telah kuberikan

Apa yang telah kuberikan?

Semarang, 6 maret 86

 

 

CATATAN HARI INI

aku nganggur lagi

 

semalam ibu tidur di kursi

jam dua lebih aku menulis puisi

aku duduk menghadap meja

ibu kelap-kelip matanya ngitung utang

 

jam enam sore:

bapak pulang kerja

setelah makan sepiring

lalu mandi tanpa sabun

 

tadi siang ibu tanya padaku:

kapan ada uang?

 

jam setengah tujuh malam

aku berangkat latihan teater

apakah seni bisa memperbaiki hidup?

Solo, juni 86

 

CATATAN SURAM

kucing hitam jalan pelan

meloncat turun dari atap

tiga orang muncul dalam gelap

sembunyi menggenggam besi

 

kucing hitam jalan pelan-pelan

diikuti bayang-bayang

ketika sampai di mulut gang

tiga orang menggeram

melepaskan pukulan

 

bulan disaput awan meremang

saksikan perayaan kemiskinan

daging kucing pindah

ke perut orang!

Solo, 1987

 

DARMAN

desa yang tandus ditinggalkannya

kota yang ganas mendupak nasibnya

tetapi dia lelaki perkasa

kota keras

hatinya pun karang

bergulat siang malam

Darman kini lelaki perkasa

masa remaja belum habis direguknya

Tukini setia terlanjur jadi bininya

kini Darman digantungi lima nyawa

Darman yang perkasa

kota yang culas tidak akan melampus hidupnya

tetapi kepada tangis anak-anaknya

tidak bisa menulikan telinga

lelaki, ya Darman kini adalah lelaki perkasa

ketika ia dijebloskan ke dalam penjara

Tukini setia menangisi keperkasaannya

 

ya merataplah Tukini

di dalam rumah yang belum lunas sewanya

di amben bambu wanita itu tersedu

sulungnya terbaring diserang kolera

 

Tukini yang hamil buncit perutnya

nyawa di kandungan anak kelima

 

KOTA INI MILIK KALIAN

di belakang gedung-gedung tinggi

kalian boleh tinggal

kalian bebas tidur di mana-mana kapan saja

kalian bebas bangun sewaktu kalian mau

jika kedinginan karena gerimis atau hujan

kalian bisa mencari hangat

di sana ada restoran

kalian bisa tidur dekat kompor penggorengan

bakmi ayam dan babi denting garpu dan sepatu mengkilat

di samping sedan-sedan dan mobil-mobil bikinan asli jepang

 

kalian bisa mandi kapan saja

sungai itu milik kalian

kalian bisa cuci badan dengan limbah-limbah industri

 

apa belum cukup terang benderang itu lampu merkuri taman

apa belum cukup nyaman tidur di bawah langit kawan

kota ini milik kalian

kecuali gedung-gedung tembok pagar besi itu jangan!

 

 

SAJAK TIGA BAIT

kepada: kun

 

yang gelisah mengajakku pulang

aku tahu aku tak sendirian

sesenyap apa di mana pun

 

ada yang mengajak berhenti ketika lari

ada yang mengajak bicara ketika diam

ada yang mengajak terbahak ketika bungkam

ada yang mengajak jaga ketika tidur

aku tak tahu siapa namamu

 

yang mengajakku pulang

dengan suara rindu bapa pada anaknya

yang membuatku tersedu

di tengah jalan yang panjang dan remang

 

TENTANG SEBUAH GERAKAN

tadinya aku pengin bilang

aku butuh rumah

tapi lantas kuganti

dengan kalimat:

setiap orang butuh tanah

ingat: setiap orang!

 

aku berpikir tentang

sebuah gerakan

tapi mana mungkin

aku nuntut sendirian?

 

aku bukan orang suci

yang bisa hidup dari sekepal nasi

dan air sekendi

aku butuh celana dan baju

untuk menutup kemaluanku

 

aku berpikir tentang gerakan

tapi mana mungkin

kalau diam?

1989

 

OTOBIOGRAFI

tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia

tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia

adalah buku lapar arti

tipis segara habis diburu kubur-kubur waktu

 

hari-hari pun sajak menagih kata

kata-kata pun ketagihan jiwa

dalam sebuah buku lembar-lembar berguguran

tak seperti bunga tetap kita sirami di taman-Mu ini

 

AKU DILAHIRKAN DI SEBUAH PESTA YANG TAK PERNAH SELESAI

aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai

selalu saja ada yang datang dan pergi hingga hari ini

 

ada bunga putih dan ungu dekat jendela di mana

mereka dapat

memandang dan merasakan kesedihan dan kebahagiaan

tak ada menjadi miliknya

 

ada potret penuh debu, potret mereka yang pernah hadir

dalam pesta itu entah sekarang di mana setelah mati

ada yang merindukan kubur bagi angannya sendiri

yang melukis waktu sebagai ular

ada yang ingin tidur sepanjang hari bangun ketika hari

penjemputan tiba agar tidak merasakan menit-menit

yang menekan dan berat

 

di sana ada meja penuh kue aneka warna, mereka

menawarkannya

padaku, kuterima kucicipi semua, enak!

itulah sebabnya aku selalu lapar

sebab aku hanya punya satu, kemungkinan!

 

Tuhanku aku terluka dalam keindahan-Mu.

 

 

TENTANG WIJI THUKUL

Wiji Thukul lahir 26 Agustus 1963 di kampung Sorogenen, Solo, yang mayoritas penduduknya tukang becak dan buruh. Dia sendiri datang dari keluarga tukang becak. Anak tertua dari tiga bersaudara, berhasil menamatkan SMP (1979) dan masuk SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) jurusan tari, tapi tidak tamat alias DO (1982). Selanjutnya ia berjualan koran, kemudian oleh tetangganya diajak bekerja di sebuah perusahaan meubel antik menjadi tukang pelitur. Di sini lah Wiji yang dikenal pelo (cadel) sering mendeklamasikan puisinya buat teman-teman sekerjanya. Menulis puisi mulai sejak di bangku SD, dunia teater dimasuki ketika SMP. Lewat seorang teman sekolah dia ikut sebuah kelompok teater JAGAT (singkatan Jagalan Tengah). Bersama rekan-rekannya di teater inilah ia keluar masuk kampung ngamen puisi diiringi instrumen musik: rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dll. Tidak hanya di wilayah solo, tapi juga sampai ke Yogya, Klaten, Surabaya, Bandung, Jakarta. Juga pernah ke Korea dan kota-kota besar Australia. Tidak hanya di kampung-kampung, juga masuk kampus, selain warung dan restoran. Dalam sebuah wawancara dikatakan bahwa awalnya ia dianggap gila. Akhirnya menurut Wiji, sebelum ngamen puisi, dia ngamen musik (nyanyi) terlebih dahulu. Setelah empunya rumah siap, baru dia ngamen puisi.  Tahun 1988 pernah menjadi wartawan MASA KINI meski cuma tiga bulan. Untuk menyambung hidup, di samping membantu isteri membuka usaha jahitan pakaian, Wiji Thukul juga menerima pesanan sablonan kaos, tas, dll. Saat mengontrak rumah di kampung Kalangan, Solo, ia menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis untuk anak-anak. Tahun 1992, sebagai penduduk Jagalan-Purungsawit ikut memprotes pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik tekstil. Wiji Thukul menerima WERTHEIM ENCOURAGE AWARD di negeri Belanda. Bersama Rendra ia adalah penerima award pertama sejak yayasan itu didirikan untuk menghormati sosiolog dan ilmuwan Belanda W.F. Wertheim. (Selanjutnya saya mengutip biografi Wiji dalam Rahasia Membutuhkan Kata-nya Harry Aveling) Semenjak serangan atas markas besar PDI-P Megawati Soekarnoputi pada (27) Juli 1996, Wiji merupakan salah seorang dari sejumlah buruh yang menentang melawan rezim Suharto (1966-98) yang kemudian mendadak “hilang”, dan tak dapat ditemukan lagi. Sajak Wiji dikumpulkan dan diterbitkan saat dia diperkirakan sudah meninggal, oleh sebuah penerbit kecil yang cukup mencuat, Indonesia Tera, pada Juni 2000 dengan judul Aku Ingin jadi Peluru.  

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler