Skip to Content

Aku dan Cinta Yang terluka

Foto Salma Mukadar Sastra
files/user/8859/IMG_20200510_124520.jpg
IMG_20200510_124520.jpg

Hidup memang penuh dengan masalah. Namun bagaimana kita mampu mengikhlaskan yang sudah terjadi sebelumnya. 

 

  Aku perempuan yang menyukai senja dan sepi, pun menulis. Namaku pipit, sedang kekasihku bernama erik. Hampir setahun aku menjalani sebuah hubungan dengan kekasihku. Erik.

*

Tepat sembilan bulan satu minggu, hubungan kami  semakin dingin, suasana kabar mengabari sudah berbeda dari sebelumnya, seperti tidak bernyawa. Apalagi erik, kekasihku. Dia semakin tidak mengabari jika aku tidak mengirim sepenggal kata “apa kabar atau sedang apa”. Mungkin erik sudah memiliki kekasih yang baru, entahla. Aku selalu bertanya-tanya dalam hati, sebab yang aku rasakan begitu jauh beda dari sebelumnya. Aku sempat bertanya pada erik, namun kadang ia hanya diam atau hanya mengalihkan pembicaraan jika aku melontarkan sebuah pertanyaan-pertanyaan yang menurut aku harus di tanyakan kepada erik.

 

Waktu berjalan, hubungan kami semakin dingin, aku merasa tidak di pedulikan sama sekali. Resah yang selalu hadir di benakku, bahkan terasa begitu tercekik dengan apa yang di lakukan erik kepadaku. Kami sempat bertengkar dari hal-hal kecil hingga menjadi pertengkaran yang besar. Hingga erik tidak ingin menghubungiku. Katanya dia bosan melihat tingkahku yang memaksanya untuk harus mengabariku.

 

Di suatu malam saat bintang-bintang bertaburan nan indah, aku mengirim pesan singkat untuk mengakhiri hubungan dengan erik. Sebab aku sudah tidak lagi menahan luka yang berlarut-larut dalam tubuh ini, yang semakin melemah.

 Maaf, atas ketidaknyamanan ini.

Maaf jika kau semakin bosan dengan tingkahku,

semua usaha telah ku lakukan untuk menjadi yang terbaik,

tetapi apa boleh buat. Kau semakin peduli.”  


 Melalu pesan itu, aku mengutarakan hal yang sedang aku rasakan kepada erik.

 "Sembilan bulan lebih dia kekasihku, tetapi kini, dia sudah menjadi mantan kekasihku."Kataku dalam hati.

Aku terdiam lalu ponsel hp-ku bergetar. Yang di balas erik hanyalah kata terserah untuk mengakhiri hubungan, semacam dia sudah memiliki perempuan simpanan yang tidak aku ketahui. Cinta ini begitu menyayat hatiku.

 

Malam yang indah, tidak seindah mata ku yang ada hanyalah luka dan air mata. Luka mencekam diriku hingga air mata menetes tanpa pamrih. Aku menangis begitu pilu. Sejahat itukah kekasihku? Apakah benar, dia sudah tidak lagi mencintaiku.

 

Jika ini sebuah takdir, tambahkan kesabaran yang tak hentinya Tuhan. Biarlah. Biarlah kita menjadi fatamorgana yang tidak lagi di perhatikan. Cukup aku dan hanya aku yang merasakan. Terimakasih telah bersama sejauh ini, Walau pada akhirnya kau tidak peduli dengan perjuanganku. Biarkan cinta ini abadi pada puing-puing luka, yang akan membawa kita untuk tidak saling mengenal nantinya.” Ujarku dalam hati.

Aku sungguh mencintai erik, bahkan untuk kekurangan sudah tidak aku pikirkan. Bagiku cinta tidak harus tentang kekayaan, bukan juga tentang tampan dan tidak tampan. Aku hanya ingin di cintai, tidak lebih.

 

Waktu terus berjalan, aku belum juga pulih dari luka itu, luka yang selalu membakar di dadaku, yang membuat tubuh ini serasa di iris sembilu, perih.

Saat malam menyingsing, aku selalu saja merindukan erik, namun yang bisa aku lakukan hanyalah menetes air mata.

Aaah biar saja aku yang perih, tuhan tidak tidur, tidak pula buta. Dia tau apa yang harus di lakukan nantinya. Aku hanya perlu bersabar  dan iklhas dengan apa yang terjadi. Aku berdiri menatap langit yang indah itu, lalu menutup mata dan menarik nafas yang agak panjang. Tubuhku serasa ngilu yang amat pilu.

Tak lama kemudian aku beranjak pergi, tak ingin ku lihat bintang-bintang yang sedang bahagia memancarkan cahaya kepada bumi yang merindukannya. Aku cemburu melihatnya melengkapi. Mungkin ini adalah sebuah keputusan yang harus aku terima. Biarkan semuanya berakhir semestinya, tak baik untuk menyimpan sakit yang semakin hari semakin  membesar nantinya. Bahwa aku dan kau pun telah berakhir. “itu yang ada pada pikiraku”.

 

Hari-hari terasa berat bagiku, terluka. Yang ada hanyalah kenangan-kenangan yang membuatku semakin menangis.  Jika ini cinta, maka sudah pasti dia berjuang, sudah pasti dia akan peduli. Aku semakin tenggelam bersama luka. Tidak ada teman untuk ku ceritakan segala keluh kesah yang ada. Hanya dengan menulis. Yaa menulis. Aku adalah perempuan yang begitu mencintai puisi,  juga suka menulis, baik cerita yang aku tulis adalah apa yang aku lihat, atau yang pernah terjadi pada diriku sendiri. Sebab bagiku menulis adalah sebuah ketenangan yang mampu ku lampiaskan segala yang terjadi. Dengan menulis segala resah akan terlihat sedikit membaik. Apalagi ketika pikiranku sudah di hiasi kenangan yang pernah aku lalui dengan erik.

 

Beginilah hidup, adakalanya  kita bahagia adakalanya kita terluka. Namun semua itu harus kita lalui dengan penuh sabar, sebab tuhan tau mana yang terbaik untuk kita.

Apa yang harus aku lakukan untuk membaik dari luka yang perih ini.kataku dalam hati.  

Melupakan memang tidak semuda membalik telapak tangan. Kau harus melewati durasi-durasi sepi, pilu dan sebagainya tentang hal yang terasa sakit. Untuk sebuah keihklasan, tidak semudah dengan mengucapkannya.

 

Aku sudah lupa untuk bagaimana cara melihat pelangi, setelah lamanya hujan yang belum jua henti. Bahkan untuk melihat bintang yang indah saja sudah tidak bisa. Hari-hariku penuh dengan kumpulan kata yang terlihat galau. Tidak ada yang bernafas kali ini. Biar saja ku tulis puisi untukmu, pertanda bahwa cinta tidak semata-mata hanya dengan bersama, tetapi senyummu melihat puisiku yang romantis.

Semakin terluka, aku semakin membakar untuk menulis. Setidaknya kita pernah menjadi sepasang kekasih. Pernah berjanji dengan sebuah harapan lalu menyulam tangan, adalah pertanda kita sedang di landa khasmaran.

 

Di rumah kenangan itu, hujan merambat semakin deras, adalah mataku yang merintih. Aku bagaikan sedang di babibuta oleh keegoisan. Tanganmu yang pernah ku jabat dengan lembutnya, kini menjadi satu-satunya tangan yang memutuskan tali persatuan cinta kita. Putus setelah sekian lama kita berusaha untuk memperkuat. Padahal kau selalu membicarakan tentang cintamu kepadaku. Sesederhana dan seindah perjumpaan awal kita. Pernah ku anggap kau serupa malaikat yang datang membawa sejuta harapan yang indah. Walau pada akhirnya akan terbakar hangus menjadi debu. Kau sama sekali tidak bertanggung jawab dengan apa yang sempat kau janjikan. Bahkan kau lebih ingin menghilang tanpa tersisa. Kau semakin membuatku tenggelam, tanpa berfikir aku akan terpukul sekuat ini. Kau kini jauh, jauh dari hidupku. Mungkin ini salahku yang seharunya tidak mengharapkanmu lagi.

 

Pagi tiba, sinar matahari membangunkanku lewat etalase-etalase kamar. Tumbuhan terlihat segar ketika di basahi embun. Perasaanku masih sama seperti yang sudah sudah. Barangkali untuk sebuah lupa, aku hanya perlu menerima kenyataan ini.

Pagi adalah cara tepat menulis cerita atau kehidupan baru, walau yang nampak adalah cerita lalu. Aku selalu menantimu kembali, bagaikan kau satu-satunya manusia yang ada di dunia ini. Mata pagimu selalu menjadi bayangan. Lalu membuatku semakin sendu dan rindu.

Rupanya aku terlalu mengeluh pada kenyataan, bahwa yang hadir pada mulanya akan juga pergi. Dan barangkali tuhan hanya menitipmu padaku, bukan untuk bertahan. Walau segala cinta telah ku beri, namun akhirnya aku selalu saja terluka dengan apa yang hendak kau lakukan kepadaku.

 

Matahari semakin pecah, dan aku masih saja bermanja-manja di atas tempat tidurku sambil melihat ponsel hp yang agak sunyi sepi. Rasanya aku ingin  memutar kembali waktu agar takakan pernah mengenal dengan erik hingga sejauh ini.

Aku selalu ingat lentik matanya yang indah di pagi yang sejuk. Tentang kesibukannya membuatku segelas teh hangat pada pagi yang dingin. Aku benci pagi yang membuatku untuk mengingatnya, tentang senyumnya yang pesona, tubuhnya yang mekar, semekar bunga yang di basahi embun pagi. Rindu selalu membawaku untuknya meski rasanya hambar untuk di kembalikan dengan rindu pula.

Biar saja rindu ini ku sembunyikan pada hatiku yang sepi. Tidak ku salahkan takdir, sebab bagaimana pun, dengan hadirnya aku belajar bersabar dan dewasa. Biarlah semuanya tertinggal dan kenangan di lepaskan oleh waktu. Untuk hal-hal yang entah, tetaplah menjadi cermin hidup, bahwa hidup tidak selalu berpihak pada keinginan. Walaupun berat untuk di terima.

 

Perpisahan memang hal yang tidak di inginkan oleh sepasang kekasih yang jatuh cinta. Bukan pula hal yang gampang untuk di biarkan begitu saja. Barangkali itu adalah hal yang mampu membunuh semangat menjadi malas yang berkepanjangan. Walau pun aku menyadari bahwa perihal cinta sepihak memang harus di tinggalkan. Agar tidak melukai sepihak pula. Dengannya, cinta selalu tumbuh mekar, semekar tubuhnya yang ku peluk penuh cinta.

 

Tepat 11:30 . Aku bergegas mandi, setelah itu lanjut terbaring di atas kasur yang empuk. tidak ada yang bisa aku lalukan selain terbaring sambil menulis luka-luka yang masih berdarah. Aku benci sebuah ingatan yang mengantarkanku untuknya. Memandangnya hanya lewat berimajinasi. Namun tak bisa ku pungkiri, aku benar-benar merindukan dirinya. Tentang sapaan-sapaan melalui sepenggal sms, atau suaranya yang begitu harus untuk di dengar agar tubuhku terlihat bernyawa. Ini benar-benar tersiksa bagiku.

 

Waktu berjalan. Siang akan di telan sore, lalu senja akan menyingsing. Aku bergegas untuk melihat betapa aduhainya senja hari ini, hari di mana tubuhku rindu dan senja adalah cara tepat untuk menebasnya. Aku suka senja, sebab bagiku senja membawaku kepada dunia yang tenang, dengan pancaran warna jingganya, aku merasa dunia memang benar-benar membutuhkan keindahan untuk tenang.

 

Segelas kopi ku seruput. Mataku melotot pada senja, tak ingin lagi berpindah ke arah lain. Hingga sedikit demi sedikit, senja itu akan pergi. Rasanya aku akan jauh dari bayangan-bayangan erik. Aku semakin resah. Namun tak ada akhir untuk menantinya serupa aku menati senja di sore setiap hari.

 

Hampir 25 menit, senja pergi, dan aku bergegas untuk kembali lalu melakukan rutinitasku, tidak lain adalah menulis. Ini adalah hal yang sudah tidak bisa lagi aku hilangkan dalam hidupku, juga membaca kisah-kisah cerpen yang romantis. Membaca dan menulis adalah hal yang aku cintai. Sebab tulisan akan membawamu kembali. Kata-kataku adalah instrumen untuk mengembalikanmu walau dengan penantian yang panjang.

 

Malam hadir, tiba-tiba saja aku merindukan erik. Tubuhku seakan-akan di perkosa cinta yang egois. Malam ini aku sempat mengirim pesan singkat untuknya. “apa kabarmu, lama tak berkabar”. Namun tidak ada respon yang aku inginkan untuk menenang hati yang sepi. Pun harapan yang menantinya membalas walau dengan ucapan yang cuek.

 

Apakah erik benar-benar melupakan aku?Tanyaku dalam hati.

Untuk sebuah hubungan yang agak lama, tidak mungkin dengan mudah erik melupakannya. Mungkin dia hanya tidak ingin di ganggu atau dia hanya ingin menenangkan dirinya oleh penat-penat yang dia rasakan.

Aku semakin memiliki banyak pertanyaan untuk ku tanyakan kepada erik, kelak. Ketika kita sudah bersapa kembali. Yaaaa aku rasa ini hanya sementara. Pintaku untuk menguatkan segala batin yang jatuh ke penjuru luka.

 

Cinta selalu saja membawa perih, menyisakan luka. Aku hanya perlu ikhlas dengan yang sudah terjadi. Kelak, jika dia kembali. Tak ingin ku ambil cintanya lagi. Ini sudah cukup bagiku. Biar saja kita hilang di telan waktu. Hingga pada akhirnya nanti, kita akan sama-sama melupakan. Bahwa kita pernah saling berjanji untuk cinta yang tak kau restui, lalu memilih untuk pergi tanpa mengenggam tanganku lagi.

 

Ikhlas adalah cara untuk berdamai dengan luka, merawat hati agar tidak perih. Bahwa kenyataan memang benar-benar harus di terima walau segalanya sulit.

Mungkin aku terlalu peka untuk cintamu yang palsu. Memberi seluruh yang kupunya, namun kau tak pernah menyadari hal itu.Kataku dalam hati

 

Semoga kelak kau merasakan apa yang ku rasakan. Hingga kau sadar bahwa kenyataan itu akan kau dapatkan dengan penyesalan yang benar-benar membawamu pada sesuatu yang tidak ingin kau kenal. Cinta. Yaa cinta.


Cinta selalu saja membawa perih, menyisakan luka.

Begitulah hidup, adakalanya  kita bahagia adakalanya kita terluka.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler