Skip to Content

Martabak Meses (1)

Foto Natasia Deva

Martabak Meses (1)
(By : Natasia Deva)

Kevin memperhatikan martabak meses di depannya. Adonan spesial buatan sendiri yang dibuat dengan sepenuh hatinya. Dibuat sesempurna mungkin dengan harapan akan menyenangkan hati Valen. Senyumnya tersungging begitu membayangkan ekspresi cewek itu saat menerima roti buatannya. Tapi, Kevin sadar. Itu hanya khayalannya, bukan kenyataan. Fakta yang sebenarnya mungkin saja akan sebaliknya. Masih mending kalau Valen mau memegangnya. Bisa saja perempuan Timor itu ogah-ogahan melihat hadiahnya. Apalagi setelah cewek itu tahu kebiasaannya, yang selalu mengirimkan hadiah setiap malam minggu. Terbersit ingatan seperti kejadian kemarin yang bisa saja terulang. Hadiah pemberiannya minggu lalu yang dibiarkan jamuran di pojok teras rumah cewek itu selama lebih dari 4 hari.
“Ya ampun! Gw harus bagaimana?!” teriaknya frustasi. Cowok itu mengacak-ngacak rambutnya putus asa. Idenya benar-benar sudah habis. Tidak ada lagi yang tersisa. Ia tidak tahu lagi mesti pakai cara apa agar bisa membuat Valen menyentuh hadiahnya. Semua cara sudah ia lakukan. Tapi tetap saja hasilnya nihil. Dena benar, mungkin Valen tidak akan pernah memaafkannya. Bukan untuk sementara, tapi kali ini mungkin akan selamanya.

Kevin memperhatikan lagi martabak di depannya. Menatap dengan tatapan hampa sambil menarik napas panjang berkali-kali. Ia sudah mengikuti saran Dena. Membuat martabak meses sesuai anjurannya. Tapi dia tidak yakin apa kali ini akan berhasil sesuai harapannya atau tidak.
“Apa lu yakin yang ini bakal berhasil?” Kevin membuka suaranya sedikit ragu. Ia ingin mendengar jawaban Dena langsung. Semoga saja, Dena tidak prinplan dengan idenya sendiri. Mendengar pertanyaan itu ditujukan padanya, spontan cewek itu mengalihkan pandangannya dari kaca bedak dan menatap Kevin. Sejenak ia bergumam tidak jelas. Kemudian tiba-tiba mendekat dan menjitak keras dahinya. Tuk!
“Aduhh! Sakit!” Cepat-cepat, cowok tinggi itu mengusap-usap kepalanya sambil meringis.
“Lu meremehkan ide gw?! Kalau gak mau dimaafkan Valen, ya sudah, gak usah ikut saran gw. Pake aja cara lu sendiri!” Dena berlagak ngambek. Pura-pura kesal di depannya. Tapi setiap melakukan akting, cewek itu selalu tidak tahan. Ia gemas sekali dengan kelakuan menyebalkan cowok di depannya itu,.
“Kenapa sih lu gak pernah setuju dengan ide gw? Slalu aja mempertanyakan hasilnya. Apa lu belum ngerti juga kalau gw lebih dekat dengan Valen ketimbang lu. Bagaimana bisa coba, lu ngeraguin gw. Itu kan gak masuk akal!”

Gimana gw gak ragu?! Ide gw yang ekstrim aja ditolak, apalagi ide lu yang menstrim. Kalo kayak gini, gw kan jadi pupus harapan duluan, umpat Kevin dalam hati. Kevin hanya manyun sejelek-jeleknya, malas berdebat dengan si bawel ini. Daripada hati makin panas lebih baik ia diam saja dan mencari ide lainnya yang lebih baik.

Dena melirik wajah Kevin, menunggu Kevin membalas ucapannya. Tapi melihat ekspresi wajahnya yang kembali menatap kue itu, Dena menarik nafas panjang. Ia tahu masih ada keraguan di matanya, cowok itu masih belum percaya pada sarannya. Tanpa ragu, Dena mengacungkan jempol tepat di depan wajahnya.
“Udah. Tenang aja! Percaya deh sama gw! Yang ini pasti berhasil,” ujarnya semangat 45. Kevin cuma manggut-manggut pasrah. Lagipula dia memang sudah kehabisan ide. Ya sudah, terpaksa ia mengikuti ide cewek cantik itu.

***

Teng! Tong! Suara bel pintu terdengar bising di telinga Valen. Valen mengeluh jengkel. Di tariknya selimut sampai kaki sambil mengerjap-ngerjapkan mata dan melihat sekeliling.
“Apa skarang udah pagi? Ya ampun kenapa rasanya kayak belum tidur ya?” ucapnya meracau. Perlahan Valen menyingkap selimutnya dan melihat jam dinding di tembok. Jarum jam dinding itu baru menunjuk angka 12.00 dini hari.
“Apa aku gak salah dengar ada yang pencet bel?” Teng! Tong! Suara bel rumahnya kembali berbunyi. Ia memang tidak salah dengar. Tanpa pikir panjang buru-buru, ia mengucek matanya, memakai sandal tidur, dan cepat-cepat menuruni tangga. Kenapa sih masih ada orang bertamu malam-malam begini? Apa mungkin Om Dio sudah sampai? Bukannya perjalanannya 19 jam ya? Apalagi dari Malang. Harusnya kan besok sore baru datang bukan sekarang.

Setelah mengambil kunci, Valen segera membuka pintu kamar tamu dan melihat keluar. Tidak ada siapa-siapa. Yang ada hanya desau angin malam yang menyeramkan. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan mendapati sebuah kotak pink besar di meja bambu di teras. Hadiah? Malam-malam begini? Apa mungkin dari Kevin? Tapi sekarang kan hari senin. Dilihat dari kotaknya juga beda. Aneh, gumamnya sambil meraih kotak itu dan mencari alamat pengirimnya. Segala penjuru kotak ia perhatikan, tapi ia tidak menemukan alamat pengirimnya, kecuali sepucuk kartu ucapan misterius di balik pita merah muda itu.

Terdorong rasa penasaran. Cepat-cepat ia membaca isi surat itu.

***

Bersambung...
Ditunggu ya kisah selanjutnya!... Terimakasih...

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler