Skip to Content

Negeri Kongkalikong

Foto Pujangga Gila
files/user/509/PhotoFunia-7305de.jpg
PhotoFunia-7305de.jpg

Prolog              : Munculnya sang raja dari tempat tidurnya menandakan awal datangnya pagi hari, seperti biasa rakyat dari negeri kongkalikong melakukan aktivitas sehari-hari. Pejabat pemerintahan pun sedang bersiap-siap untuk berangkat ke istana kerajaan negeri kongkalikong mengurusi pemerintahan di negerinya.

 


Babak I     :

(di kerajaan) terjadi pertemuan antara patih, serdadu dan raja negeri kongkalikong.

Raja            : wahai patih dan serdadu ku yang budiman, bagaimana keadaan kalian apakah                               baik-baik saja. ?

Patih I        : oh…. Yang mulia raja, keadaan kami baik-baik saja, tapi keadaan negeri kita        agaknya kurang membaik ! semakin hari rakyat kita makin mejadi-jadi saja tuan.

Raja            : apa maksud kamu patih menjadi-jadi, jadi apa?

Patih I        : maksud hamba, rakyat semakin brutal saja tuan.

Raja            : Brutal…….. sontoloyo dasar wong edan. Berani sekali mereka membuat kekacaun di negeri ku.

Patih II       : maaf yang mulia raja kalau hamba lancang. Mungkin saja kebrutalan mereka di sebabkan oleh kebijakan yang tuan terapkan!

Raja            : kenapa patih II, kebijakan apa yang aku terapkan?

Patih II       : mungkin saja kebijakan membayar upeti  atau pajak yang tinggi bagi setiap rakyat yang mulia raja.

Raja            : Ah….. kalau itu sih aku ora urus sing penting kesejahteraan kita meningkat.

Patih I        : hei patih I, jangan busyit kamu, munafik kau sudah jangan kau urus permasalahan mereka, kebijakan raja menurut aku sudah tepat, bahwasannya raja ingin meningkatkan kesejahteraan anak buahnya dengan cara memungut upeti atau pajak dari rakyat di negeri ini.

Patih II       : Tetapi…. Patih I?

Raja            : sudah cukup patih II. Jangan kau teruskan lagi perkataan kau, kebijakan yang aku keluarkan, sudah tidak bisa di ubah lagi.   

Patih I        : benar raja, hiraukan saja perkataan dari patih II, menurut ku kebijakan tuan, merupakan kebijakan yang yahut… … dan asoy….bagi ku.

Patih II       : maafkan hamba yang mulia.

Raja            : wahai patih dan serdadu-serdadu negeri kongkalikong, kebijakan yang aku terapkan adalah untuk memenuhi kebutuhan kalian semua.

Patih III     : (memotong pembicaraan) maaf yang mulia, maksud yang mulia kebutuhan apa?

Raja            : ah… dasar patih III, masih saja bodoh kau ini! Aku akan menaikan gaji untuk kalian semua, dan menambah kesejahteraan kalian dengan memakai uang rakyat kerdil dan tolol itu.

Patih I        : wah…. Ide bagus tuan (dengan raut wajah yang cerah)

Patih III     : benar tuan, kalau tujuannya ke sana aku sih ikut saja lah dengan kebijakan tuan.

Patih II       : aku juga ikut tuan!

Raja            : tapi ingat jika kalian setuju dengan kebijakan aku, kalian harus memenuhi persyaratan dariku!

Patih III     : apa itu Yang mulia? (dengan penasaran)

Patih I        : syarat seperti apa pun juga, akan aku ikuti asalkan diriku ini terhindar dari penyakit kanker.

Patih III     : kanker? Memang kau pernah sakit kanker  dahulu. (Dengan wajah melongo)

Patih I        : ha…ha… dasar bodoh kau kawan, kanker yang itu bukannya penyakit, kanker yang itu namanya kantong kering.  (alias nggak punya duit)

(MEREKA SEMUA TERTAWA TERBAHAK-BAHAK BEGITU GELI)

Raja            : wahai patih dan serdadu-serdadu ku, sampai disini dulu diskusi pada hari ini, ingat pesanku jika kalian ingin sejahtera kalian harus kongkalingkong dengan ku (Kerja sama).  Mengerti kalian semua?

Patih dan serdadu kembali kepada pekerjaannya masing-masing, sementara itu di depan gerbang istana, para serdadu sedang asyik bercengkrama.

Serdadu I        : coba kalian lihat begitu liciknya raja kita dengan bawahannya.

Serdadu II      : hush… …. Jangan asal berbicara kau, bisa putus tuh leher jika patih dan raja mendengarnya.

Serdadu  III    :  memang apa yang dikatakan serdadu I itu benar, raja kita memang licik tidak berprikemanusiaan dan selalu saja mementingkan urusannya sendiri. Lihat bulan kemarin, raja baru saja menaikan harga kebutuhan pokok, eh… sekarang ia malah mau memungut upeti setiap rakyat dan dan para pedagang. Apa itu tidak licik, bukankah itu malah menambah kesengsaraan rakyat saja?

Serdadu  II     : kalau masalah yang itu aku sudah tahu, aku hanya ingin meluruskan  pembicaraan yang dikatakan oleh serdadu I, kalau berbicara jangan asal jeplak saja!

Serdadu  I       : jadi kau menyalahkan aku serdadu II? (sambil menunjuk wajah ke serdadu II, dengan penuh emosi)

Serdadu III     : stop..stop..stop pembicaraan kita jangan diteruskan, kalau diteruskan bisa berkelahi nanti.

Serdadu  II      : tenang kawan jangan emosi dulu, aku tidak menyalahkan kau. Apa yang kau katakan memang benar bahwa raja kita itu sangat licik, akan tetapi bukan dengan bawahannya.

Serdadu  I       : sama saja bawahannya juga licik.

Serdadu  II     : kalau engkau mengatakan bawahannya licik, bukankah kita semua bawahannya dia, berarti kita orang yang licik pula sama dengan rajanya ?

(SERDADU I TERSADAR, IA DAN KAWANNYA TERSENYUM MALU MENDENGAR PERKATAAN SERDADU II)

 Serdadu I       : bisa saja kau serdadu II, yang aku maksud bukan orang-orang yang seperti kita ini. Kita memang bawahannya raja licik itu, tetapi kita bawahan yang ecek-ecek, bukan seperti patih-patih korup dan tamak itu.

Serdadu III     : betul…betul… betul itu, kita ini memang bawahan yang ecek-ecek tetapi kita ga gampang becek loh…!

 


Babak  II

Suatu hari di sebuah desa terpencil Negeri Kongkalikong terdapat beberapa keluarga yang berperekonomian miskin.

Bi ijah             : aduh gusti…gusti… mengapa perekonomian keluargaku semakin sengsara saja, mau buat pintar anak saja rasanya sulit! Apalagi buat anak orang lain pintar, wah bisa-bisa melilit aku, (SAMBIL MENYAPU HALAMAN)

Pa’de Cokro    : wah…wah…wah rajin sekali bi Ijah, pagi-pagi buta begini sudah menyapu halaman rumah, salut saya!

Bi Ijah             : eh… Pa’de Cokro, datang tidak di undang pulang tidak di antar, mau berangkat kerja ya pak? (SAMBIL MELEDEK)

Pa’de Cokro    : ah bi Ijah bisa saja nih, memangnya saya jalangkung yang datang tidak dijemput pulang tidak diantar, lagi pula pakaian saya ini kan rapih, sudah tentu bukan hantu pagi buta, tetapi bapak-bapak yang ingin berangkat kerja?

Bi Ijah                         : lagian sih Pa’de Cokro mengagetkan bibi saja.

Pa’de Cokro    : saya perhatikan tadi Bibi berbicara sendiri, maka nya saya kagetkan. Memang    lagi ngomongin siapa sih bi?

BI ijah                 : itu loh pak pejabat-pejabat yang kaga becus ngurusin negerinya! (BIBI MAJU KE DEPAN)

Pa’de Cokro        : pejabat siapa Bi?

Bi Ijah                 : Siapa lagi kalau bukan pejabat kita dan raja di negeri kongkalikong ini pak! yang kerjanya hanya bisa menaikan harga kebutuhan pokok di negerinya, dan hanya bisa menyengsarakan rakyatnya saja.

Pa’de Cokro        : memang benar juga ya bi! Pemerintahan kita sekarang ini makin melempem saja kaya apem, tidak ada perhatiannya kepada rakyat, bisa nya hanya menyengsarakan rakyatnya saja, lihat saja sekarang bangunan sekolah di negeri ini banyak sekali yang harus direnovasi karena sudah tidak layak pakai lagi, tapi mana kontribusi dari pemerintah, sampai saat ini belum kelihatan.

Bi ijah                  : bukannya belum kelihatan pak ? memang tidak kelihatan sama sekali! yah namanya juga kita hidup di negeri kongkalikong bisa saja uang anggaran pendidikan kita selalu saja di sunat oleh pejabat-pejabat korup itu pak.

Pa’de Cokro        : maksud bi Ijah, Kongkalingkongan begitu ?

Bi Ijah                 : bisa jadi pak!

Pa’de Cokro        : ah… sudah lah Bi, kita ini hanya rakyat kerdil yang tidak berdaya, kita berdoa saja mudah-mudahan pejabat dan raja yang duduk di pemerintahan sana sadar dan mau memperhatikan rakyatnya seperti pada era raja kita yang terdahulu. Yah sudah bi saya pergi dulu, lain kali kita teruskan diskusinya.

(MENINGGALKAN KEDIAMAN BI IJAH)

 


Babak  III

Di tengah perjalanan Pa’de Cokro terhenti sejenak tepatnya di tepi  sungai terlihat pemuda yang sedang melantunkan syair-syairnya

Pujangga muda           : wahai engakau kaum du’afa bergembiralah kalian, suatu saat kaummu akan bertambah, tidak ada lagi kecemburuan social di antara yang kaya dan miskin, semua sama rata bagaikan daratan dan lauatan dan bukan langit antara bumi.

Pa’de Cokro               : wahai engkau pujangga muda, syair mu tlah mengusik telinga ku, sayair mu itu hanya tidak lebih dari omong kosong belaka yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sangat aneh bagi pendengarnya.

Pujangga muda           : ha…ha… itulah yang dinamakan senandung syair terkadang yang fiktif menyelinap makna yang dalam. (SAMBIL TERSENYUM)

Pa’de Cokro                : apa maksud mu anak muda ?

Pujangga muda            : keheranan bapak sudah biasa bagi ku! Memang tidak ada satu pun yang mau bahkan senang dengan bertambahnya kaum du’afa,termasuk bapak. Akan tetapi syair ku ini menggambarkan betapa hancur dan bobroknya para pejabat pemerintahan di negeri ini.

Pa’de Cokro                : ah…. Bicara apa kau ini, semakin sulit untuk di mengerti !

Pujangga muda           : oh … pak tampan separuh baya, anda lihat perekonomian di negeri ini sudah membaikkah, atau malah hancur berantakan? Banyak orang yang semakin terjepit diantara himpitan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, akibat dari carut-marut moral yang bejat dari pejabat negeri ini. Bukankah jika hal itu terus berlangsung akan mengakibatkan yang lemah semakin lemah dan yang kuat semakin menghantam yang lemah, jika itu sudah terjadi maka semakin banyak orang lemah yang harus dibantu dan dikasihi seperti kaum-kaum dua’fa. Dengan bertambahnya kaum du’afa maka tidak ada lagi kecemburuan sosial lagi.

Pa’de Cokro                  : tak kusangka pandai sekali kau melantunkan syair-syair yang begitu dalam maknanya. Maafkan aku anak muda, karena telah menghina syair-syair mu?

Pujangga muda             : tak perlu engkau meminta maaf padaku, yang aku harapkan dari syair-syair ku ini hanyalah untuk menggugah hati rakyat di negeri ini, agar mereka sadar dan mau berbuat serta berjuang membenahi kecurangan dan ketidakadilan di negerinya.

Pa’de Cokro                  : ternyata masih ada pemuda seperti mu yang peduli kepada penderitaan orang banyak, yang aku tahu pemuda jaman sekarang hanya bisa berfoya-foya yang kurang bermanfaat. Baiklah pemuda teruskan lantunanan syair-syair mu itu, aku akan berusaha dan terus berjuang untuk menggugah hati nurani rakyat negeri kongkalikong berjuang bersama-sama memberantas ketidakadilan di negeri ini. (MENGGENGGAM JARI JEMARI TANGAN DENGAN SEMANGAT PERJUANGAN )

 

 

Babak IV

Keesokan harinya di dalam istana sedang melangsungkan pesta yang sangat meriah, tetapi sebaliknya di luar, rakyat negeri kongkalikong sedang menderita kelaparan akibat mahalnya harga kebutuhan pokok dan tarif upeti yang sangat tinggi bagi setiap rakyat.

Rakyat laki2                  : ini tidak bisa di diamkan, kalau begini terus kita semua bisa mati kelaparan, sementara pejabat dan raja kita di istana yang kerjanya selalu berfoya-foya saja malah enak-enakan di sana tak perduli akan penderitaan rakyatnya!

Rakyat perempuan        : betul, kita tidak boleh tinggal diam, kita harus bertindak !(DENGAN   SUARA SEMANGAT PERJUANGAN )

 Rakyat laki2               : bagaimana kalau kita berunjuk rasa ke istana, setuju tidak ?

Rakyat perempuan      : setuju!

(RAKYAT MENUJU KE ISTANA UNTUK BERUNJUK RASA)

Pa’de Cokro                : hey stop…stop… mau apa kalian beramai-ramai begini?

Bi Ijah                                     : Pa’de, kami mau berunjuk rasa ke istana, mau ikut tidak?

Rakyat laki2                : benar Pa’de kami sudah tidak tahan lagi dengan pemerintahan ini yang sudah tidak memperdulikan rakyatnya.

Pa’de Cokro                : apa maksud kalian tidak memperdulikan ?

Rakyat perempuan      : memang benar Pa’de, kami sudah tidak diperdulikan lagi. Buktinya rakyat hampir mati kelaparan mereka hanya diam saja, dan satu hal lagi yang membuat kami bingung mengapa harga kebutuhan pokok seperti beras dan lain-lain sudah langka di pasaran dan walaupun ada haganya sangat tinggi.

Rakyat laki2               : benar Pa’de, bukankah negeri kita adalah negeri penghasil beras yang terbaik dibandingkan dengan negeri lainnya. Negeri kita sangat makmur dan subur, tapi mengapa saat ini menjadi miskin dan sengsara?

Pa’de Cokro                  : oh… itu persoalannya, memang sudah lama perekonomian negeri kita semakin buruk saja. Aku juga sama dengan kalian bosan dengan semua ini, tertindas dan teraniaya, akan tetapi aku masih dapat menahan kesabaran ku.

Bi Ijah                           : ah…. Sabar terus malah kita semakin babak belur pa’de, sudah lebih baik kita ke istana saja, kita berunjuk rasa di depan raja dan kacung-kacungnya itu.

Rakyat laki2                  : benar lebih baik kita langsung jalan saja, percuma kita dengar perkataan pa’de, ia tidak mendukung kita, mari kita lanjutkan perjuangan.

Pa’de cokro                     : hey…hey… tahan emosi kalian, jika kalian ingin mendapatkan hasil yang baik dalam menyelesaikan masalah di negeri ini kalian harus dengan bersikap tenang dan tidak anarki. Aku akan mendukung perjuangan kalian asalkan kalian mau mengikuti saran ku. Aku juga sama dengan kalian bosan dengan penindasan.

Akhirnya rakyat, bi ijah dan pa’ de cokro bersama-sama pergi ke istana untuk berunjuk rasa untuk mengatasi masalah keterpurukan di negeri ini.

Sesampai di istana rakyat meneriakan suara-suara lantang, turunkan harga kebutuhan pokok. (SECARA BERULANG-ULANG). Tidak lama kemudian raja dan pejabat istana keluar dari istana, karena mendengar teriakan-teriakan yang telah mengusik telinga mereka.

Raja                          : hai…. Rakyat negeri kongkalikong, apa maksud kalian datang ke sini dengan beramai-ramai, mirip seperti gembel yang meminta-minta selembaran uang receh saja kau. (menunjuk sambil marah)

Rakyat laki2               : kami bukan gembel yang mulia dan kami bukan peminta-minta seperti  yang ada di jalan.

Rakyat perempuan  : kami hanya rakyat kecil yang tak berdaya, dan yang akan meminta  pertanggung jawaban atas kepemimpinan di negeri ini yang mulia.

Patih I                         : tidak sopan kau. (MENGGERTAK)

Patih II                        : lancang sekali kau !

Pa’de cokro                : maafkan kami para patih, kedatangan kami ke sini hanya ingin adanya perubahan di negeri ini, bukan kesengsaraan. (MAJU DI BARISAN PALING DEPAN)

Raja                             : apa maksud kau pak setengah baya?

Pa’de cokro                : maaf yang mulia, maksud hamba negeri ini harus ada perubahan, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Karena belakangan ini, perekonomian di negeri ini semakin terpuruk saja, banyak rakyat yang mengeluhkan harga kebutuhan pokok melambung tinggi, mengapa semua itu bisa terjadi yang mulia, bukankah negeri kita merupakan negeri penghasil beras terbaik di bandingkan dengan negeri lainnya? (DENGAN GAYA MEMPROTES)

Raja                            : hai…. Pak setengah baya, jadi engkau menuduh aku yang menyebabkan hancurnya perekonomian negeri ini? Bangsattt…. Kau.

Rakyat laki2               : kami hanya buth penjelasan dari mu saja yang mulia, bukan menuduh, seharusnya engkau bisa menyelesaikan masalah ini semua? (SAMBIL BERSORAK-SORAK)

Patih III                        : diam kalian semua…. Lancang kalian berbicara seperti itu kepada yang mulia!

Raja                            : sudah kalian cepat pergi dari sini, urus saja sawah ladang kalian di rumah, tidak ada gunanya kalian di sini.

Pa’de cokro                : tidak yang mulia, mana sifat bijaksana seorang raja, kami tidak akan pergi sebelum kalian menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi di negeri ini!

Rakyat laki2               : ya kami tidak akan pulang, sebelum menemukan titik terang dari semua permasalahan ini

Raja                            : bangsat…. Kau pak setengah baya, rupanya mau mati di sini kau! (PENUH EMOSI DAN JENGKEL).

Pa’de cokro                : silahkan saja yang mulia… aku tidak akan gentar menghadapi hukuman mu. Karena aku berada pada jalan kebenaran, ingatlah yang mulia tuhan akan mengadzab hambanya jika hambanya tersebut berlaku dzalim terhadap hambanya pula yang tidak berdaya.

Raja                            : bangsat… ancaman kau tidak akan pernah merubah keputusan aku . serdadu tembak pak setengah baya ini, biar mampus dia karena telah mencoba mengancam aku. (menyuruh serdadu agar menembak pa’de cokro)

Dengan suasana yang tegang, rakyat memberikan perlawanan terhadap raja dengan melembar batu ke istana, dan pa’de cokro tetap dengan tenang berdiam diri memohon perlindungan kepada tuhan Allah Swt.

Patih II                       : cepat serdadu dungu, tunggu apalagi, tembak dia!  

Serdadu  I                   : tapi tuan patih? (DENGAN SIKAP RAGU)

Patih III                      : sudah jangan banyak Tanya, laksanakan saja!

Serdadu II                  : jangan, jangan kawan, kita jangan mematuhi perintah raj dan para patih bejad ini.

Serdadu III                 : Benar kawan, jangan kau laksanakan perintahnya. Sudah saatnya kita bongkar rahasia kepicikan raja di negeri ini. Wahai saudara-saudara ku jika kalian ingin mengetahui penyebab hancurnya perekonomian di negeri ini dan tingginya harga kebutuhan pangan seperti beras, itu semua disebabkan oleh kepicikan manusia-manusia ini, merekalah yang kengkalingkongan unutuk menyelewengkan anggaran kebutuhan panga yang seharusnya menjadi hak kalian.

Rakyat dan Pa’de cokro diam tercengang dan merasa kesal terhadap pegawai pemerintahan di negerinya.

Raja                            : pengkhianat kau serdadu! (sambil menunjuk dan mencoba membunuh serdadu dengan mengambil senapan yang di pegang oleh serdadu)

Tiba-tiba saja langit berubah menjadi gelap, dan terdengar suara halilintar yang mengelegar, seketika dan menyambar bangunan istana kongkalikong dan meluluhlantakan isi bangunan. Raja dan para pejabatnya pun tewas seketika akibat tertimpa puing-puing bangunan istana, hanya serdadu-serdadu istana saja yang selamat dari kejadian aneh dan menakjubkan tersebut.

Pujangga muda             : adzab tuhan pasti datang, hukuman tuhanlah yang bisa melumpuhkan kedzalimannya. Wahai manusia jangan engkau berbuat serakah dan dzalim terhadap saudaramu yang tak berdaya, karena adzab pedih tuhan yang pasti akan datang untuk menghampirinya.

Pa’de cokro                   : wahai pujangga muda, siapakah engkau sebenarnya, karena kehadiranmu selalu tak terduga dan muncul secara tiba-tiba. Apakah engakau malaikat yang di utus tuhan, untuk menumpas kejahatan di muka bumi ini.

Pujangga muda             : untuk apa kau memikirkan siapa aku dan dari mana asal ku, aku datang hanya melantunkan syair-syair ku saja, lebih baik engkau semua memikirkan pembangunan di negeri ini, agar lebih baik lagi yang mempunyai pemimpin-pemimpin berbudi pekerti dan berakhlak mulia.

Tiba-tiba saja pujangga muda itu perlahan pergi meninggalkan tempat kejadian itu, dan sampai saat ini tidak satu pun yang mengetahui keberadaannya sampai sekarang.

 

 

Komentar

Foto Pujangga Gila

mencoba adalah hal yang lebih

mencoba adalah hal yang lebih baik daripada tidak sama sekali.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler