Skip to Content

asal kau bahagia, aku bahagia

Foto fhathyolala

Asal Kamu Bahagia, Aku Bahagia

 

Halo, kau dimana? Bisa bertemu?

Entah sudah keberapa kalinya Rivhana mengirimkan  pesan singkat tersebut kepada Steven, kekasihnya yang sekarang entah dimana keberadaannya. Akhir-akhir ini Rivhana selalu berpikir negatif tentang kekasihnya tersebut. Tak ada sms, bbm, teleponan, chat, dan sebagainya yang semakin mendukung kecurigaan Rivhana.

“Kau dimana? Mengapa seakan kau sekarang menghindariku?”. Berbagai pertanyaan berkelebat di hati Rivhana yang membuatnya semakin terpuruk. Tiba-tiba terdengar suara nada dering pesan masuk yang berasal dari ponsel Rivhana. Rivhana langsung bergerak cepat mengambil ponselnya yang telah ia terlantarkan begitu saja. Dengan satu gerakan refleks, Rivhana langsung membuka kotak inbox di ponselnya.

Juga!sekarang kau tak perlu mengetahui posisiku, intinya jika kau ingin bertemu ku tunggu kau di kafe tempat pertama kita bertemu.

               Pesan dari Steve seakan membangkitkan semangat Rivhana yang sempat down, mengingat entah sudah keberapa kalinya  pesan singkat tersebut ia kirimkan kepada Steve. Rivhana langsung membaringkan tubuhnya yang beberapa hari ini lelah memikirkan kekasihnya tersebut.

               “Akhirnya kau membalas pesanku, kirain kau sudah melupakanku!”, ucap Rivhana pada dirinya sendiri sambil tersenyum-senyum bahagia, seakan dunia sekarang menjadi miliknya. Rivhana memejamkan matanya merasakan semua kebahagiaannya yang sempat terhenti beberapa waktu lalu.

 

               Seorang lelaki disana sedang duduk di kafe sambil mengutak-atik ponselnya. Sebuah pesan masuk ke dalam kotak inboxnya. Pesan yang sudah memenuhi kotak inboxnya dengan pesan yang sama dan pengirim yang sama.

Halo, kau dimana? Bisa bertemu?

               Steve bergeming melihat pesan tersebut. Steve mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan dengan pesan tersebut. Pesan yang lalu-lalunya memang ia sudah hapus. Seakan tersentuh hatinya, Steve akhirnya menekan balas, kemudian mengetik beberapa kata yang akan memperjelas semuanya.

Juga!sekarang kau tak perlu mengetahui posisiku, intinya jika kau ingin bertemu ku tunggu kau di kafe tempat pertama kita bertemu.

               Tombol kirim ia tekan. Terkirim. Steve menyandarkan kepalanya, beban di otaknya seakan memupuk dan menekannya membuat kepalanya terasa berat. Menutup matanya ingin merasakan keheningan sejenak. Terdengar suara pintu kafe dibuka. Steve membuka kelopak matanya. Seorang perempuan masuk dengan mengenakan dress kuning cerah yang terlihat cocok dengan warna kulitnya. Perempuan tersebut melihat ke sekeliling kafe seperti mencari seseorang. Menyadari hal tersebut Steve langsung melambaikan tangannya seperti orang yang memberi kode. Perempuan tersebut melihat ke arah lambaian tangan Steve. Beberapa saat kemudian perempuan tersebut berjalan ke arah Steve.

“Apa kabar Steve?”. Ucap perempuan tersebut sambil menarik kursi kemudian duduk menghadap ke arah Steve. Perempuan tersebut adalah Gisella kekasih Steve yang sekarang, setelah Rivhana. Kesalahan Steve sekarang adalah ia belum memberitahukan Rivhana persoalan tersebut. Ia takut Rivhan akan marah mendengar hal tersebut. Akan tetapi, Steve telah membulatkan tekadnya untuk memberitahu Rivhana malam nanti.

“Baik, kalau kamu?”

“Seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja. Kenapa kamu panggil aka kesini?”

“Tidak aku hanya kangen sama kamu, memangnya kamu tidak kangen?”

“Jangan marah dong, aku malah kangen banget sama kamu, oleh karena itu aku menyanggupi permintaanmu”.

Pembicaraan antara Gisella dan Steve terus memanjang, kemana pun. Akan tetapi, pikiran Steve seakan dipenuhi dengan pertemuan antara dia dan Rivhana, nanti malam. Steve akhirnya mengajak Gisella untuk pulang sambil  menawarkan kepada Gisella mengantarkannya untuk pulang ke rumahnya. Pasangan tersebut berjalan beriringan keluar dari kafe tersebut menuju ke tampat parkiran mobil. Mobil tersebut berjalan meninggalkan area parkiran berbaur dengan para pengendara di lalu lintas Jakarta.

 

Rivhana bangkit dari tempat tidurnya berjalan menuju ke toilet untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, Rivhana selesai melakukan ritual mandinya, kemudian bersiap-siap untuk pergi ke kafe tempat pertama kali ia menjadi kekasih Steve. Rivhana mengutak-atik lemari pakaiannya mencari dress yang cocok untuknya malam ini. Beberapa menit kemudian, Rivhana akhirnya selesai dengan setelan terbaiknya. Dress berwarna peach pemberian Steve pada saat ulang tahunnya yang ke-19 yang dibarengi dengan sepatu flat berwarna senada yang mebuatnya tampil semakin menawan. Rivhana memoleskan sedikit bedak ke pipinya yang tirus yang memang tanpa polesan bedak pun tetap cantik, karena kecantikan natural yang dimilikinya sejak lahir. Lip gloss pun tak lupa bermain di bibir mungil Rivhana yang memberi kesan segar. Rambut kemerah-merahan Rivhana ia biarkan tergerai lembut menyentuh pudaknya

Rivhana melirik arloji hitamnya yang melingkari lengan pergelangan tangan putihnya yang bukan hasil perawatan mau pun campur tangan dokter. Arloji tersebut menampilkan jam setengah tujuh. Rivhana kemudian bergegas berjalan keluar rumah tak lupa berpamitan dengan kedua orangtuanya. Mobil putih milik Rivhana telah siap menunggunya di depan rumahnya, karena ia memang telah berpesan kepada sopir rumahnya agar mempersipkan mobilnya tersebut di depan rumah. Rivhana melemparkan seyuman manisnya kepada sopir yang memberi hormat kepadanya, kemudian memasuki mobilnya dan menyalakan mesinnya. Mobil putih tersebut melaju meninggalkan area perumahan dan berbaur dengan para pengendara malam di lalu lintas Jakarta.

Rivhana sampai di kafe tempat pertama kali ia menjadi kekasih Steve. Ia memandangi seluruh isi kafe mencari Steve. Rivhana menyadari bahwa Steve belam datang. Ia melirik arloji hitam elegant yang melingkari tangannnya.

“Pantas, aku terlalu cepat”. Ucap Rivhana kemudian berjalan kea rah meja yang masih kosong di sudut kafe, kemudian memanggil pelayan.

“Jus stroberi”

“Baik”

Sambil menunggu pesanan jusnya datang, Rivhana mengambil ponsel berwarna merahnya, membuka folder gambar di ponselnya. Disana terdapat fotonya dengan Steve yang duduk di kafe yang sekarang ia tempati.

“kau tahu betapa aku merindukan dirimu?” ucap Rivhana sambil memandangi foto mereka berdua yang senantiasa ia simpan di ponselnya. Terdengar bunyi pintu kafe dibuka. Rivhana memalingkan wajahnya melihat sosok yang dating. Seorang lelaki beropostur tegap memasuki kafe dengan gaya rambut yang berantakan, itulah yang membuat Rivhana tertarik pada lelaki tersebut. Steve.

Aku ada di meja no.25

Pesan singkat pemberitahuan Rivhana ia kirim kepada Steve.

 

  Steve membuka ponselnya setelah mendengar nada dering pesan masuk.

Aku ada di meja no.25

Steve kemudian melihat kearah meja 25 yang disebutkan Rivhana. Disana ia melihat seorang perempuan duduk sambil melihat kearah Steve juga. Steve berjalan santai ketempat Rivhana duduk. Sesampainya disana Steve menarik kursi yang berada di depan Rivhana dan duduk.

Beberapa saat tak ada komunikasi antara keduanya. Steve berdehem membuka pembicaraan dengan pertanyaan maupun  pernyataan yang terdebar basa-basi.

“maaf buat kamu menunggu”

“tidak apa-apa, aku juga baru tiba beberapa menit yang lalu”

“ohh..”

“kamu bagaimana kabarnya?”

“baik, kalau kamu?”

“seperti yang terlihat. Kamu aku bbm,sms,chat, kenapa tidak pernah dibalas?”

“maaf, akhir-akhir ini aku sibuk banget jadi tidak punya kesempatan untuk balas semua itu”. Uacap Steve berbohong kepada Rivhana.”maafkan aku Ivha”.

“ohhh..., kamu mau bicara apa sama aku?”

“ehhhmmm, nanti saja kita pesan makanan saja dulu”

“okey, tapi kamu yang bayar yaa”

Steve memanggil pelayan kemudian memesan makan untuk mereka berdua. Makanan mereka lahap hingga habis kemudian mereka melanjutkan pembicaraan mereka. Steve mengambil alih pembicaraan pertama. Ia tidak ingin melihat Rivhana merasakan sakit yang lebih dalam.

“Vha”

“Yaa, kenapa?”

“aku ingin bicara sesuatu”

“bicara saja Steve”. Ucap Rivhana. Atmosfer antara keduanya seakan berubah. Waktu berjalan seakan lambat. Firasat buruk Rivhana kembali mendatanginya.”apa yang akan Steve bicarakan?”

“aku mau mengaku sebenarnya selama ini aku tidak pernah membalas setiap pesan kamu karena aku..”, Steve menggantung kalimatnya membuat Rivhana semakin penasaran.”aku sudah punya kekasih baru”.

Rivhana terlihat syok mendengar pernyataan Steve. Hal tersebut cepat ia kendalikan. Ia tidak ingin marah dihadapan lelaki yang sangat ia sayangi.”ehhmmm, tidak apa-apa, terserah kamu saja, aku yaa tidak apa-apa”

“kamu tidak marah?”

“buat apa aku marah?itu sihh terserah kamu aku tidak punya hak untuk melarang kamu, sekarang kamu bebas”

“terima kasih sudah mengerti akan diriku”

“aku izin pulang saja sudah keburu malam nanti mama mencari aku. Tadi ia berpesan jangan lama-lama”

Steve hanya mengangguk pelan dan Rivhana berjalan cepat meninggalkan kafe tersebut. Berjalan kearah tempat parkiran mobilnya, masuk, dan berjalan meninggalkan kawasan kafe tersebut.

Aku tidak ingin melarangmu melakukan hal-hal yang kamu inginkan, terserah kamu, sekarang kamu telah bebas, asalkan kamu bahagia, aku bahagia.

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler