Skip to Content

Ayah, Terimakasih....

Foto Melliany Dwi Shinta

 

Yah, Terimakasih...

Ayah.... Bagaimana kabarmu saat ini? Aku harap dirimu baik-baik saja.
Ini aku, putri bungsumu yang sedang merintis masa depan di Kota orang. Di sini, aku mencoba menahan rindu kepadamu, meskipun terkadang aku merasa teriris dan tak mampu lagi menahan tangis ketika mengingatmu.
Tapi, apakah ayah tahu setiap kali aku merasakan hal itu, aku benar - benar rindu akan dirimu, rindu akan sosok pahlawan dalam diriku. Mengingat segala tentangmu, perjuangan dan pengorbanan dirimu, mulai dari aku lahir di dunia ini hingga aku dewasa seperti saat ini.
Hari ini, saat aku membuka mata dengan senyuman. Secara tak sengaja aku lihat foto keluarga dalam bingkai yang berada di atas meja belajarku, bersanding dengan jam yang membangunkanku dengan bunyi deringnya.
Menggetarkan setiap pagi, menyadari waktu terus berjalan saat aku terdiam sekalipun. Ayah, kini putri kecilmu sudah tumbuh dewasa, ingin rasanya menjadi putri kecilmu lagi, putri kecil yang selalu kau sayang, selalu kau manja, selalu kau perhatikan, dan selalu kau jaga. Aku tahu menjadi seorang ayah tidaklah mudah untuk membesarkan seorang putri. 
Putri kecil yang selalu engkau sayang sekarang sudah tumbuh besar dan sekarang putrimu ini sudah mulai menjadi anak rantau, sudah berada jauh darimu yah. Demi meraih cita-cita aku akan berpisah sejenak denganmu. 
Aku ingat kata-kata ayah yang selalu bilang "lebih baik ayah merawat 10 anak laki-laki dari pada merawat anak perempuan", aku tidak tahu bagaimana ayah bisa bilang seperti itu, tapi aku yakin pengorbanan ayah untuk membesarkan begitu sulit.
Teringat tentang dirimu rasanya aku merindukan banyak hal tentang ayah hari ini. Aku rindu senyummu, parasmu, suaramu, bahkan aku rindu dengan minyak wangi yang selalu engkau gunakan setiap hari. Aku merindukan duduk dimeja berkumpul bersama ibu, ayah, dan kakak. Menghabiskan pagi yang sibuk, yang selalu dikejar waktu, yang selalu terburu-buru. Menikmati waktu bersantai bersama sambil menonton televisi dan bercengkrama bersama hingga larut malam, menikmati waktu untuk berlibur bersama.
Waktu terus berlalu jam, hari, bulan hingga tahun, yang dahulu kecil sekarang sudah besar, yang dahulu punya waktu banyak untuk berkumpul sekarang untuk bertemu pun rasanya sulit sekali.

Masa Kuliah
Sekarang aku sudah duduk di bangku perguruan tinggi, tempat kuliahku memang tidak begitu jauh dari rumah, hanya sekitar dua sampai tiga jam saja. Tapi orang tuaku tidak mengizinkanku untuk tetap tinggal di rumah dan pulang pergi Bekasi - Depok, mereka malah menyarankan kalau aku harus tinggal di tempat kost yang jaraknya tidak jauh dari kampus.
Sebenarnya aku tidak ingin untuk kost, tapi aku juga tidak bisa melawan perintah orang tuaku, aku yakin mereka ingin yang terbaik untuk anaknya, tidak ingin melihat anaknya kelelahan dijalan, dan tidak ingin terjadi sesuatu ketika anak perempuannya pulang malam.
Orang tuaku bukanlah orang berada, ayah hanya seorang supir disalah satu perusahaan swasta dan ibu hanya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa. Walaupun begitu mereka tetap ingin melihat anaknya untuk bisa menjadi orang sukses dan merasakan sekolah setinggi mungkin. Pengorbanan orang tuaku sangat besar saat ingin memasukan aku ke jenjang perkuliahan, mereka berharap anaknya bisa mendapatkan universitas negeri agar bisa meringankan biaya uang kuliah.
Ayah pernah bilang kalau ia akan bekerja keras untuk bisa memasukan anaknya kuliah, apapun akan ia lakukan dan usahakan demi cita-cita anaknya, agar anaknya kelak bisa menjadi orang yang sukses dan berguna untuk semuanya.
Aku pun berhasil untuk kuliah di perguruan tinggi negeri, aku diterima di Politeknik Negeri Jakarta, aku sangat bersyukur karena bisa membanggakan orangtuaku dengan berkuliah di kampus negeri. Walaupun aku kuliah di politeknik negeri, tapi biaya semesterku cukup mahal bagi keluarga kami, disitu aku mulai bimbang ingin rasanya tidak melanjutkan kuliah, aku takut membebani keluargaku. Tapi Ayah bersi kukuh untuk tetap menyuruhku melanjutkan kuliah.
Pengorbanan ayah cukup besar untuk membiayai aku kuliah, saat itu keluarga kami sedang mengalami kesulitan ekonomi, sampai ayah mencoba untuk meminjam uang kepada bos dan teman-temannya. Hatiku teriris saat mendengar ayah ingin meminjam uang demi biaya kuliahku, mulai dari situ aku akan berusaha untuk bisa kuliah dengan baik dan mendapatkan nilai yang bagus demi membalas pengorbanan ayahku.
Tidak sampai disitu pengorbanan seorang ayah, ayahku juga rela untuk mengantarkan aku tengah malam sampai ke tempat kost, padahal ayah sangat lelah baru pulang kerja, aku sudah bilang untuk tidak usah mengantarkanku, karena aku tahu ayah pasti sangat lelah setelah kerja seharian. Ayah tetap memaksa untuk mengantarkan aku pulang ke kostan.
Aku juga sering untuk meminta jemput dari stasiun untuk pulang ke rumah, ayah selalu menuruti mauku, aku pulang kapanpun ayah pasti akan selalu menjemputku, tidak jarang ayaj selalu menunggumu di depan stasiun. Satu jam atau dua jam ayah pernah menunggumu hingga aku datang, ayah tidak pernah marah walau menungguku lama. 
Bosan
Hari terus berganti, bulan terus berlalu, dunia kuliah pun tidak seindah yang aku bayangkan, rasa lelah dan letih terus menghampiri, tugas kuliah yang menumpuk, pola tidur yang tidak beraturan, pola makan yang tidak terkontrol, itu semua membuatku lelah untuk kuliah.
Rasa malas untuk kuliahpun datang, bosan rasanya dengan rutinitas yang ada, berangkat kuliah, kuliah, berkumpul dengan teman, pulang ke kostan dan mengerjakan tugas, hanya itu kegiatanku selama kuliah. 
Sesekali aku mulai mengeluh dengan keadaanku saat ini, ingin rasayanya bermalas-malasan saat kuliah, bagaimana tidak jenuh dengan rutinitas yang seperti itu, ditambah lagi tugas-tugas yang sangat menumpuk dan membuat aku ingin cepat-cepat menyudahi masa kuliahku. 
Namun, aku selalu ingat akan pengorbanan ayah untuk bisa  membiayai uang kuliah dan kehidupanku selama aku berada di kota orang, mengingat jerih payah ayah, kerja keras hingga banting tulang untuk mencari nafkah demi keluarga yang ada di rumah. Semua dilakukan ayah demi keluarga yang dicintainya. Aku juga teringat akan janjiku dulu kepada ayah untuk bisa kuliah dengan baik dan mendapatkan nilai yang memuaskan.
Setiap aku merasa lelah dengan segala tugas yang ada, setiap aku merasa lelah dengan rutinitasku, setiap aku merasa ingin menyerah dengan keadaan yang ada, aku selalu ingat perjuangan ayah. Malu rasanya jika aku harus menyerah begitu saja, menyerah dengan keadaan yang tidak sebanding dengan perjuangan ayah.
Ayah tidak pernah lelah untuk bekerja, ayah juga tidak pernah mengeluh jika setiap hari ia harus bekerja dari pagi hingga larut malam. Ayah sangat pintar untuk menyembunyikan rasa lelah dan letihnya, ayah selalu tersenyum ketika pulang bekerja, padahal aku tahu betapa lelahnya ayah saat bekerja setiap harinya. 
Mungkin ucapan terimakasih pun tidak cukup untuk membalas semua pengorbanan, usaha, dan segala yang kau lakukan demi kedua anak dan istrimu. Aku akan terus berusaha dengan segala kemampuan yang aku miliki untuk membuat dirimu bangga karena telah membesarkan putri kecilmu ini.

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler