Skip to Content

BENGAL

Foto Bi Sugi Hartono

BENGAL

 

“Ah dasar bodoh! Penguntit!” ucap perempuan itu kesal

“Betul, dia memang seperti itu bu” sambung perempuan di bangku sebelahnya.

“Kau tau bagaimana dia?”

“Kurang lebih tau bu, sudah agak lama juga saya kenal dia”

“Memang seperti itu sifatnya?”

“Ya begitulah bu”

Suara hening sejenak, hanya terdengar lalu lalang sepatu diluar.

“Emm…coba kamu lihat laporan-laporannya selama  ini” nada suaranya agak rendah seperti biasa

“Dimana bu?”

“Di dalam laci” sembari menjulurkan jari telunjuknya

“Ini berkas banyak sekali bu”

“Cari saja, lihat namanya Jono”

“Baik bu,”

Perempuan itu membolak-balikkan kertas-kertas yang berada di mab berwarna biru.

“Ah ini dia”

“Ketemu?”

“Sebentar bu, baru beberapa”

Tak ada sahutan, perempuan itu masih membaca dan membolak balikkan  lembar demi lembar kertas yang ada di depannya, matanya liar, berlari menyusuri kata demi kata dan nama.

“Hmm sejauh ini tak ada yang salah” gumamnya

“Apa katamu?”

“E…eh anu bu, sepertinya tak ada yang salah dan mencurigakan di data Jono bu”

“Baca lagi” ucap penasehat itu.

***

Namanya Jono, lelaki berkulit sawo matang itu selalu menjadi momok, bukan karena ia ganteng atau pinter tapi entah mengapa, siapa saja dibuat bingung oleh polah tingkahnya. Tidak tertutup juga tidak terbuka, bukan pendiam juga bukan cerewet, bukan juga sedang.Jono anak kampong yang hijrah ke kota karena mencari pengalaman, ia dari golongan kelas bawah meskipun di kampungnya selalu dicap sebagai sebagai orang yang mampu. Entah apa yang membuat keluarganya dicap mampu oleh kalangan masyarakat yang berada di kampungnnya, mungkin karena ia sekolah sampai kekota di universitas pula.

Orang tuanya penjaja sayur di pasar, pagi berangkat sore pulang begitulah saban harinya, bapakknya yang mencari barang dagangan ibunya, ya sayur mayor. Suatu ketika, pertama kali menginjakkan kaki di universitas ia sempat gagu, karena tak sangka impiannya selama ini telah menjadi nyata. Mula-mula biasa saja ia di universitasnya, saling kenal baik dan tak ada masalah yang berarti. Jono, lelaki misterius dari kampung, sekarang siapa yang tak mengenalnya lagi-lagi bukan karena kepandaiannya melainkan prilakunya.Seketika namanya mencuat, tersiar kabar lelaki kampung itu telah menjadi penguntit. Awal kabar itu muncul, Jono menghilang ketika akan diadakan sebuah aara tahunan. Jono hilang tanpa jejak tak ada yang tau bahkan teman satu kostnya.

“Coba kau tanyakan pada teman kostnya” ucap penasehat acara itu.

“baik bu” perempuan itu lekas berhambur mencari teman kos Jono

Tak lama ia berhambur, ia kembali lagi wajahnya menggambarkan kenihilan.

“Maaf bu” setelah memasuki ruangan penasehat acara

“Gimana, ada?”

“Nggak ada bu”

“Kemana dia?” ujarnya

“Temannya bilang, Jono pergi tiada pamit bu”

“Ah rupanya cerdik dia”

“Lalu bagaimana acara ini bu?”

“Tetap lanjutkan!” nadanya berambisi

“Kita masih bias berjalan meskipun tak ada dia! Memangnya siapa dia”

“ Baikbu, permisi”

“Ya”

***

“ Kaupersiapkan proposal buat tempatnya Jon, nanti abang atur settingnya”

“Baik bang, tapi tanda tangan bagaimana bang?”

“Sudah tak usah kau risaukan itu”

“Nanti bermasalah nggak bang?”

“Sudah tenang saja kamu Jon, itu urusan abang”

“Soalnya saat ini namaku sudah menjadi berita hangat bang”

“Biarkan saja orang menilaimu, yang penting niatmu Jon”

“ Tapibang?”

“Kau ragu dengan abangmu ini?”

“Tidak bang, tapi…”

“Tapi apa?Kau takut dimusuhi banyak orang?”

“Iya bang”

“Pengecut kau Jon, mental kerupuk!Jika begitu kau bukan lelaki Jon. Seharusnya kau tak perlu takut dimusuhi orang-orang yang hanya bias melihat tanpa bergerak Jon, kau terlalu kerdil menjadi manusia jika semua anggapan orang-orang bodoh itu kau masukkan dalam hati. Sekarang yang perlu kau lakukan niatkan yang baik dalam hatimu lalu lakukan dengan sungguh-sungguh”

“Tapi bukankah kita juga harus mempertimbangkan orang lain bang?”

“Benar, tetapi tidak untuk mengikuti pola pikirnya, lakukan sesuai kapasitasmu lalu lakukan dengan sebaik mungkin”

“Bingung bang”

“ Sudah, sekarang yang perlu kau lakukan adalah tunjukan bahwa kau melakukan kebenaran Jon, semangat!”

Jono terdiam sejenak, pikirannya semprawut, hatinya gelisah.

“ Kaumasih ragu rupanya Jon?”

Jono hanya menganggukan kepalanya, raut mukanya muram, matanya yang sayu itu jelas menggambarkan kerisauan dan kelelahannya.

“Sudahlah sekarang tak usah kau fikirkan, pulang, mandi, dan istirahat. Masalah ini nanti abang yang urus”

“Baik bang, Jono pamit dulu”

Jono berlalu dari ruangan itu.

“Kasihan kau Jon” ucapnya lirih.

Hari begitu cepat, esok pagi adalah puncak acara, semua kalang kabut, persiapan belum ada satupun yang siap.

“Dimana anak itu!”

“Entahlah bu, kami juga tidak tahu”

“Tidak ada yang tau, dan tidak ada yang pernah ketemu? Mustahil”

“Tidak bu”

Semuanya diam, semuanya berfikir dalam geram.Suara langkah sepatu terdengar mendekat, makin dekat.

“ Hei! kemana saja kau selama ini! Bentak penasehat itu yang mengaggetkan semua yang ada di dalam ruangan kerja itu.Semua mata tertuju pada seonggok tubuh yang baru saja sampai.Jono hanya tersenyum getir.

“Aku bertanya!”

“Saya tau bu” jawab Jono tenang.

“Seenaknya saja kau tinggalkan perkara dan tangggung jawabmu!” bentak penasehat itu keras.

“Tenang bu, jangan terbawa emosi, bias saya jelaskan” jawab Jono sambil mendekat

“Semua akan baik-baik saja” tambahnya.

“ Baik-baik gundulmu itu, besok hari H, tak ada satu persiapanpun yang telah siap, bagaimana bias tenang? Undangan sudah terlanjur dibagikan”

“Semua ini akan baik-baik saja seandainya tidak ada kontra, tidak ada cerita dan tidak ada fitnah, apa karena saya bawa sebagian uang lalu saya menghilang lalu semua cerita ini menjadi berita dan topic terhangat?Jawabnya seolah menyiasati semua pikiran yang datang padanya.

            Suasana hening sejenak, seolah pernyataan itu menjadi labban semua mulut, semua pikiran hamper saja terhenti, semua pikiran sama “ Jono penguntit” saat ini memberikan pernyataan edannya.

“Lho saya bertanya ini” lanjut Jono memecahkan kebekuan.

“Apa karena saya membawa sebagian uang lalu saya menghilang  lantas itu menjadi prasangka saya melarikan uang?” ucapnya mengulangi pernyataan itu dengan tegas

“Kenyataannya begitukan?”jawab penasehat dengan nada menyindir

“Betul, betul sekali bu” jawab Jono sepele

“Hu dasar, sok alim tapi penguntit juga” celetuk lelaki di sampingnya

            Penasehat itu tersenyum mencibir, matannya memandang dalam ketidak senangan

“Akhirnya mengaku juga” gumamnya

“Biarkan itu menjadi buah piker ibu saja” jawab Jono

“Kita buktikan”

“Maaf bu, maksud kedatangan saya kemari untuk memberitahukan dan mengajak teman-teman beserta ibu untuk melihat Arena”

“ Apamaksudmu penguntit? Cletuk lelaki krempeng yang sedari tadi memandanginya

“Tidak ada maksud apapun” jawab Jono

“Penguntit tetap menguntit sajalah, jangan banyak bicara!” kini perempuan yang biasa bersama penasehat mengungkapkan kekesalannya

Jono hanya tersenyum menyinggung, dia masih berdiri dengan keringat yang senantiasa mendinginkan badannya, mata yang sayu itu makin menampakkan jiwanya yang lelah, muncul ngece dalam diamnya.

“Seharusnya memang begitu” gumamnya

“Ya memang begitukan kenyataannya?” jawab penasehat

“Iya bu, ibu benar!Nanti pukul 13.00 kita berangkat kearena bu!”

“ Untukapa? Semuanya sudah terlambat!”

“Saya permisi bu” ucap Jono sembari berlalu

“Untuk apa saya mengikutimu?”

Jono tidak menjawab pertanyaan itu, hanya menoleh dan berlalu kembali.

“ Dasarpengecut! “ gerutu perempuan itu

“ Sudahlahkita ikuti saja apa maunya”

“Tapi bu”

“Aku ingin tahu apa yang ingin dia lakukan!”           

            Semuanya diam, saling bertatap mata, ada beberapa yang tampak serius berbisik-bisik kemudian diam kembali.

***

Siang sudah datang, teriknya luar biasa di kota itu hanya tumbuh batang pohon besar di pinggir jalan  saja, lainnya sudah tumbuh pemukiman. Hampir saja nafas sesak dengan knalpot mobil mewah dan motor-motor bodol tidak seasri dulu. Terik yang langsung mencumbu kulit itu makin memacu emosi siapa saja, bahkan di jalan tu sumpah serapah berceceran seperti sampah.

Sebelum berangkat Jono masuk lagi keruangan berkaca itu.Hanya tinggal beberapa gelintir saja di dapatinya disana.” Baik sudah siap semua” ucap Jono memecah keriuhan diskusi yang entah apa yang di bicarakan.

“Ah pe

“Nguntit lagi” sahut lelaki yang tambun, sembari menyodorkan mimic kebencian pada Jono

“ Maafbu, apa sudah siap ke arena?”  Jono tidak menggubris lelaki tambun itu

“Sudah, ayo berangkat!”

“Mari bu”

“Penasehat itu membuntuti Jono beserta semua yang ada di ruangan itu.Tak berapa lama sampailah di arena tak ada komentar atau pertanyaan, yang ada hanya bisik-bisik yang berdesis terbawa angin.Ketika masuk arena, semua mata agaknya kaget, dan makin tak paham, semua diam, semua sunyi semua bermain pada pikirannya masing-masing.

“Pengecut!”

Ruangan itu panas sekali, semua tubuh terpanggang emosi antara geram dan malu.

***

Acara tahunan di mulai, pagi yang terik itu tersenyum sinis, pertunjukan akan segera berjalan. “ ah tak sesuai kenyataan” batinnya. Penasihat itu hanya tersenyum antara manis dan pahit. Semua klise muncul tiba-tiba.

“ Semuaini hanya topeng saja” batin Jono

“Ya topeng , topeng dari mereka”

“ Sudahterbukti bukan?” ucap lelaki itu mengagetkan lamunannya

“ Ahabang, semua ini bukan saya yang kerja, tapi abanglah yang melakukannya”

“Bukan, bukan itu Jon, semua karena kerja kerasmu”

“ Taklayak saya disebut kerja keras bang”

Lelaki itu tersenyum memandangi Jono, bukan senyum kagum tapi entahlah.

Di lain sudut

“Super sekali anak itu memanipulasi” gerutu perempuan itu

“Apa maksudmu?” sela lelaki tambun

“Lihatlah, semua seakan-akan baik-baik saja, seakan berita yang selama ini beredar musnah di lalap hingar binger ini.

“Sungguh metamorfosa yang hebat!” tambah perempuan itu penuh kekesalan.

“Bias jadi semua ini…”

“Apa?”

“Semua ini bias jadi memang benar”

“Coba kau cari kebenarannya”

Lelaki tambun itu diam, diam saja , bermain pada fikirannya.

“Ah kurasa bila ini semua kesalahan akan terlihat nantinya”

“Bodoh kau, sudah termakan rupanya kau!”sergap lelaki krempeng

“Lihat, mari dengarkan apa yang akan dikatakan penasehat tentang ini”

            Semua diam, penasehat itu memulai pidatonya, senyum manis itu seakan nancap jadi belenggu paling menyakitkan. Semua seakan terpukau, semua menjadi kebaikkan dan topeng yang begitu manis. Berita tentang penguntit tidak ada terdengar.

Jono hanya manggut –manggut  dalam batinnya senyum kecutnya mencuat ketika penaSehat itu meliriknya.

“ Ah menApa penasehat itu bersikap begitu” gerutu lelaki kerempeng.

“Entahlah, semua menjadi berbalik” jawab perempuan

“Mungkin Jono memang benar” cletuk lelaki tambun

“Hus !apa buktinya?”

Kalaupun bersalah apa buktinya?”

            Perempuan itu terdiam, acara terus berlanjut.Penasehat telah usai menyampaikan retorika abisiusnya, kini giliran Jono menyampaikan mukadimahnya. Di baca larik-larik konsepnya tanpa melewatkan satu kata saja. Pada akhir sambutannya ia berpantun.

Dalam jemari yang kita genggam

Ribuan rahasia menjadi nyata

Bukankah dari jemari pula peradapan padam

Pembuat berita menjadi dusta

 

Jika pemburu hilang senapan

Akan berlari keluar hutan

Jika guru hilang kesadaran

Ia lupa akan kebenaran

 

Pantun-pantun itu menukik ke hati yang merasa, mereka diam, malu, geram, dan marah. Pada penutup Jono seakan meledakkan gedung itu dengan bom pantunnya.

 

Bila belajar bersama mursyid

Ibarat berlayar bersama bilal

Bila pengajar takut dilampaui murid

Itu tanda hilangnya akal

 

Kontras, semua tepuk tangan, Jono meninggalkan podiumnya dan hilang ditelan  tirai hitam di sudut arena.

“BENGAL!” terdengar suara yang tiba-tiba meluncur ke udara tanpa tau pemiliknya, semua mata mencari-cari, pemilik suara itu tetapi tak ada yang mendapatinya, kemudian sunyi.

 

Rawasari 02 April 2016

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler