Skip to Content

cerita angin 1

Foto ARZapata

Di hamparan tanah kering dan berdebu tergolek tubuh kering kurus Sebatang Ranting. Sekian waktu lamanya Sebatang Ranting mencoba bertahan hidup, mencoba tetap memenuhi tugasnya sebagai bagian kehidupan yang tak lagi ramah.

Sesekali debu menyelimuti tubuhnya, seolah menjaga dirinya dari sengatan matahari yang kian panas, bukan karena kehendak matahari, bumi makin panas, tetapi lapisan-lapisan udara yang sudah tak sanggup menahan laju panas pancaran sinar matahari. Ozon telah tiada karena tertelan efek rumah kaca, udara telah teracuni gas-gas sisa, gas-gas buang, dan racun-racun nuklir di seantero bumi, karena ulah manusia. Manusia yang menganggap dirinya pandai, dirinya cerdas, dirinya tahu segala, telah menjadikan apapun di muka bumi, di atas bumi, bahkan di perut bumi sebagai isi perutnya. Manusia menganggap dirinya lebih beradab dari makhluk-makhluk apapun dan manapun, menganggap dirinya lebih mulia dari siapapun, bahkan tuhan ditantangnya. luar biasa manusia!.

Terdengar suara gemuruh dari kejauhan, Sebatang Ranting menggigil ketakutan, seharian penuh Sebatang Ranting telah berusaha berdiri, dari sedekah tubuh Setetes Air yang rela mengorbankan dirinya, agar Sebatang Ranting bisa tumbuh tegak seperti sedia kala, atau setidak-tidaknya Sebatang Ranting bertahan hidup sampai batas waktu yang telah ditentukan. Sekali lagi Sebatang Ranting terguncang tubuhnya, manakala dengan serta merta, tanpa izin tanpa sapa gerombolan Angin Badai menerpa dan menggulung tubuh Sebatang Ranting. Sebatang Ranting mencoba bertahan, namun akarnya yang masih muda tak sanggup menahan gempuran gelombang Angin Badai, meski dibantu tangan-tangan kurus yang menempel di tubuh Sebatang ranting.

Sebatang Ranting pasrah terlepas dari cengkeramannya, bergulung-gulung mengikuti kemana Angin Badai mendera. Sehingga diangkatnya tubuh Sebatang Ranting oleh Angin Badai ke atas berputar-putar. Sebatang Ranting berteriak ketakutan, "Hai...mau dibawa kemana aku ini Angin laknat!"

Angin Badai terkejut," Oh saudaraku, kenapa engkau sekasar itu padaku?"

"bukankah engkau telah mencabut harapanku, akarku terlepas dari bumi, padahal sahabatku Setetes Air rela mengorbankan jiwanya agar aku bertahan hidup!"

"Sebentar-sebentar Sebatang Ranting, bukan seburuk itu maksudku membawa terbang, atau engkau telah meminum racun yang telah merasuk ke dalam jiwa-jiwa manusia? Yeah aku sadar akupun merasa demikian, terlalu lama kita teracuni penyakit hati mereka. Mereka saling fitnah, saling membenci, saling menghasud, saling menghina, saling mengotori, saling hujat, saling iri, saling dengki, bahkan saling bunuh. Karena pengaruh itu, aku sekarang sulit mengendalikan tubuhku, semua akan aku terjang, karena sekarang sudah tidak ada lagi penghalang, pohon-pohon besar telah ditebang, gunung-gunung ditambang. Walaupun begitu, aku adalah saudaramu, aku akan berusaha sekuat tenaga seperti halnya denganmu, agar aku tetap hidup bermanfaat, buat apa hidup kuat, tetapi sepi dari sahabat. Aku ingin engkau selamat, akan aku bawa engkau ke negeri awan, disana engkau dapat hidup tanpa kesusahan, di sana satu satunya tempat yang selalu menjaga kesucian, kemurnian, dan tentunya kesejukan dan kelembutan nurani....ma`afkan aku apabila terlalu kasar mencabutmu..."

Sebatang Ranting menangis terharu," maafkan aku yang telah berburuk sangka padamu, ternyata sepeninggalnya sahabat-sahabatku, masih ada engkau, maafkan aku apabila selama hidupku tak pernah menganggap keberadaanmu, engkau tak terlihat, engkau tak pernah berucap, engkau terlihat tak pernah peduli caci atau puji, engkau berlalu begitu saja...Hingga hari ini aku baru mengerti dan menyadari akan makna hidupmu..ugh betapa bodohnya aku!"

"Sudahlah, tak usah menyesali diri berlebihan. Memang sudah sering kudengar kepedulian manusia untukmu, dibanding aku. Engkau selalu tersanjung, namun selalu saja engkau kurang beruntung, keluargamu dibantai hanya untuk memuaskan nafsu-nafsu...."

"yeah..karena itu tubuhku dieksploatasi berlebihan, tubuhku dipotong-potong dan diawetkan dengan berjuta-juta kubik racun. Pestisida menempel di tubuhku, itupun racun. Racun yang sanggup membinasakan saudara-saudaraku, yang dianggap musuhku. Belalang, Wereng, Ulat Bulu, Ngengat, Rayap...Padahal seperti yang telah engkau lihat, mereka hanya butuh tubuhku secukupnya, tidak seperti manusia, mereka sanggup memakan keluargaku seluruh dunia dalam sekejap...."

"ya, aku tahu dan bahkan aku turut membantu sebagian proses keseimbangan dan reproduksi mereka..."

"mereka saling memakan adalah bagian proses dari hidup dan mati itu sendiri, sehingga terjadi keseimbangan populasi, dan manusia tahu tentang itu...."

"ya..tetapi kenapa manusia bertindak bodoh? bukankah itu berarti membunuh dirinya sendiri?"

"yeah ...itulah manusia, yang kita tidak mengerti, karena kita bukan manusia, yang konon katanya, mereka diberi kelebihan-kelebihan dibanding kita, mereka punya organ fisik lebih sempurna dari kita, mereka diberi fikiran dan hati, untuk bekal memimpin alam semesta, dan katanya pula, apabila mereka berhasil mengendalikan fikiran, hati, dan syahwat, mereka diangkat menjadi insan yang mulia, dan sebaliknya, apabila mereka rakus, bodoh, dan kejam kepada kita, derajat mereka turun jauh dibanding kita. Sungguh celaka manusia durjana, hidup mereka sia-sia, dan tak berguna bagi siapapun, termasuk dirinya sendiri"

"hei...mengapa kita mengolok-olok terus manusia?, bukankah mereka telah musnah?"

"Kali ini engkau keliru, mereka tidaklah mati, mereka sedang ditendang kanan kiri oleh sahabatku, bumi, mereka tidak disukai oleh bumi, karena merekalah yang membuat bumi merana....., pada saatnya nanti mereka akan dibangkitkan semula, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya".

(bersambung)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler