Skip to Content

Cerpen : Cahaya Jingga

Foto Annisa Tiara

Kalian tau arti pedih? Ya, disaat kau kelilipan debu dan matamu mulai terasa abstrak. Antara gatal dan sedikit sakit, dilema antara digaruk atau ditiup saja. Atau dikedipkan dengan kecepatan diatas rata-rata tanpa harus mengutak-ngatik kornea?


Pedih secara mental, tahu kah? Disaat kau terlalu merindukan seseorang sehingga goresan-goresan kenangan kalian telah secara realistis menyayat pikiran dan perasaanmu. Aku tersayat.
Cinta dimana tidak dapat bertemu fisik, dibatasi oleh ilusi bodoh yang tak kian hilang meski telah ditiup ke berbagai arah. Seperti api yang coba dipadamkan dengan tiupan-tiupan kecil yang justru semakin membesarkannya. Aku merindukanmu bodoh.


Malam ini kelam pikiranku, hilang dalam berbagai arah keheningan kamarku pada jam 1.12 pagi ini. Aku tak bisa tidur meski sebenarnya aku lelah. Aku terlalu tersayat untuk tidur, aku ingin kau. Aku berhutang budi pada teknologi zaman sekarang. Meskipun bisa membuat jarak tampak seperti hal sepele, kau tahu dengan hidung tersumbat nafasmu tak akan lancar. Demikian ini. Aku rindu akan keberadaanmu.


Lampu kecil jingga kamarku telah menyala dan lampu lain telah mati. Harmoni melodi musik melow melankolis telah di putar sehingga merayu sayu mataku untuk menenggelamkan diri dalam harapan dan impian. Kali ini tidak semudah itu. Kepalaku terlentang bebas diatas empuknya bantal dan badanku lepas landas diatas kotak ini. Tetapi saat kucoba mengatup mata, mereka terlalu keras kepala hingga ingin selalu terbuka. Karena mereka mengerti, setiap detik aku melepaskan kelopak mata ke grafitasi, aku akan memikirkan dirimu, dan hanya kau yang terlintas. Aku mencoba berlari dari otakku sendiri, tapi rasa tetap diam. Aku dipeluk selimut lembut hangat, yang mengingatkanku akan pelukanmu yang nyaman itu. Seperti biasa tertidur di pundak kerasmu itu yang tidak seempuk bantalku. Tetapi, entah, mereka terasa jauh lebih baik. Mungkin karena ketulusan, mereka menjadi membuat bulu kudukku merasa bahwa cinta ada. Aku ingin duduk berdua denganmu lagi, melakukan sama sekali kosong dan hanya disitu, bermimpi dalam mata coklatmu. Hilang didalam tatapan maut itu yang kian berujung dengan senyuman tulus dirimu.


Oh tidak, aku mulai terhujani perasaan pedih sayat memori. Memori yang melekat jauh lebih lama dari sebuah kejadian itu sendiri. Lucu bagaimana otak manusia bisa menyimpan begitu banyak kenangan yang lebih sulit dari pada puzzle untuk diatur. Namun mungkin, saat puzzle ini dapat terselesaikan, memori itu akan kembali menjadi kenyataan. Mungkin. Tapi ini takkan pernah bisa dengan kemampuan hanya 6% otak. Lucu bagaimana hati manusia bisa menyimpan begitu banyak rasa yang detik demi detik dapat berubah segampang memutar balikkan tangan. Mungkin jika rasa ini akan terus stabil dan tidak melonjak atau terjatuh, aku tidak akan merasa sakitnya sayatan rindu ini. Tapi kau tahu? Aku lebih memilih terjatuh dan merasakan goresan pecahan rindu yang lalu dibanjiri tangis air mata. Dari pada menjadi seorang robot tanpa perasaan, keji. Aku hanya ingin dirimu sekarang. Karena aku rindumu.
Sungguh,
Hanya itu yang kumau.
Kau.

Annisa Tiara

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler