Skip to Content

"Senja di Alun-Alun Kota."

Foto novandanugraha

      Mataku masih menerka-nerka, meraba-raba, dan merapat segala hal tentangmu. “Hmm… Aku hanya ingin melupakannya Tuhan.” Ujarku dalam hati sambil menikmati jagung bakar di lesehan senja di sekitar alun-alun kota. Ya, inilah tempat favoritku untuk menyendiri dan sekedar mencari kedamaian yang mengendap. Aku masih ingat sebuah idiom dalam Bahasa Inggris yang aku dapat dari salah satu dosen dikampusku, “To leave someone in peace.” Memang, aku sedang berproses untuk belajar melupakanmu dengan cara yang baik tanpa ada permusuhan diantara kita. Selain itu aku juga sedang belajar pergi dari kehidupanmu, kehidupan yang penuh dengan sandiwara retorika dan bahasa metafora yang penuh dengan ketidakadilan. Aku masih menyimpan segala kenangan tentangmu, salah satunya sebuah novel yang berjudul “Cinta Dari Surga” yang engkau berikan di hari ulang tahunku yang ke-19. Memang banyak kenangan yang begitu indah diantara kita. Tapi sayang, kebenciaanku yang amat sangat besar timbul saat engkau berkata padaku, “Tama, lebih baik kita berteman. Berteman membuat kita bertahan tanpa saling mengekang.” Ya, itu selalu alasanmu ketika aku mengajakmu untuk menjalin kedekatan lebih dari sebuah “teman.” Aku jujur, aku bukan seorang yang ahli berlaga dalam urusan cinta. Aku selalu benci kosakata cinta.

     Memang, aku tak suka dengan kosakata cinta sejak engkau mengabaikan perasaanku. Entahlah, aku tak habis pikir, kenapa aku begitu membencimu. Tetapi, pada saat aku membencimu dengan mengirim nada-nada ancaman via pesan SMS, justru engkau tak pernah marah padaku. Justru sebaliknya, engkau membalas nada-nada ancaman itu dengan bahasa kekanak-kanakan yang justru membuatku terhibur.

     “Mas, badhe ngunjuk nopo?” Tiba-tiba di tengah lamunanku aku dikagetkan dengan suara ibu penjual jagung bakar yang bertanya padaku soal minuman apa yang aku inginkan dalam bahasa jawa yang halus. Dan akupun menjawab, “Teh anget mawon bu!” Yang artinya “Teh hangat saja bu.” Ya, memang di lesehan jagung bakar ini aku sedang berusaha melupakanmu, namun bisa ditebak, justru aku malah sibuk melamun dan berandai-andai memikirkanmu.

      O...Iya, satu lagi. Aku juga masih ingat waktu mulai tertarik padamu. Banyak teman-teman yang tahu kalau waktu itu aku suka padamu. Hal itu berawal waktu kita duduk bersama dibangku SMA kelas I. Sayang, dibangku SMA kelas 2 kita harus terpisah karena konsentrasi jurusan kita berbeda. Hingga akhirnya waktu duduk di kelas 3 aku mendengar bahwa engkau sudah menjalin hubungan dengan seorang adam yang ternyata sosok adam itu adalah sahabat karibku. Siapa sangka kalau sosok kekasihmu itu adalah Hakim, sahabat baikku yang aku kenal di pertemuan ekstrakulikuler Rohis (Rohani Islam) yang diadakan tiap Sabtu sore di beranda mushola sekolah. Sejak itu aku membenci engkau dan Hakim.

      Entahlah, waktu itu selama berhari-hari aku sering menyendiri dimanapun aku berada, menangisi keadaan seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Berlebihan memang, tapi itulah aku waktu itu yang masih berpikir dalam takaran yang kerdil. Hingga suatu hari di tengah kesendirianku, seorang sahabat baik datang menghampiriku dan berkata, “Tama, dunia ini tak selebar daun kelor. Jangan menyiksa diri seperti ini, masih ada dinding hawa lain yang lebih baik dari Prita! Percayalah!” Nasihat itu juga tak hanya datang dari sahabatku, tetapi juga dari Bu Wied, Guru Geografi yang amat tahu tentangku.

      Memang, selain sebagai guru, beliau adalah tempat berbagi segala masalahku. Beliau sering memberi banyak wejangan dan nasihat berharga agar aku lebih semangat menjalani hidup.

     “Ya ampun, Tama kok mikirin hal-hal seperti itu! Masalah “cewek” itu gampang. Sekarang berkonsentrasilah dulu dalam urusan belajarmu! Pertahankan ranking parallel berturut-turut yang kamu raih sejak kelas 2.” Kata Bu Wied yang memang sudah kuanggap sebagai orang tuaku yang kedua.

      Tapi nasihat dan semangat itu tak berlangsung cukup lama untuk menjadi obat bagiku. Aku masih ingat sore itu di penghujung Bulan September disaat para guru dan siswa sudah pulang. Aku memergoki engkau dan Hakim berduaan bersama di tempat parkir, kalian memang hanya bercengkrama sejenak sebelum berboncengan bersama untuk pulang dengan sepeda motor Tiger milik Hakim. Aku yang sedang duduk-duduk di bangku teras depan perpustakaan bersama sahabatku Edward sangat kaget melihat kebersamaan kalian. Aku hampir akan berteriak dan melampiaskan emosiku pada kalian, hingga pada akhirnya kalianpun melihatku yang sedang duduk-duduk di depan teras perpustakaan dengan mata yang terbuka lebar. Saat itulah aku merasa kaget dan salah tingkah, akupun berlari menuju toilet sekolah yang berada di pojok bagian barat sekolah. Kalian yang penasaranpun segera berlari mengikutiku. Di toilet itu aku tumpahkan segala kekesalanku pada kalian dengan memukul-mukulkan kepalan tanganku pada tembok toilet sekolah secara berulang-ulang. Sakit memang, tapi aku puas dengan cara pengecut ini. Dan sampai akhirnya Hakim mendobrak pintu toilet dan dia menarik tanganku agar berhenti memukul-mukulkannya pada tembok sekolah sambil berkata, “Tama, apa maumu? Kamu cowok bukan sih? Kalau kamu tidak suka aku berhubungan dengan Prita bukan begini caranya. Kalau kamu benci denganku sekarang cepat pukul aku! Pukul aku! Cepat!”

      Ya, tiba-tiba Hakim memegang tanganku dan menyerahkan wajahnya untuk aku pukul. “Ayo Tam, jangan sungkan! Keluarkan segala kemarahanmu padaku diwajahku.

      "Ayo!” Kata Hakim dengan nada tinggi dan mata berkaca-kaca.

      Waktu itu aku hanya terdiam dan mematung. Sedangkan Prita yang menangis menyuruh kami mengakhiri pertengkaran kami.

      “Cukup.. Cukup… Cukup! Ayo Hakim kita keluar!”

      Dan akhirnya engkau dan Hakim keluar meninggalkanku dan segera pulang. Aku yang masih syokpun segera menyusul untuk keluar dari toilet. Tampak Edward sahabatku menghampiriku.

      “Sudahlah, ayo kita pulang!” Ujar Edward padaku.

      Dan keesokan harinya aku mendengar kabar dari Edward bahwa kalian sudah mengakhiri hubungan kalian Entahlah, apakah hal itu gara-gara aku yang cemburu pada kalian atau ada alasan lain yang melatarbelakangi semua itu, tapi yang jelas aku tiba-tiba sadar bahwa aku telah berbuat salah padamu dan juga pada Hakim. Hingga pada waktu sekarang kita duduk di bangku kuliah, kita mulai kembali menjalin dinding persahabatan yang baik. Kebetulan kita menimba ilmu di wilayah yang sama yaitu di Kota Jogja. Hingga pada akhirnya, hasrat untuk memilikimu datang kembali, tepat di hari ulang tahunmu aku meminangmu menjadi dinding hawaku. Namun sayang, kamu menolakku dengan alasan bahwa bersahabat diantara kita lebih baik dibandingkan menjalin hubungan yang lebih, karena bersahabat membuat kita bertahan tanpa saling mengekang. Ya, Alasan itu yang selalu kamu ucap. Dan sekarang aku sudah berkeputusan untuk melupakanmu, walau jujur, tak semudah membalikkan telapak tangan. Aku belajar melupakanmu bukan tanpa sebab, tetapi aku ingin lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting dari urusan jodoh. Aku memang sedang menikmati kesendirianku dengan kesibukan yang amat baik untukku ketimbang memikirkan masalah yang berkaitan dengan dinding hawa. Ya, salah satunya menikmati kesendirian di waktu senja di alun-alun kota yang biasa aku lakukan, aku begitu menikmatinya sampai kadang tak ingin pulang dari tempat ini. Aroma jagung bakar, teh hangat, TV layar besar di sebelah selatan alun-alun, para pejalan kaki, udara sore di tengah keramaian kota, dan langit jingga di ufuk barat menjadi episode hidup yang indah bagi kesendirianku. Biarlah, biar aku nikmati kesendirianku ini. Ini hidupku dan aku punya kendali yang lurus untuk mengaturnya. Tanpa sadar senja di alun-alun kota hari ini sudah akan berakhir ke peraduan. Aku harus segera pulang ke rumahku yang memang berjarak cukup jauh dari alun-alun kota ini. Senja di alun-alun kota ini aku tutup dengan ketenangan yang menyambut. Ya, ketenangan. Karena aku bahagia menjalani hidupku yang sekarang.

 

Lesehan Jagung Sebelah Selatan Alun-Alun Kota Kebumen Sabtu, 12-Juni-2010 Pukul 16.54 WIB

Komentar

Foto tejo

Ada sastrawan dari Kebumen

Ada sastrawan dari Kebumen Rupanya!
Salam kenal dari dosen SD Kec. Adimulyo Kebumen!
Moga sukses selalu!
www.bumenmulang.blogspot.com

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler