Skip to Content

Cinta bersemi di telaga sunyi

Foto ARZapata

Bagian I

Perkenalan di Hall Pusat Petualangan....

Pagi ini Anton Gendhewo bangun dari tempat tidurnya, dengan perasaan gembira. Tentu saja Anton Gendhewo hatinya berbunga-bunga, hari ini adalah hari istimewa dalam hidupnya, baru pertama kali dia berkesempatan naik gunung, tahun-tahun lalu, ada saja halangan yang menggagalkan rencana naik gunung. Sambil bergegas menyiapkan perlengkapan, dia tidak lupa menyalakan api kompor gas, dan menyiapkan sesendok kopi dan gula. Tak lupa bersih-bersih badan dan gosok gigi. Benar-benar efektif hidup si Anton hari ini, tidak seperti biasanya, hidupnya lebih banyak diisi dengan tidur dan tidur.

 

"ahh..., ada yang terlupa", gumamnya, diapun membalikkan badan kembali ke kamarnya mengambil beberapa kitab salah satunya kitab suci. Antik juga orang satu ini, walaupun tidur dan tidur makanan pokoknya, tetapi urusan hubungan dengan sang khalik, sedikitpun tak pernah dia remehkan.

"apa lagi ya?, "tanyanya dalam hati, mmmm...."ohh ya...", tiba-tiba dia teringat peralatan PPPK, yang masih tertinggal. Anton Gendhewo memang luar biasa teliti untuk masalah hobinya yang baru ini.

Sepeminum kopi, singkat cerita Anton Gendhewo sudah tiba di depan  Pusat Petualang Kampus, "dengan Vespa bututnya, Anton Gendhewo terlihat keren, itu sih menurut dia sendiri...hahahaha", teman teman sering menertawakan penampilannya.

Dengan gayanya yang cuek Anton berjalan mantap menuju ruang persiapan, di sana sudah terlihat teman-teman bagian pendata dan sebagian peserta naik gunung, dengan kesibukannya masing-masing. Anton sekilas menyapu pandangan, dan dia segera menemukan tempat registrasi, bergegas dia menuju ke sana.

Suasana pagi ini di ruang hall Pusat Petualang Kampus cukup ramai, beberapa senior petualang satu persatu datang. Ada satu dua senior yang dikenal Anton, dengan gaya ramah dia menyapa,

"Hei lex, tumben duluan nyampe?!",

"emangnya ente yang biasa datang duluan?hahahaha...", dengan gaya tertawa renyah setengah menyindir kebiasaan Anton Gendhewo yang suka kebablasan tidur, sehingga sering terlambat masuk kuliah. Meski Alex lebih senior di dunia kepetualangan, namun Anton Gendhewo sejatinya lebih senior di bangku kuliah, yah selisih dua tahun begitulah, jadi wajar hubungan mereka tidak ada yang unggul satu sama lain. Namun demikian, mereka adalah manusia-manusia yang cuek perbedaan, tidak peduli mana yang lebih senior.

Namun kali ini ada sesuatu yang membuat Anton agak berdesir jantungnya, di sebelah Alex berdiri perempuan tinggi semampai, cantik, dengan bola matanya seolah-olah mampu menyedot jantung siapapun yang dipandang. Suara Alex memecah kekakuan suasana sesaat,"Ton, kenalkan adikku...."., wanita itupun menyorongkan tangannya yang nampak putih seputih salju, terlihat lembut selembut sutra, tetapi seperti kebiasaan Anton apabila bertemu wanita, dia hanya menangkupkan kedua telapak tangan ke depan dada, wanita itupun segera mengerti dan mengucap salam kenal

"Adelia..., "

"Anton ...lengkapnya Anton Gendhewa", sahut Anton

"Kuliah di mana dik?,"

"Di sini saja mas, di manajemen",

"Semester berapa?",

"baru tahun ini mas...",

"oo..., mengantar mas Alex ya?",

"ehem hemm...., ya..ya".

 

Bagian II

seruang rasa ada...

bergumpal kerisauan di hati

harum bunga menggoda

sesaat hati berhasrat

tak kuasa gelegak menyeruak.......

"hei..., pagi2 kok sudah bengong kayak patung!", teriak Eddy Kriwul membuat Anton Gendhewa terlepas dari lamunan. Sedari tadi pagi, sebenarnya Eddy Kriwul sudah mengamati kedatangan Anton, mendengar suara knalpot vespa yang khas, sahabat-sahabat Anton sudah tahu itu vespanya Anton Gendhewa. Kebetulan Eddy melihat perkenalan sahabatnya itu dengan pacar si Alex. "sudahlah, gak usah dipikir amat, dia sudah ada yang punya....he he he", ejekan Eddy sepertinya tepat sasaran.

"tahu saja kamu Wul, dari mana kamu tahu kalau aku lagi terganggu sama cewek..", selidik Anton Gendhewa. "ah...gampang saja aku tahu, coba lihat telapak tanganmu....", Eddy Kriwul sok bergaya kayak tukang ramal palmistry. "Hemmm....gak bakalan kamu dapat si dia!", ramal Eddy. "Kenapa?", tanya Anton,

"lihat saja nih..., garis di tengah tanganmu ini terputus!"

"sok tahu kamu Wul, sudahlah aku tak percaya sama ramalanmu!",

"ya sudah kalau tak percaya..", jawab Eddy enteng.

"ngomong-ngomong kamu tahu tidak? siapa yang di sebelah Alex?", lanjut Eddy.

"ya..ya, aku tahu barusan tadi waktu aku baru datang..., namanya Adelia"

"cekatan kamu Ton, kalau urusan kenalan sama cewek ..."

"ah...bisa saja kamu Wul, itu pas kebetulan, bukan aku yang kayak kamu, jangankan cewek cantik, sama kambingpun kamu kejar...hehehe", gantian Anton meledek Eddy Kriwul

"kan gurunya kamu...kek kek kek", balas Eddy

"eh Ton, aku sebagai sahabat cuma bisa menasehati, jangan sekali-kali mendekati cewek itu, dia adalah ceweknya Alex..."

"ah yang benar..., kata Alex dia Alex dia adiknya"

"ton...ton, kamu ini kuper banget sih, itu kata halusnya pacar..tau???"

Bagai ayam betina tertangkap ayam jago, Antonpun tak berkutik, kalah satu kosong sama si Kriwul. "Terimakasih ya Wul, kamu mengingatkan....", jawab Anton Gendhewa sambil berjalan gontai. "hai...hai ..hai mau kemana? aku ikut!", teriak Eddy Kriwul

Sepeminum kopi, lengkap sudah empat sekawan yakni Anton Gendhewa, Eddy Kriwul, Baroto Gingsul, dan Yo Wagu, tengah asyik bercengkerama di warung kopi yang terletak di depan Pusat Petualang Kampus. Meski mereka berbeda Fakultas atau Jurusan, namun mereka satu tempat kos2an. Berbeda dengan anggota Petualang Kampus lain yang terlihat perlente dan elit, mereka tergolong mahasiswa dengan level ekonomi menengah ke bawah. Mereka hampir-hampir tidak bisa makan dan minum di kantin Kampus yang memiliki tarif mahal, menurut pikiran mereka. Mereka lebih memilih warung-warung di pinggir jalan, yang menurut mereka sepaham dan sejalan dengan prinsip-prinsip proletarianisme. Ahhh ...itu sih sekedar pembelaan diri saja, sejatinya mereka adalah mahasiswa yang siap puasa senin kamis, karena ikhlas maupun terpaksa, terpaksa karena jatah bulanan selalu habis di pertengahan bulan. Mereka sanggup berlapar-lapar ria, cukup dengan beberapa ekor ikan asin yang digantungkan di tengah-tengah ruang dapur, mereka bertahan. Teknisnya, apabila kalender telah menunjukkan tanggal-tanggal 15 ke atas, mereka menanak nasi, sedangkan lauknya sekerat potongan ikan asin, sengaja ikan asin ditempatkan di tengah-tengah ruang dapur, agar tidak terjangkau pesaing budiman yakni kucing, dan segala macam serangga, dan untuk mempermudah untuk dipotong dengan gunting, kemudian dibakar.

Untunglah mereka hidup di lingkungan yang sangat bersahabat, dan merekapun ringan tangan, mau membantu siapa saja yang membutuhkan tenaga dan pikiran. Tanpa pasang tarif dan tanpa syarat apapun. Contohnya si Kriwul, pada suatu hari pada saat dia tidur pulas, ada kebakaran, tanpa pikir panjang si Kriwul segera bangun dari tempat tidur dan tergopoh-gopoh mencari ember dan mengisinya dengan air, dan iapun celingukan mencari sumber kebakaran, "mana..mana apinya...mana", orang serumahpun tidak dapat menahan ketawa,"hahahaha..hahhaha..., mas Kriwul mas Kriwul..., itu kan hanya sinetron di TV...hahahaha..hahaha," meledaklah ketawa teman-temannya. Lain lagi cerita Baroto Gingsul, meski Baroto Gingsul itu pendiam, tapi dia cukup disegani cewek-cewek kampung, disamping senyumnya manis, dia punya ilmu pelet 'wakadol kebo gupak', ..hehehehe...ini sih rekaan teman-temannya saja yang sirik. Baroto Gingsul memang anak yang cerdas, setiap cewek-cewek SMA punya persoalan pelajaran, bisa dipastikan si Gingsul yang menyelesaikan, wajar saja kalau dia selalu dekat dengan cewek-cewek. Sementara Yo Wagu, memang benar-benar wagu, dia asli lampung, namun lebih suka memaksakan diri berbahasa Jawa. Suatu saat di Kampus, karena ada suatu dan lain hal  dia tertinggal dengan teman-temannya yang sudah pulang terlebih dahulu. untung didompetnya masih ada uang receh,"bang...bang becak kesini!!!", teriak Yo Wagu. Setelah becak merapat,

"piro kidul pasar kono?(berapa ke selatan pasar?)", tanya dia

"kalih atus mawon mas...(dua ratus rupiah saja mas...)"

"ahhh...kok larang ...limang atus wae yo?(ahhh...kok mahal amat....limaratus saja ya?)"

tanpa pikir panjang, bang becakpun mengangguk tanda bersedia.

sesampainya di tempat kos-kosan, dengan bangganya dia bercerita, kalau dia berhasil menawar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tanpa menunggu komando teman-temanyapun tertawa terbahak-bahak...hahahahahaha...hahahahaaha....hahahahaa. Iya saja, teman-temannya menertawakan cerita konyol Yo Wagu," Ada-ada saja kamu Yo masak duaratus rupiah ditawar limaratus rupiah, ia saja bang becak pasti mau", celetuk Kriwul. Suasana penuh kekonyolan, keceriaan, berbaur dengan keakraban yang unik, membuat mereka semakin merasa senasib dan sepenanggungan.

 

Bagian 3

Pertemuan pertama yang menggoda.......

"mas, itu tadi teman mas yang mana? rasanya aku kok belum pernah lihat?", tanya Adelia

"yang mana?"

"itu lho...yang..mmm..namanya Anton...Anton...mmm", Adelia mencoba mengingat-ingat, tapi tak ingat juga

"Ooo...Anton Gendhewa maksudmu?,"

"Ya..iya mas..., aneh juga ya namanya"

"Dia itu anak Teknik Elektro, semester 9, nama aslinya bukan Anton Gendhewa, itu hanya nama panggilan teman-teman akrabnya. Kalau nama aslinya aku tidak tahu..., kata teman-temannya tambahan Gendhewa, karena sifatnya yang mudah mengalah dan suka mengorbitkan orang lain, jadi mirip busur panah, yang melesat itu anak panah, tetapi busur disamping hanya dijadikan pijakan, dia selalu di tempat, busur bahasa jawanya gendhewa, memang ada apa dengan dia?"

"mas cemburu ya?"

"Hati-hati sama dia, dia itu pandai, handsome, mudah bergaul, dan baik hati ,tentu saja aku mesti pasang kuda-kuda", jawab Alex sambil tersenyum.

"sudahlah...sekarang kita siap-siap, apa-apa yang harus kita bawa, termasuk memisahkan barang-barang yang kita bawa untuk sebagian diserahkan Anton",

"lho mas...kok ada yang mesti dibawa dia ya?", entah bagaimana jantung Adelia tiba-tiba berdegup senang manakala disebut nama Anton.

"pihak Universitas mengizinkan kita mengadakan acara ini, dengan prasyarat harus memiliki nilai tambah, salah satu nilai tambah dari kita ya ini", Alex berusaha menunjukkan dengan cara mengeluarkan barang-barang elektronik yang telah dibeli sewaktu pergi ke Jakarta, ada seperangkat solar cell, yang akan digunakan sebagai energi alternatif untuk berbagai keperluan seperti; mengisi ulang batere handphone, dry cell/aki kering untuk menyimpan energi yang dihasilkan, dan komponen-komponen lain, termasuk kabel-kabel listrik, bohlam, serta alat-alat yang cukup rumit bagi orang awam untuk mengenalinya.

"Kok aku diajak juga to mas?, khan tidak ada hubungannya dengan jurusanku..", Adelia berpura-pura menolak acara ini, padahal hatinya senang sekali, ketika alex mengajaknya ikut.

"Kamu kan tahu sendiri, aku ini pencemburu, kalau kamu mas tinggal disini, siapa yang mengawasimu tiap hari?",

"Ya sudah, meski buatku acara ini berat .....jalan kaki ya mas?"

"dasar anak manja, memangnya naik gunung mau naik mobil?",

Begitulah, persiapan naik gunung telah dipersiapkan dengan sungguh-sungguh oleh para peserta. Adeliapun bersemangat membantu Alex menyiapkan properti yang harus dibawa, tentunya dia memperhatikan properti yang akan diserahkan kepada Anton, ingin sekali rasanya ia bertemu Anton, entah kenapa.

Sejurus kemudian, para peserta yang jumlah tidak lebih dari 50 orang, telah berkumpul di aula. Adelia bergegas mengambil inisiatif,

"mas Alex...mas Alex!!"

"ada apa?"

"kuserahkan ke mas Anton ya, ransel ini?"

"ya..ya", jawab Alex singkat, tanpa memperhatikan Adelia yang terlihat cerah raut mukanya. Alex sangat sibuk sekali mengatur kelompoknya, oh ya...Alex adalah mahasiswa jurusan arsitek semester 5, membawa misi pelestarian alam dengan program penataan hunian di di lereng-lereng gunung. Adapun dia membawa alat-alat elektronik, karena sekalian dia pergi ke jakarta membelikan kebutuhan rekan-rekan jurusan elektronik. Meskipun program-program yang diusung sepintas terlihat berbeda, namun satu dan lain program sebenarnya saling mendukung dan berkaitan, contohnya seperti program anak-anak elektro dan arsitektur, pada penataan pemukiman di lereng-lereng gunung yang jauh dari jangkauan pelayanan listrik oleh negara, dapat dipenuhi kebutuhan listriknya melalui pengadaan listrik bertenaga matahari, yang programnya ada pada anak-anak elektro.

Karena menariknya program-program yang diusung pada acara naik gunung kali ini, maka sang Rektorpun merasa berkepentingan untuk membuka sendiri ceremonial pemberangkatan para petualang ini.

Pada pertengahan acara ceremoni pelepasan, tiba-tiba terdengar bunyi keras, semua hadirin secara refleks mencari sumber bunyi, ternyata bunyi itu berasal dari pintu utama, gara-garanya adalah si Gingsul, yang tergopoh-gopoh lari ingin mengikuti kegiatan pelepasan, tidak memperhatikan pintu masuk yang terbuat dari kaca penuh, diapun menabrak pintu kaca, beruntung pintu kacaya cukup kuat menahan benturan, sehingga kaca pintu tidak pecah. "Ada ada saja Baroto, sudah terlambat bikin kegaduhan pula!!", teriak Boy salah satu peserta kegiatan ini, setelah acara ceremoni pelepasan selesai.

"anak itu semestinya tidak diperbolehkan ikut acara, terbukti tidak disiplin!!!", lanjutnya

"???", Antonpun mengernyitkan dahi,

"Sul, kamu kemana saja sih?, tadi kan sama teman-teman ....kok terlambat masuk ke aula?", pertanyaan sekaligus nada membela sahabat terlontar dari mulut Anton.

"eh...iya Ton, aslinya sih aku tidak terlambat, barusan isi perutku susah diajak kompromi nih!",jawab Gingsul sambil cengengesan.

"makanya...lain kali kalau ada apa apa mestinya panitia dikasih tahu", nasehat Anton.

"ah itu sih alasan, aku gak percaya!!", teriak Boy penasaran.

"Hei...kamu ingin cari gara-gara ya?!", teriak Eddy Kriwul tidak kalah lantang.

"Siapa yang cari gara-gara?, itu tu temanmu yang cari gara-gara, sudah datangnya terlambat, ngacau acara lagi!!", bantah Boy sambil celingukan seolah mencari dukungan, namun tak satupun yang berani berkomentar. Boy memang dikenal anak oportunis, sebenarnya tidak gap antara anak-anak kalangan berada dengan anak-anak mahasiswa kalangan menengah ke bawah. Hanya karena tahu diri, anak-anak kalangan menengah ke bawah mengelompok secara alami, mereka tidak bisa mengikuti gaya hidup anak-anak 'the have', jangankan cara hidup sehari-hari, cara pandang dan cara berfikirpun jauh berbeda...., Nah anak mahasiswa seperti Boy sih tidak banyak, mereka terbiasa memanfaatkan materi anak-anak kalangan berada, dengan menghalalkan berbagai cara, bahkan cara-cara kejipun dilakukan, yang penting mereka senang, seperti kasus sekarang ini, boy berusaha menjelek-jelekkan walau Baroto Gingsul notabene teman sendiri...

Tanpa sepatah kata, Anton menggelendeng Baroto ke luar ruangan, berusaha meredakan suasana. "sudahlah, tidak usah ditanggapi ocehannya, lebih baik kita cek ulang apa-apa yang harus dibawa", nasehat Anton kepada Baroto Gingsul.

Sambil terengah-engah Adelia berlari kecil membawa ransel perlengkapan kelompok Anton,

"Mas Anton ...mas Anton...", panggil Adelia, Antonpun menoleh,

"Ada apa dik?"

"Ini mas .., titipan dari mas Alex!", jawab Adelia sambil mengatur nafas, entah karena berlarian tadi, atau ada perasaan lain yang membuatnya harus mengontrol degup jantung. Dia sendiri tidak mengerti mengapa perasaannya begitu berbunga apabila bertemu Anton.

"Oh ya.., terimakasih", jawab anton pendek, tanpa berani menatap sepasang mata indah Adelia. "mmm...sama-sama",Adelia berdiri diam terpaku menatap lelaki di depannya yang terlihat kokoh perkasa tapi cuek, ingin rasanya ngobrol begitu lama, namun apa daya, yang dihadapi adalah sosok yang dingin sedingin es, ingin rasanya berinisiatif untuk memulai pembicaraan, namun hati kecilnya berkata,"Apa kau gak malu?, wanita koq yang duluan, gengsi sedikit dong!!. Dengan membawa perasaan mengganjal Adelia membalikkan tubuh dan kembali ke tempatnya semula.

Sesungguhnya, Antonpun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan bertemu Adelia, namun ia teringat ucapan Eddy Kriwul, kalau Adelia adalah pacar Alex. Meskipun, itu keterangan itu tidak seratus persen benar, sebagai lelaki pantang buat dia untuk menjadi pecundang. Anton menghela nafas sambil bergumam,"hmmmm...benar-benar cantik, tapi.....". Ketertegunan Anton buyar, setelah terdengar melalui megaphone, ketua Ekspedisi mengumumkan, bahwa peserta untuk segera menaiki bus yang telah disediakan di halaman kampus.

Pagi ini tidak ada kegiatan kampus yang lain, semua perhatian warga kampus sangat berharap bahwa, misi ekspedisi kali ini, akan membawa dan menghasilkan sesuatu yang bisa dibanggakan, minimal citra kampus, akan kembali bersinar, setelah redup beberapa lama.

Pak Rektor tak henti-hentinya terus memompa semangat peserta, bukannya tanpa pamrih. keberhasilan anak-anak ekspedisi bisa mengangkat popularitas dirinya, sehingga diharapkan pada saat pencalonan gubernur nanti, secara signifikan akan menaikkan angka perolehan pencoblos.

Lain Pak rektor, lain lagi alasan Pak Dekan

Lain Pak Dekan, lain lagi alasan Pak Ketua Jurusan

Lain Pak Ketua Jurusan, lain lagi alasan Dosen-dosen pembimbing

Yang berbeda hanya Mbah Kromo sahabat Anton Gendhewa, yang tetap tidak berubah, meski panas berganti hujan, hujan berganti panas...dia tetap istiqomah menjalankan tugasnya yang mulia, yakni membersihkan sampah-sampah orang-orang yang merasa terhormat, orang-orang yang merasa berjasa, orang-orang yang merasa besar, karena isi kantongnya memang tebal, sehingga apapun bisa dibeli, siapapun bisa disuruh dan dikunci mati, kecuali mbah Kromo ini, meski papa adanya, tapi harkat dan martabatnya tak bisa ditukar dengan sepotong roti, lebik baik perut diganjal dengan batu, daripada makan roti pemberian tak ikhlas, dari orang-orang berhati culas, pikirnya.

Bukan karena berburuk sangka Mbah Kromo bersikap seperti itu, bukan karena sok suci, atau bahkan bukannya Mbah Kromo tak mau kaya dan tak punya keinginan menjadi orang yang terhormat dan berada. Tetapi karena kecintaannya kepada sang Khalik, membuat dirinya selalu hati-hati dalam melangkah. Karena kecintaannya kepada sang Khalik, dirinya rela menerima takdir rejeki yang telah dicatat dan diserahkan untuknya, tanpa mengurangi tekad untuk selalu berikhtiar mencari rejeki. Karena kecintaannya kepada sang Khalik, dia tidak berani mengambil secuilpun sesuatu yang bukan haknya....karenanya, tanpa dia sadari, telah terbuka pintu-pintu hijab yang membatas, telah tersibak tirai-tirai yang menutupi. Karenanya tanpa dia sadari, hatinya selalu diliputi perasaan bahagia. Karenanya tanpa dia sadari, telah pergi rasa dengki di dalam dirinya. Karenanya tanpa dia sadari, kehadirannya adalah anugerah di atas semua anugerah yang pernah ada di dunia ini.....

Sebelum berangkat Anton Gendhewa menghampiri Mbah Kromo untuk sekedar berpamitan, "Mbah, aku berangkat dulu ya?! mohon doanya...",

"Ya..., sing ati2 yo mas", jawab Mbah Kromo tulus. Hati Antonpun lega, entah kenapa dirinya selalu merasa ada yang kurang, apabila belum berpamitan dengan Mbah Kromo. Mbah Kromo buat Anton lebih dari sekedar dosen, apalagi tukang kebun semata, Mbah Kromo adalah sosok yang sangat menginspirasi hidup, Mbah Kromo adalah tauladan yang tak habis-habis untuk digali ketauladannya.

Bagian ke-3

Kesenyapan hati.......

di keteduhan, dan rerimbunan,

engkau berlindung dari bising dunia

di keleluasaan, dan kemerdekaan,

engkau penjarakan nafas-nafas nafsu

di seonggok sampah, dan dedebuan, engkau bersihkan hati...

 

"Alhamdulillah...", sambil menyeka keringat yang mengucur deras di wajahnya, Mbah Kromo bersyukur telah menyelesaikan semua kewajiban pagi ini, meski dari perkerjaannya nyaris tak pernah memperoleh medali apalagi piagam, Mbah Kromo tidak mempermasalahkan. Bagi Mbah Kromo, apa-apa yang telah digariskan untuknya, adalah suatu karunia dan nikmat yang tak terhingga dari tuhan, dan sepatutnya selalu disyukuri.

Sepeminum kopi, Mbah Kromo seperti hari-hari yang lalu, secara rutin mengamalkan sembahyang dhuha....., musholla  yang berdiri di pinggiran kampus, memang tempat ideal, bagi pencari ketenangan, pohon-pohon besar berjajar rapi di samping-samping musholla menambah kesan rindang dan sejuk. Meski berukuran kecil musholla ini selalu bersih, karena Mbah Kromo bersedia membersihkan dan menata mushalla seperti rumahnya sendiri, sesekali Anton membantu, baik finansial maupun tenaga.

Hari ini, Mbah Kromo terlihat khusyuk,"Ya Allah..., lindungilah hambamu Anton dari marabahaya yang mengancam, Ya Allah.....". Terasa aneh juga doa Mbah Kromo kali ini..., karena ada penggalan-penggalan doa yang dia khususkan, terutama buat Anton Gendhewa.

Anton Gendhewa di mata Mbah Kromo seperti anak sendiri, sudah bertahun-tahun Mbah Kromo ditinggal anak istri. Menurut penuturan Mbah Kromo, di kala senggang bersama Anton Gendhewa di bawah pohon rindang dekat musholla.

"Dulu, bapak punya keluarga seperti kalian. Keluarga kami termasuk berkecukupan, bahkan mungkin kekayaan kami melebihi apa yang dipunyai keluarga teman-teman mas Anton sekalipun...ahhh kenapa kok bapak harus ceritakan ini ke mas Anton ya?"

"silakan lanjutkan mBah..., barangkali ada hikmahnya buat saya"

"Baiklah, ...meski kami diberi rejeki yang melimpah-ruah, namun keluarga kami bukanlah keluarga yang bisa mensyukuri nikmat hidup serba berkecukupan, berapapun uang yang bapak keluarkan tak sanggup membuat kami bahagia...., gaya hidup kota metropolitan yang serba gemerlap telah menenggelamkan anak istriku...", sesekali mBah Kromo menghela nafas dan menahan rasa getir...

"Istriku mulai mengenal kehidupan jetset, ketika berkenalan dengan ibu-ibu pejabat dan artis-artis ibukota, jangankan mengurus pendidikan anak-anak atau mengurus dapur...mengurus diri sendiri saja susah...bapak sebagai pengusaha, jelas tidak punya waktu sedikitpun buat keluarga, dan ahirnya, semua pekerjaan terpaksa harus diwakilkan ke pembantu, atau biro jasa-biro jasa...sewaktu anak-anakku masih kecil, mereka terbiasa di asuh oleh baby sitter, kebutuhan apapun tidak pernah langsung ditangani sendiri, cukup dengan mengeluarkan uang semua beres...demikian pola pikir di kepala kami sekeluarga...hingga pada suatu saat...satu per satu musibah menimpa bisnisku, karena keserakahan, bisnis yang sudah mapan, rasanya masih kurang, ada penawaran untuk membuka bisnis plastik seal yang cukup menggiurkan tingkat keuntungannya, bayangkan dengan segenggam biji plastik yang cuma seharga ratusan rupiah, kalau diolah bisa ribuan bahkan ratusan ribu rupiah hasilnya. Nah, untuk membangun pabrik itu dibutuhkan dana yang tidak sedikit waktu itu, sebagai alternatif modal tambahan, tanpa mengganggu uang perusahaanku, aku pinjam ke bank pemerintah. Seumur-umur aku mengenal bank baru kali ini, sebelumnya perusahaanku aku jalankan dengan modal dari saku sendiri. Dengan optimisme tinggi aku bangun pabrik baru, meski pinjaman bank belum cair, setelah ditunggu sekian lama ..pinjaman bank belum cair-cair juga, sementara perusahaan plastik harus berjalan, terlambat beroperasi sejam atau sedetikpun bisa mengganggu kelancaran produksi, dengan kata lain, pabrik harus beroperasi selama 24 jam alias nonstop. Setiap aku datangi, petugas bank selalu beralasan, dan kebetulan pada saat itu pemerintah sedang menjalankan program 'tied money program', yakni program pengetatan uang...entahlah bermanfaat buat siapa program ini, yang jelas aku merasa diperlakukan tidak adil, banyak pengusaha-pengusaha yang terbiasa pinjam uang bank keluar masuk dengan mudahnya memperoleh pinjaman. Karena aku terdesak dengan kebutuhan tambahan modal akhirnya aku terjerumus ke dalam jerat rentenir berkedok petugas...

"Pak Kromo, kalau bapak berkenan..., bisa mengajukan pinjaman ke teman saya. satu hari bisa cair kok pak, apalagi bapak sudah punya proposal usaha di sini..."

"mmmm....tentu saja saya mau..", jawab aku polos

"ya pak..., bunganya beda sedikit kok pak, hanya 23%.."

Akupun terperanjat dan menelan ludah, "busyett...gila bener...", bisikku dalam hati. Kebutuhan operasional pabrik yang begitu mendesak, membuat aku tidak berfikir panjang untuk menandatangani kesepakatan yang disodorkan petugas, bahkan hari itu juga uang bisa dicairkan...luar biasa!!! cara kerja para rentenir ini...pikirku. Aku berharap bisnis baruku ini lancar tidak terkendala apapun, sekali terganjal masalah, habislah kerajaan bisnisku.

Kekhawatiranku perlahan-lahan mulai terbukti, bagian pemasaran membuatku menuai masalah pertama, pemasaran yang tadinya lancar, mulai dikhianati oleh supervisor-supervisor nakal, bekerja-sama dengan bagian akunting pelanggan, tagihan demi tagihan dibawa lari.....dan akhirnya akupun tidak bisa menutup kewajiban ke bank...., aset yang aku agunkan mulai disita satu persatu...

Istriku, yang sudah terbiasa hidup mewah...., pergi entah kemana, anakku pun dibawanya...waktu itu anakku masih kecil, kalaupun masih diberi umur panjang, seumuran dengan nak Anton..",

Mbah Kromo tidak bisa melanjutkan ceritanya, tak terasa air mata meleleh di pipi, dan sesekali menahan nafas....

"Mbah?....sudahlah Mbah jangan larut di kesedihan, anggap saja saya pengganti anaknnya Mbah..", celetuk Anton Gendhewa.

"yang penting sekarang Mbah Kromo masih diberi kesempatan untuk hidup lebih baik lagi...ya khan mBah?!", lanjut Anton, setengah menasehati. Mbah Kromo mengangguk pelan tanda sepakat dengan apa yang Anton Gendhewa katakan.

 

Bag...selanjutnya

Senja mulai beringsut surut, bus kampus yang membawa rombongan petualang kampus melaju kencang, seolah tidak ingin terbenam bersama matahari di belahan barat...., sebagian penumpang terantuk-antuk karena ketiduran, namun di deretan belakang bus....sedang asyik empat sekawan memainkan kartu remi. Mereka adalah anton gendhewa, eddy kriwul, Baroto gingsul, dan yo wagu...mereka sedang memainkan permainan bridge, yang tempo hari diajarkan oleh alex...mereka adalah anak-anak yang cerdas, meski hanya beberapa saat diajarkan, mereka sudah bisa memainkan secara mahir, bahkan alex cs sanggup mereka kalahkan di beberapa kesempatan. Kali ini Alex cs tidak bisa bergabung memainkan kartu...mereka berempat mengikuti rombongan panitia yang mengendarai mobil sendiri.

Perjalanan yang indah sekaligus melelahkan, kurang lebih 8 jam perjalanan, melalui beberapa kota, dan sesekali melewati hutan yang luas...hingga menemui jalan berkelak-kelok, naik turun dengan sisi kanan adalah tebing, sedangkan sisi kiri adalah jurang, bagi para petualang yang menyukai fotografi, kesempatan yang langka dan menarik ini tidak dilewatkan begitu saja, sepanjang jalan banyak obyek-obyek menarik untuk diabadikan, baik dengan kamera-kamera seklas pocket...hingga kelas profesional. Para petualang yang masih `menyimpan` hobi, memanfaatkan waktu perjalanan dengan tiduran, atau ngobrol dengan teman sebelah....pada awal perjalanan, sebenarnya suasana di dalam bus cukup meriah, karena ada hiburan gratis dari artis-artis musik amatiran yang menyanyikan lagu-lagu, namun karena perjalanan cukup panjang dan melelahkan, mereka KO satu persatu....

tanpa terasa, bus memasuki pelataran luas, nampaknya pelataran ini sengaja dibuat untuk menyambut kendaraan-kendaraan besar, daya tampung area parkir mungkin sekitar 10 bus!. Senja ini tak nampak kendaraan lain selain kendaraan rombongan dari para petualang ini. Musim yang tidak menentu, sangat memprediksi keadaan cuaca...bagi mereka pendaki gunung amatir, lebih senang melakukan pendakian, pada saat musim kemarau...sangat riskan melakukan pendakian pada musim hujan....

Di depan Pendopo base camp I, rombongan sudah dihadang pemberitaan dari surat kabar, yang tertempel di papan pengumuman,

bunyi berita ....

"Pemberian izin dan pengawasan pendakian ke Gunung Lawu, Karanganyar Jawa Tengah, saat ini diperketat pemkab setempat sehubungan dengan cuaca yang kurang bersahabat yang terjadi akhir-akhir ini. Karena hujan lebat dan angin ribut yang sering terjadi belakangan ini, Pemkab Karanganyar memperketat pemberian izin dan pengawasan bagi pendaki yang mendaki ke Gunung Lawu. Hal ini dikatakan Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi (KIK) Kabupaten Karanganyar Iskandar ketika dihubungi dari Semarang, Selasa (3/2). "Pengetatan pengawasan bagi pendaki pada musim hujan dimaksudkan untuk menghindari musibah kecelakaan, dan yang lainnya," katanya. Menurut dia, pengetatan juga dilakukan saat musim kemarau dengan tujuan  mencegah terjadinya kebakaran di kawasan hutan di gunung itu. Selain itu, katanya, para pendaki juga diharapkan mengikuti aturan dan selalu berhati-hati saat melakukan pendakian. "Jangan sembarangan membuang puntung rokok atau membakar rumput atau ilalang. Ini bisa berbahaya karena dapat menimbulkan kebakaran," katanya menjelaskan. Pengawasan jalur pendakian dilakukan Kantor Kesbanglinmas Kabupaten Karanganyar bekerja sama dengan Perhutani Lawu Utara, Lembaga Masyarakat Desa Hutan dan Anak Gunung Lawu, organisasi pencinta alam kabupaten setempat.Para pendaki akan didata secara rinci dan ketat oleh petugas pengawas di pos masuk gunung ini. "Mereka akan selalu diingatkan oleh petugas agar berhati-hati dalam pendakian dan dilarang membuang puntung rokok secara sembarangan. Sebelum dibuang api pada rokok harus benar-benar sudah dimatikan dan tidak diperbolehkan membakar rumput atau akar kering lainnya di kawasan gunung ini," katanya.....dan informasi lain...bla..bla...bla..."

Langit nampak kemerahan, tanda senja mulai menghilang, seorang petugas base camp I berlari-lari kecil menyambut kedatangan para petualang, dengan basa-basi sebentar, mempersilakan para peserta pendakian gunung untuk istirahat...

"Silakan mas-mas dan mbak-mbak..., untuk istirahat terlebih dahulu.."

"Terimakasih Pak!...dimana kamar kecilnya pak?", rupanya sedari tadi Eddy Kriwul menahan isi perut, yang mulai tidak bisa diajak kompromi lagi

"Disana mas..., sebelah kiri ada gang menuju belakang..."

'Terimakasih pak...!!!", teriak Eddy Kriwul sambil memegangi perut dan berlari.

Lain dengan reaksi Eddy kriwul setelah turun dari bus, sisa teman empat sekawannya, memilih menurunkan barang-barang dan menginventarisasi satu persatu dan memastikan tidak ada yang tertinggal.....Pos I Pendakian terlihat anggun, dikelilingi oleh pohon-pohon pinus yang tinggi, menarik perhatian Anton Gendhewa untuk mengobservasi..

"hemm...tempat yang indah..., aku ingin sekali mengenal lebih jauh tempat ini...", gumam Anton

Selepas seremoni dan basa-basi sebentar dengan petugas, Anton Gendhewa bergegas mengamati sekeliling tanpa sepengetahuan teman-temannya yang sedang sibuk sendiri-sendiri. Sepasang mata telah tertuju kepadanya, sejak Anton turun dari bus...., bagai magnet yang menarik kuat, Anton diikutinya, kemanapun dia melangkah...sampailah anton di sekitar gubuk tua di tikungan tugu perbatasan, diamatinya gubuk tua itu...sebentar-sebentar anton berjalan perlahan, mondar-mandir, seolah ada sesuatu yang menarik perhatian, terdengar sayup-sayup pembicaraan di dalam gubuk tua...

"kuat-kuatkanlah nek..., malam-malam begini tak ada angkutan untuk mengantar nenek berobat..."

"kerrrhghhh...badanku dingin sekali...kerrrfghh..."

"ini aku buatkan teh hangat nek..., minumlah"

"aku susah menelan...cik...kerrrghhgh"

"tapi nenek perlu makan minum, buat melawan penyakit nenek ...", rajuk lawan bicaranya.

Adelia yang penasaran dengan Anton, sudah tidak sabar untuk mengerti apa yang diperbuat anton sendirian...

"mas...mmm..aku ke tempat anton dulu ya?!"

"mau apa?", selidik Alex

"ah...tidak mau apa-apa, cuma mau mengantar barang-barang kemarin yang tertinggal...", sebenarnya trik barang-barang tertinggal, sudah direncanakan oleh adelia sejak dari kampus, agar dia bisa selalu ada alasan untuk berjumpa dengan anton.

"ya..sana, hati-hati ya di luaran sepi, kalau balik, suruh anton mengantar...", jawab Alex tanpa prasangka

"jangan khawatir...", sahut adelia sambil berlari kecil, seolah takut kehilangan momen walau sedetik.

"mas...mas, mas anton, lagi apa? kok sendirian?"

"sssst...jangan berisik!!", jawab anton setengah berbisik

"coba dengarkan suara dri gubuk itu!", anton menunjuk arah gubuk tua...adeliapun mendekat dan merapat ke tubuh anton..

"ada apa sih mas?", udara dingin di luar membuat adelia secara refleks tambah merapat ke badan anton

"sudahlah...dengarkan saja sendiri...", anton berusaha mengambil jarak dengan adelia, rupanya bau harum tubuh adelia membuat dirinya kikuk.

"keerrrghhh...aduh dinginn...aduhhh dingin sekali badanku, rasanya aku sudah tidak tahan lagi..", rintih suara seorang nenek..."

"baiklah nek...aku akan mencoba mencari bantuan, barangkali di sekitar sini ada yang mau menolong membawa nenek ke pak mantri", jawab lawan bicara.

"kemana?..kerrrghh, jangan jauh-jauh ya?!...kergghhhh", jawab nenek dalam kekhawatiran

"berdoa saja nek, biar nenek cepat sembuh.."

Keluarlah dari gubuk tua, anak kecil berusaha mencari kendaraan, atau orang yang bisa membantu mengantarkan neneknya...Tiba-tiba anak itu terperanjat, di depannya berdiri dua sosok manusia, yang juga sama-sama kaget...

"maaf...kalian siapa?, malam-malam begini kok berani ada disini?", selidik anak itu

"lho adik sendiri kok berani juga?", tanya anton tidak kalah heran

"maaf mas.., karena rumahku disini aku tidak perlu takut"

"cerdas juga anak ini...", gumam anton

"mau kemana dik, malam-malam sendirian lagi"

"kemana saja mas, yang penting bisa dapat kendaraan"

"buat pergi kemana dik?", anton berpura-pura tidak tahu tentang masalah sebenarnya menimpa

"nenekku sakit sudah tiga hari ini tidak sembuh-sembuh"

"lho kok tidak dibawa ke puskesmas dik?"

"kebiasaan kami, kalau sakit dibiarkan sembuh sendiri, tidak ada uang lebih buat berobat mas..."

"lha sekarang mau berobat pakai uang siapa?"

"tidak tahu mas...", jawab anak itu memelas, keadaan hening sejenak. Adelia memecah keheningan

"sudahlah jangan pada bengong, kita harus gimana?", panik juga adelia menghadapi suasana seperti ini

"baiklah...sekarang kita balik ke camp, tugasmu meminjam mobil alex, selanjutnya ikuti aku, atau kalau kamu tidak mau repot, boleh tinggal di camp, biar aku sendiri yang mengatasi masalah ini"

"aku mau ikut..."

'baiklah ...kita balik ke camp, adik kecil...adik tunggu saja di rumah, biar kami yang akan mengantar nenek ke klinik terdekat"

"terimakasih mas dan mbak!", anak itu mengangguk dan tersirat perasaan lega di wajahnya.

Beberapa saat kemudian, anton, adelia, nenek dan cucunya telah sampai di UGD sebuah puskesmas terdekat...

Adelia menatap tubuh tegap di sampingnya, dengan perasaan kagum, dan entah perasaan apalagi, pokoknya sulit untuk dilukiskan, seberapa besar kekagumannya. Pria disampingnya, adalah sosok yang menarik, simpatik, namun masih menyimpan sejuta misteri, ...daya tariknya membuat adelia penasaran untuk lebih dekat dan dekat lagi, sampai-sampai adelia tanpa sadar bersedia berdingin-dingin ria di puskesmas, mengikuti perintah pria di samping yang baru kenal tadi pagi.

"maaf mas dan mbak...sakit nenek tidak bisa ditangani disini, kalau mau kami buatkan rujukan ke RS yang lebih besar..", kata perawat puskesmas.

"mmm...baiklah sus..", anton membalas

Sepeminum kopi, nenek sudah di rumah sakit, karena hari sudah malam, penanganan tidak sebagai mana mestinya, nenek langsung dibawa di bagian UGD....

"maaf, siapa yang bertanggungjawab atas pembiayaan nantinya?", tanya suster

"Lia, kamu bawa uang?", tanya anton

"Ya..ya, biar saya saja yang menanggung", jawab adelia.

"Jadi siapa nama wali yang tertera di form ini?, sekali lagi suster bertanya

"Saya sus.."

"Bisa pinjam KTP-nya?"

"boleh-boleh...", kata anton sambil merogoh dompet dan mengeluarkan KTP

"kami fotocopi dulu ya mas.."

"silakan..."

"Sambil menunggu nenek diperiksa, silakan mas dan mbak tunggu di ruang tunggu"

"terimakasih", hampir bersamaan anton dan adelia menjawab

Mereka bertiga  mengambil tempat di ruang tunggu, beberapa saat hening...

"Dik?, namanya siapa?", tanya anton datar

"aku mas?"

"ya"

"Yusuf mas"

"nama panjangnya?"

"hanya yusuf tok, tidak ada embel-embelnya mas"

"nama yang bagus....sudah makan belum?"

"mmm...belum mas", jawab yusuf sambil tersipu

"sebentar...", anton merogoh kocek, dan mengeluarkan uang recehan

"tolong belikan nasi bungkus untuk kita bertiga ya....belinya gak usah jauh-jauh...tuh kelihatan warung di depan.."

"ya mas..."

Suasana kembali hening...anton dan adelia  asyik dengan pikirannya masing-masing

"hemmm....kenapa aku mengiyakan untuk membantu nenek itu ya?, padahal mama mengajariku untuk cuek dengan penderitaan orang, kata mama, yang penting isi perut sendiri diutamakan", kata adelia dalam hati.

Suatu hari....

"Lia!!!!...apa-apaan kamu ngasih uang gedhe-gedhe ke pengemis itu, tahu tidak kalau pengemis itu hanya pura-pura kasihan, biar kamu iba !!", hardik mamanya adelia. Di lain kesempatan..

"Tahu tidak lia...., tidak akan ada orang peduli sama penderitaan kita, makanya kita juag tidak perlu memperdulikan mereka yang susah, itu memang sudah takdirnya...!!", atau di lain waktu...

"Lia...,manusia tidak akan berubah nasibnya kalalu bukan manusia itu sendiri mau berubah, kalau kamu ngasih-ngasih, namanya kamu mangajak mereka malas-malasan!!".....

"Tetapi kini aku dihadapkan manusia aneh...., tidak punya cukup uang berani-beraninya, bertanggungjawab untuk semuanya ini....hemmm...tidak habis pikir aku..., tapi aku lebih heran kepada diriku sendiri, mengapa aku harus mengikuti kemauannya?...dan mengapa aku merasa senang bisa berbuat sesuatu sesuai kehendaknya...hemmm sungguh tidak habis pikir..", kata adelia dalam hati.

Anton di sebelah adelia, tidak kalah sibuk memainkan pikirannya...

"ah...kenapa aku harus melibatkan orang lain dalam kesusahan...mestinya aku berangkat sendiri atau bersama sahabat-sahabatku...ahhh...sungguh tak pantas aku mengajak perempuan tanpa muhrim, malam hari lagi!!...hemmm..mengapa dia mau saja aku ajak ya?..ahhh tidak..tidak mungkin, aku bukanlah laki-laki istimewa di matanya...lagian dia sudah ada yang punya...ahhh kenapa aku kok jadi ge er begini.....lebih salah lagi kenapa aku pesan nasi bungkus tiga, belum tentu dia suka, maklum anak orang kaya tidak akan mau dengan menu warung pinggiran...", renung anton.

"ehem..ehem...lia..kamu sudah menghubungi alex, kalau kita ada disini?", tanya anton memecah keheningan

"oh ya.., belum", adelia melepas lamunannya

"kalau begitu coba dihubungi, barangkali dia menunggu..."

"baiklah"

Hp adelia menangkap sinyal HP alex...

"Hallo....kamu kok lama sekali, gimana nenek yang kamu antar tadi perkembangannya?"

"iya nih...aku sekarang ada rumah sakit, habis puskesmas tidak bisa tangani"

"Gimana? perlu disusul tidak?"

"gak usah, biar aku sama mas anton saja"

"Oklah kalau begitu, hati-hati...kalau pulang bawa hangat-hangat ya, disini gak ada apa-apa, hanya kue-kue kering bawaan kita"

"ya..ya, hati-hati juga ya?", adelia mengakhiri pembicaraan.

Tak seberapa lama, yusuf sudah datang membawa tiga bungkus makan malam...

"ini kembaliannya mas.."

"sudahlah..ambil saja"

"lauknya apa suf?"

"ini mas...tinggal tempe, oseng-oseng kangkung, sama krupuk"

"Gak apa-apa, yang penting bisa ganjal perut, o..ya..gimana kamu lia, apa kamu suka masakan macam ini?, kalau gak cocok biar aku keluar sebentar ..."

"gak usah repot-repot, ini saja sudah cukup buatku". sahut adelia berpura-pura, padahal dalam hatinya berkata "ihh...masakan masakan macam apa ini, higienis tidak ya?...tapi..ahh, aku harus mencoba"

"lho..tapi kan kamu tidak terbiasa..maaf ....makan makanan seperti ini, maksudku makanan pinggir jalan.."

"kok tahu mas?"

"feeling saja..he he"

'jangan begitu dong mas..., memangnya aku ini siapa, anak raja bukan.."jawab adelia pura-pura gemas, tetapi sebenarnya dia membenarkan ucapan anton dalam hati.

"ayo..kita makan..., cuci tangan dulu suf, sana tuh wastafelnya...", ajak anton.

"oh ya..., kita makan pakai tangan, kamu terbiasa lia?", tanya anton

"ngeledek ....kalau aku sih terbiasa pakai sedotan", jawab lia keki, namun sebenarnya dia tidak pernah makan dengan cara seperti sekarang.

" ini air mineral, kalau kamu tidak mau teh plastikan..."

kali ini adelia menyerah,"boleh juga...", diminumnya air botol mineral itu dengan nikmat, maklum sedari tadi, dia belum minum..."terimakasih ya?!"

"ah...cuma air", jawab anton enteng....

Entah karena lapar atau ingin menyenangkan hati anton, adelia menghabiskan makanan bungkusan tanpa menyisakan barang sedikitpun. "nikmat juga makan ala anton ini....seumur-umur baru kali ini aku makan senikmat ini", kata adelia dalam hati...

"Enak ya?"

"eh..ya ya", jawab adelia terkaget-kaget, "ternyata anton bisa membaca jalan pikiranku...", makin kagum adelia, kalau anton bisa menebak isi hatinya. Akhirnya,...

"terus terang ...baru kali ini aku merasakan makan super sedap...", adelia tersipu, kali ini dia  tidak berpura-pura lagi, rasanya semakin dekat saja dia dengan anton gendhewa, padahal belum genap sehari kenal dengannya.....

Sepeminum kopi, suster datang...

"mas dan mbak..., kesehatan nenek mulai membaik, boleh diberi obat jalan..., tapi kalau berkenan malam ini ijinkan kami mengobservasi perkembangan kesehatan nenek sampai besok, bagaimana?"

"Bagaimana lia?"

"aku sih ikut keputusan mas anton saja..."

"baiklah sus..., kalau itu demi kesehatan nenek, kami sepakat"

"terimakasih....mas dan mbak boleh menunggu di dalam kok, atau ada alternatif lain dari mas dan mbak?"

"menurut kamu bagaimana lia?"

"kan aku sudah bilang ikut keputusan mas anton saja"

"ada sekedar buat tidur-tiduran sus?"

"kebetulan ada tempat tidur kosong di sebelah nenek, silakan dipakai"

"terimakasih sus"

"sama-sama, ...saya tinggal dulu ya mas dan mbak?"

"monggo-monggo"

"malam makin larut.., kamu belum ngantuk lia"

"(sambil menguap)...malu aku"

"sudahlah kamu tidur dulu..., biar aku menunggu di sini dengan yusuf..."

"ok deh", jawab adelia terkantuk-kantuk

"suf kamu tidur sini ya?"

"om anton tidur dimana?"

"aku akan mencari udara segar di luar..., sudahlah kamu tidur saja, besok banyak yang perlu dikerjakan..ok?"

"baiklah om"

tak seberapa lama, mereka berdua sudah tertidur pulas.....

Anton melangkahkan kaki menuju pintu keluar rumah sakit perlahan-lahan agar tidak mengganggu mereka yang sudah tertidur....

Di luar ...udara dingin menusuk, tiba-tiba Hp anton berbunyi

"hallo..."

"ini aku ton...., gimana perkembangan nenek yang kau tolong?"

"yeahhh...sekarang lagi diobservasi sampai besok"

"sampai besok?, apa kamu gak jadi naik?"

"jadilah...., memangnya besok berangkat jam berapa?"

"besok pagi-pagi harus sudah naik, cuaca kurang memungkinkan berangkat agak siang, sangat riskan.., ya sudahlah kamu sama adelia menyusul, biar pak nyoto pemandu kita, kita tinggal .."

"sori ya..buat kalian repot...., oklah aku sama adelia menyusul saja, oh..ya, barang dan ranselku ditinggal, biar aku bawa sendiri..."

"iya...iya, emang aku yang harus bawa...hehehe"

"gitu saja?"

"oklah..., titip saja adelia, awas kamu apa-apain...hehehe"

"boro-boro ngapa-ngapain, mendingan aku sendirian, gak ribet!"

"iya..iya, percaya deh sama kamu"

Anton mematikan hp-nya...tuuut...

Angin malam membawa langkah kaki anton menuju warung kopi di rumah sakit, pembawaannya yang cool, membuat orang segan

"silakan..silakan mas, silakan duduk", sebagian orang yang duduk-duduk lebih dahulu memberi ruang duduk buat anton

"ahh...terimakasih-terimakasih, gak usah repot-repot, biar saya disini saja, sambil melihat bapak-bapak main catur"

"silakan mas, tapi hati-hati kalau duduk disitu, dijamin nggak mau berdiri sampai subuh, lha wong bapak-bapak itu tidurnya di papan catur kok...hehehe", kekeh bapak-bapak yang duduk di dalam warung, sementara posisi bapak-bapak yang bermain catur agak di luar warung bersebelahan dengan tukang tambal ban.

"biarkan saja mas, bapak-bapak itu, lha wong mereka gerombolan suami takut istri....mana berani duduk disini, yang berani duduk disini ya...para jagoan, jagoan yang takut sama permainan silat, maksudku silat lidah para istri...hehehe"

"iya saja berani, lha wong istrinya gak ada disini, coba kayak aku, pasti mengkeret sampeyan..hehehe", tutur penjual kopi sambil melirik istri disebelahnya.

Anton hanya bisa tersenyum, begitulah suasana rakyat jelata kalau kumpul di warung, tidak ada dendam dengki, saling jegal berebut kursi ataupun jabatan, yang dibahas yang entheng-entheng. Kalaupun membicarakan isu yang lebih tinggi, paling-paling membahas berita TV, Koran, atau radio, yang semuanya itu jauh dari komunitas kampung.

"kopi satu pak!!"

"baik mas, kopi item atau susu?"

"yang item saja pak"

sejurus kemudian telah dihidangkan kopi item oleh gadis manis putri penjual kopi, yang sedari tadi duduk mengamati anton

"ini mas..."

"terimakasih...", jawab anton sembari bergumam dalam hati, yang sebenarnya bukan sifat aslinya tapi sekedar sifat nakal yang terbawa sejak dari lahir muncul, "manis juga putri pak penjual kopi ini"

"ahh.." anton berusaha menepis pikiran kotornya

"ada apa mas?", tanya putri penjual kopi yang sedari tadi memperhatikan pemuda yang terlihat cuek tapi lumayan ganteng yang duduk di samping warungnya itu...

"tidak ada apa-apa, cuma kopimya lumayan panas..", anton berusaha menutupi apa yang terlintas dipikirannya.

"saya pikir apa...kurang panas ya mas ya?"

"sudah..sudah panas kok"

Bapak-bapak yang lagi asyik main catur, tiba-tiba menyela, "kalau yang beli cakep ditanya-tanya, kalau kayak aku ini..tua bangka dibiarkan, dasar anak perempuan sekarang..."

"sudahlah ...kalau sudah tua kayak situ, jangan banyak berharap dapat daun muda, syukur-syukur masih diingat istri di rumah...hahahaha", bapak lawan mainnya menimpali

"ho..oh ya. apalagi sampeyan yang sudah bau tanah ya mbah ya?...hehehe...ngapunten ...ngapunten lho mbah..bercanda", teman main catur badannya membungkuk-bungkuk sembari kedua telapak tangannya ditelangkupkan, seolah menyembah....

"kalau boleh tahu, mas dari mana?", tanya pria separuh baya, yang duduk berseberangan dengan anton.

"sss..saya pak yang ditanya?", jawab anton kaget karena bapak ini dari tadi tidak mengeluarkan suara sedikitpun, perangainya serius mengamati papan catur.

Bapak itupun mengangguk, tanda mengiyakan

"saya dari Surabaya pak..."

"jauh juga ya mas..., ada keluarga yang sakit?"

anton memutar otak..., kalau kujawab tidak, akan memperpanjang tanya jawab, kalau kujawab ya, dia bukan keluargaku...ahh biarlah kujawab ya saja, biar tidak memperluas pembicaraan...suara anton dalam hati

"ya pak"

"sakit apa mas?"

"sakit sesak nafas, besok juga diperbolehkan pulang"

"disini dimana mas?"

Ampun..ampun, gerutu anton, maksud hati pempersingkat masalah tanya jawab, ternyata malah merepotkan ..benarlah kata orang bijak "sekali kau berdusta..akan muncul seribu dusta yang mengikutinya"...ahh lebih baik aku katakan apa adanya....

"maaf pak, sebenarnya saya kesini dalam rangka naik gunung.., nah ketika saya turun dari bus, dan keliling kampung secara kebetulan saya bertemu dengan adik kecil yang sedang kebingungan mencari angkutan ke rumah sakit...."

"ooo...begitu to, sebentar sebentar...,tadi mas menjelaskan mau naik gunung, kira-kira gunung apa ya? apa mas turun di pos pendakian cemoro sewu..."

"betul sekali pak, bapak kok tahu?", tanya anton agak penasaran...

"biasanya orang-orang yang akan naik gunung lawu lebih populer di mulai dari pos cemoro sewu..., sebentar kalau boleh tahu mas tadi ketemu dengan adik kecil tepatnya dimana?"

"tepatnya di belokan arah perbatasan provinsi pak..."

"boleh saya menengok pasien yang tadi diantar mas?"

"boleh pak, mari saya antar..", jawab anton menyediakan diri untuk mendampingi.

sambil berjalan menuju ke bangsal perawatan....

"maaf mas...perkenalkan nama saya paidi.."

"waduh...tidak perlu minta maaf pak ...mestinya saya yang muda yang minta maaf...mmm ..nama saya anton gendhewa, panggil saja anton pak paidi..."

"terus terang saya penasaran...mengapa pak paidi sangat tahu persis daerah cemoro sewu?"

"ya..ya, tadi belum saya jelaskan kalau bapak aslinya ya cemoro sewu, tepatnya di rumah yang diterangkan mas anton tadi di warung.."

"ooo..., jadi bapak?"

"ya..saya bapaknya anak kecil yang mas anton temui di cemoro sewu..., adapun ibu yang sakit adalah ibu mertua saya..."

"lalu...ibu anak bapak?"

"mmmhh...ibunya anak-anak telah lama tiada...", pak paidi menghela nafas panjang, kemudian wajahnya tertunduk...

"maaf pak paidi ...kalau saya membuat pak paidi teringat masa lalu yang ..."

"ahh.., tidak apa-apa mas..., itu sudah takdirku takdir keluargaku...."

"nah...disini pak paidi, kamar nomer 5..., bapak tidak usah memikirkan biaya, semua sudah ditanggung oleh mbak ini...", sementara adelia masih tertidur di ranjang sebelah ranjang dari ibu mertua bapak paidi...

"terimakasih banyak mas anton, aku harus membalas pakai apa?"

"ahh...itu sudah kewajiban setiap manusia pak paidi, bukankah tolong menolong itu bagian kehidupan..", jawab anton setengah berfilsafat...

"benar mas anton..., tetapi di jaman sekarang hal seperti itu, seribu satu bahkan mungkin sejuta satu..."

"pak paidi.."

"ya mas?"

"lebik baik kita tunggu di luar saja pak...biar tidak mengganggu mereka yang lagi istirahat.."

"mari mas...., atau mas anton juga ingin istirahat? silakan lho mas...biar bapak saja yang disini menunggu...."

"biar saya ikut menemani pak paidi disini..."jawab anton sambil tersenyum...

akhirnya mereka berdua duduk di ruang tunggu, sambil ngobrol kesana kemari, seperti layaknya sahabat yang lama tak bersua, baru bertemu.....

Meskipun, rumah sakit ini milik pemerintah, tetapi semenjak adanya reformasi di segala bidang, rumah sakit ini boleh disejajarkan dengan rumah sakit rumah sakit elite yang pengelolaannya serba modern dan pelayanan yang sangat profesional....

Dampak reformasi dan dampak kapitalisasi global, berujud pada kastanisasi pelayanan, bagi mereka yang berduit tentunya bisa menikmati pelayanan berkelas...sedangkan yang tidak punya duit barangkali cukup pasrah mendapatkan pelayanan seadanya....bahkan kadang tidak tersentuh pelayanan sama sekali kalau tidak sanggup membayar, dan yang lebih tragis lagi, ada cerita bagi yang tidak punya uang sakit, lalu masuk rumah sakit bukan makin sembuh tetapi penyakit semakin bertambah, karena memikirkan besarnya uang tagihan yang tidak sanggup dibayar...begitulah kenyataan hidup yang harus dihadapi anak manusia di jaman sekarang.

Pak paidipun merasakan hal ini..., beruntung bertemu dengan orang-orang baik seperti mas anton ini...gumam pak paidi dalam hati, tetapi orang seperti ini jumlahnya tidaklah banyak, kalaupun ada ibarat satu jarum di dalam tumpukan sejuta jerami....padanan yang terlihat ekstreem, tapi inilah kenyataannya.

tanpa sadar sampailah pembicaraan mereka berdua mengenai....

"saya dulu bekerja sebagai supir bus antar kota....."

"lho..mengapa pak paidi sekarang menarik becak? apa tidak sayang dengan keahlian menyopir bapak?", tanya anton penasaran...

"waktu itu....., saya membawa bus antar kota dengan kecepatan sedang-sedang saja....tiba-tiba ada sepeda motor melaju kencang dari arah depan dengan mengambil jalur bus saya, sayapun kaget...secara refleks bus menghindari sepeda motor..., dan sebenarnya bus saya tidaklah bersentuhan dengan sepeda motor...., setelah berusaha menjaga keseimbangan bus, saya tetap menjalankan bus seperti biasa...,namun keesokan harinya ada dua polisi yang datang ke rumah...

"Selamat pagi..., apa bapak sopir bus "...."?

"Betul pak..., ada apa pak?"

"Ini ada surat tugas...silakan bapak baca.."

"Apakah bapak tidak salah tangkap?", jantungku berdebar, seumur-umur baru kali ini berurusan dengan polisi.

"Bapak kaget ya?...untuk menentukan salah atau tidaknya, bapak dipersilakan ikut kami ke kantor..."

setelah berganti pakaian dan berpamitan dengan anak istri, aku mengikuti kedua polisi itu ke kantor. selanjutnya setelah aku sampai di kantor polisi...

"Silakan duduk pak"

"terimakasih"

"Ini pak sopir...ada pengaduan bahwa ada kasus tabrak lari, dan pengendara sepeda motor yang ditabrak meninggal sedangkan istrinya yang dibonceng luka berat..., dan menurut laporan sementara bus bapak yang menabrak mereka..."

"perasaan saya tidak menabrak siapa-siapa pak polisi kemarin...", jawabku refleks

"tenang pak..., yang penting sekarang bapak akan saya verbal terlebih dahulu, masalah benar atau tidaknya, nanti kami bantu, pokoknya bapak jangan khawatir kalau tidak bersalah..."

"Baiklah pak"

"Nama bapak?", dengan cekatan pak polisi bertanya dan mengetik setiap pertanyaan dan jawaban...

Singkat kata, proses verbal telah dilakukan....

"bapak dipersilakan pulang, dengan catatan bapak wajib lapor setiap hari senin dan kamis kesini..."

"sampai kapan pak?"

"sampai kasus bapak ditutup atau dilimpahkan ke kejaksaan..."

"kira-kira berapa lama pak?"

"tergantung usaha bapak..."

"maksudnya?"

"kalau  bapak tidak menolak BAP...kasus segera dilimpahkan ke kejaksaan.."

aku sungguh ketakutan, apa yang mesti ku perbuat, mana ada orang tidak bersalah disuruh mengakui biar kasusnya cepat ditangani oleh kejaksaan....rupanya pak polisi mengerti apa yang aku pikirkan...

"Kalau bapak tidak mengerti apa yang harus dilakukan...seperti biasanya bapak bisa minta bantuan pengacara"

"Baik pak polisi, saya mohon pamit dulu, biar masalah ini saya rundingkan dengan keluarga.."

"jangan lupa ya pak ya?..hari senen kamis bapak musti apel ke sini.."

"baik pak"

sesampainya di rumah saya, tidak bisa bekerja dengan tenang, pikiranku dihantui permasalahan ini..., sehari ini aku hanya bisa merenung, memikirkan, dan mencari jalan ke luar terbaik...anak istripun belum aku beri tahu....

Malam hari aku terbangun..., kuhisap rokok di teras rumah, bukan..bukan teras rumah, hanya amping-amping, rumahku bukanlah layaknya rumah, lebih tepat dikatakan gubug, aku tak sanggup membuat rumah sewajarnya, apalagi mewah.....sehisap dua hisap, sambil aku menelusuri apa saja kesalahan, kepongahan, kepandiran, dan..ahhh apasaja yang membuat aku harus menerima fitnah sekeji ini....sungguh aku dengan sadar belum pernah membuat celaka orang lain di jalan..., bahkan hingga apa yang dituduhkan kepadaku hanyalah omong kosong!!!...aku geram...geram pada diriku sendiri...mengapa aku harus menjadi sopir?...tidak saja seperti bapak-bapak tukang fitnah, yang dengan seenaknya menuduhku melakukan tabrak lari.....hari ini akupun belum bisa menerima kekalahan dan kesalahanku...

dua tiga hari kemudian..., aku putuskan untuk bercerita kepada anak-istriku. begitu mereka mendengar apa yang aku ceritakan, sesuai dengan perkiraanku...istriku terkejut dan akhirnya pingsan, anakku adalah anak yang luar biasa tegar, di luar perkiraanku, dialah yang membuat hatiku sejuk...

"pak...bapak tidak usah bingung dan sedih, hadapilah ujian hidup ini dengan tegar...", satu dua patah kata meluncur dari bibir anakku sambil berusaha menyadarkan ibunya yang sedang pingsan...

"terimakasih ya nang..., untung masih ada kamu yang menyadarkan bapak, seharusnya bapaklah yang bicara seperti itu, maafkan bapak yang tidak bisa mengayomi keluarga..."

"sudahlah pak..., yang penting sekarang kita berusaha bangkit dari keadaan ini..."

ku belai anak dan istriku....,

"nang..., bapak akan mencari bapak pengacara yang disarankan oleh pak polisi, kamu bapak tugasi menjaga ibu di rumah..."

"baik pak, nanang mendo'akan bapak.., agar bapak lancar urusannya.."

tak seberapa lama..., istriku siuman...., anakku yang cekatan, telah menyediakan teh hangat untuk ibunya...dalam hatiku berkata "bersyukur aku punya anak yang saleh...., apa jadinya kalau anakku seperti anak-anak kebanyakan.."

"silakan diminum bu...sedikit-sedikit biar badan segar.." kutuang setetes demi setetes air teh hangat ke dalam mulut istriku...

istrikupun perlahan-lahan mencoba duduk sendiri...

"aku tak sanggup sendiri pak...,tanpa ada bapak, aku harus bagaimana?"keluh istriku...

"bapak tidak kemana-mana, bapak masih disini.."

"seandainya bapak ditahan, aku sama siapa?"

"sudahlah...kan bapak belum tentu ditahan...", jawabku ragu, apalag kalau teringat kejadian rekan-rekan yang telah dipenjara karena kejadian serupa, memang ada peluang untuk tidak ditahan atau dipenjara sebentar, tetapi itu membutuhkan uang sogokan yang tidak kecil...kembali hatiku mengecil dan ciut...

"pak?", anakku membuyarkan lamunan

"nanang punya usul pak..itupun kalau bapak tidak keberatan..."

"tidak nang..tidak..bapak tidak keberatan, usul apa nang?"

"begini pak...seandainya bapak harus dipenjara....", nanang terdiam sejenak, diaturnya irama nafas yang terasa sesak di dada, "kalau diperbolehkan nenek tinggal disini..."

"bagaimana bu?", seolah aku meneruskan usul nanang yang sekali lagi sangat sangat aku puji, di sela sela waktuku berfikir telah buntu, dia banyak membuat keputusan, pernyataan yang melegakan atau sedikitnya membuat aku tidak perlu mengkhawatirkan apabila aku nanti dipenjara...

"he..eh", istriku tak kuat menahan air matanya yang terburai...

"....", akupun larut dalam kesedihan...sejenak suasana terhiasi suara tangis yang kami usahakan tidak keluar, tapi tetap tak tertahan....

keesokan harinya, aku persiapkan segala sesuatunya...

"nang....pagi ini kita bagi tugas..., bapak ke kantor polisi, sedangkan kamu ke rumah nenek...", sungguh berat aku menyampaikan hal ini ke anakku, betapa dia masih kecil untuk urusan sebesar ini, suatu tindakan yang sangat menyiksa bathinku....

di sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, pikiranku melayang ke masa lalu..., kegelapan demi kegelapan aku lalui, apakah karena ini tuhan menghukumku dengan pukulan yang setimpal? ahhh..sungguh tidak adil kalau ini ditimpakan ke kekeluargaku, sementara aku yang berbuat...di sepanjang jalan yang kulalui tiap hari, kutebarkan kemaksiatan...., entah sudah berapa kali akupun lupa saking banyaknya..., kuabaikan keluargaku hanya demi mengejar kenikmatan sesaat, uang hasil kerja seharianku kuhabiskan di kedai-kedai judi, di kedai-kedai wanita jalang, dan tak terhitung berapa botol miras mampir di kerongkonganku...sungguh tak adil, dulu keluargaku aku sengsarakan, kini sebentar aku tinggalkan.....tanpa sadar akupun berteriak sekuat-kuatnya, sambil ku pukul-pukul tiang listrik di depanku...beberapa orang yang kebetulan berpapasan denganku menghentikan langkah dan memandang penuh keheranan dan berusaha menolong aku...akupun menjadi malu karenanya...

"maaf-maaf ...,saya tidak apa-apa.."

"tapi..kenapa bapak?"

belum sempat orang-orang bertanya, aku berusaha memotong," ahhh...saya hanya kesal saja dengan masalah saya pribadi...tidak ada apa-apa kok, tidak usah bapak-bapak risaukan"

satu per satu orang-orang yang tadinya berkerumun membubarkan diri.....

di kantor polisi aku disambut oleh pak polisi yang berjaga...

"pak paidi ya?"

"iya pak"

"silakan masuk pak...kebetulan hari ini ada rombongan dari pengacara lembaga bantuan hukum...barangkali pak paidi berkenan untuk memakai jasanya"

"terimakasih pak polisi..."

"pak bayu...,ini pak paidi, yang kasusnya kemarin sudah kami utarakan"

"perkenalkan pak paidi...saya bayu nugroho dari LBH "...".."

"saya paidi sopir bus pak"

"ya...dari pak polisi sudah dijelaskan tentang masalah bapak..."

"nah yang ini pak sulaiman ..."

"sulaiman"

"paidi"

"silakan lho bapak-bapak kalau lebih enaknya dilanjutkan di dalam saja, silakan silakan..", pak polisi menawarkan tempat...

"terimakasih ...biar saja pak...biar kami ngobrol di luar saja..", sahut pak Pengacara yang satunya

selanjutnya, bapak-bapak pengacara itu mengajak saya ke kantin di kantor polisi...

"pak paidi pesan apa?"

"mohon maaf pak...beberapa hari ini saya tidak bisa narik.."

"ahhh...pak paidi ini..., tidak usah sungkan-sungkan, biar kami yang bayar..."

"lho...bapak-bapak kan dapat duit dari orang-orang yang seperti saya?"

"betul...itu kalau bapak melalui jasa-jasa pengacara profesional...tidak seperti kami, kami ini LBH yang membantu orang-orang ...maaf ..yang seperti bapak...alias gratis", jawab pak bayu nugroho sambil tersenyum...

"wah...bapak-bapak ini...kelihatan masih muda-muda...tapi berhati sosialnya tinggi..."

"memangnya...orang mau beramal harus menunggu tua ya pak paidi?", pak sulaiman berseloroh...

"tidak juga sih...", jawabku lugu dan tersipu...

setelah bertemu dan berbicara panjang lebar dengan tim pengacara, dapat aku simpulkan bahwa masalahku sungguh berat...., ternyata pengendara motor adalah saudara dari bigbos kejaksaan di kota besar, dan aku harus menemui keluarga korban, demikian saran dari kedua pengacara, barangkali ada celah untuk diajak damai.

Suasana rumah duka, demikian ramai..., malam ini adalah malam ke tujuh dari meninggalnya korban...

"Assalamu 'alaikum..."

"wa alaikumsalam..silakan masuk pak.."

"terimakasih..."

"silakan duduk pak..., ada yang bisa saya bantu?.."

"mohon maaf...saya adalah sopir yang dituduh menabrak..eee...maaf...saya sendiri kurang tahu persisi siapa bapak yang ...", penjelasanku gugup...

"ya..ya pak, kami mengerti...maaf istri dari bapak yang kecelakaan sedang di dalam...silakan ditunggu..."

tak seberapa lama istri dari korban keluar menemuiku....

"ada urusan apa lagi ya pak?"

"ini bu..., pertama saya menyampaikan belasungkawa saya kepada ibu..kedua saya adalah sopir bus yang dsangka menabrak motor ibu sewaktu kejadian..."

"terimakasih pak...., kalau mengenai kejadian waktu itu saya sendiri kurang tahu persisnya, waktu itu saya merasakan motor oleng dan terkena lubang besar di jalan...setelah itu saya pingsan.."

"maaf...e..tetapi mengapa kendaraan saya yang dituduh ya bu?"

"sebetulnya saya pribadi tidak mempermasalahkan kecelakaan ini..."

"lalu siapa bu?"

"ada saudara suami saya yang tidak terima..., dia mencari tahu di lokasi setelah tahu kejadian ini..., dia kerjanya di kejaksaan.."

"ooo..begitu ya bu ya?"

"iya pak...,maaf saya tidak bisa membantu bapak, dia memang punya sifat keras..."

"tidak apa-apa bu...mungkin ini sudah takdir saya..., mohon pamit bu"

"silakan diminum dulu pak..."

"makasih bu...", setelah itu saya mengucapkan salam.....

Malam harinya saya tidak bisa tidur, aku membayangkan kasusku apabila berlanjut, tentunya aku lebih banyak kalah dengan mereka, mereka adalah dedengkot masalah-masalah hukum, meski aku dibantu bapak-bapak pengacara, tetapi mereka terlihat masih hijau....

baru kali ini aku merasa teraniaya, terngiang kata-kata saudara-saudaraku yang saleh, katanya orang teraniaya do'anya cepat dikabulkan...., entah benar atau tidak, malam ini aku berusaha lebih mendekat kepadaNya, meski badan dan jiwaku kotor, katanya lagi Dia maha pengampun ...tak peduli dosaku setinggi apa dan sebesar apapun, bahkan apabila dosa itu sebesar dunia dan seisinya..., baru kali ini aku merasa kecil dihadapanNya, bahkan merasa hina, lebih hina dari kotoranku sendiri...

Malam itu aku mandi sebersih-bersihnya, dan mengambil air wudlu..., kusungkurkan kepalaku, sujud kepadaNya..., lalu kutengadahkan tangan seraya kupanjatkan ampunan, aku malu untuk meminta lebih ..."Ya Allah, apabila musibah ini dapat sebagai pengganti dosa-dosaku selama ini, aku ikhlas menerimanya, namun jangan engkau biarkan keluarga menjadi menderita karenaku..."

"Ya Allah, kurelakan jiwa ragaku untukMu, akan kupersembahkan penderitaanku hanya untukMu, sebagai ujud kecintaanku padaMu..."

Lama aku menghabiskan malamku waktu itu untuk muhasabah..., betapa indah dan nikmat rasanya, ingin aku selalu dalam pelukanNya.......

Ajaib memang, meski aku semalaman tidak tidur..., di pagi hari badanku terasa segar....

"nang..., pagi ini bapak sudah mantap mengambil keputusan, apapun keputusan pengadilan nanti, entah itu sesuai dengan kejadian ataupun tidak, akan bapak terima, meski bapak harus masuk penjara. tolong jaga ibu dan nenek ya nang ya?! sekarang bapak mau pergi ke kantor polisi dulu ..."

"Iya pak..., mudah-mudahan bapak diberi ketabahan menghadapi semua ini pak..., masalah ibu dan nenek, bapak tidak perlu kuatir....."

"makasih ya nang ya?!....assalamu alaikum..."

"wa alaikumussalam wa rohmatullahi wa barokatuh..."anakku menghantar hingga di ujung jalan....

kali ini jalanku lebih tegar, apapun yang akan terjadi kuserahkan kepadaNya, toh semua ini milikNya, gumamku dalam hati....

singkat cerita..., berkasku sudah diproses di pengadilan, dan hari sidangpun sudah ditentukan...., pada saat persidangan, banyak aku diperlihatkan sandiwara persidangan yang sungguh tidak lucu...., para saksi sebanyak 11 orang tidak satupun yang mengetahui persis kejadian, atau kalaupun ada posisinya terhalang atau diseberang atau tidak melihat langsung, hanya mendengar bunyi kendaraan jatuh...., semua disangkal oleh pengacaraku. namun akhir dari drama persidangan yang berkali-kali adalah vonis hukuman kurungan 2 (dua) tahun untukku....

Selama aku ditahan, kehidupan keluargaku tidak begitu banyak berubah..., maklum selama ini terus terang aku jarang memberi nafkah, mereka terbiasa berdikari dengan usaha kecil-kecilan di terminal, tetapi yang membuat aku terharu, mereka anak istriku sangat menyayangiku, terbukti setiap seminggu sekali menengokku di Lembaga pemasyarakatan..namun yang membuatku terperanjat.....

"pak...yang tabah ya, dikuat-kuatkan disini..., mungkin besok-besok aku dan nanang tidak dapat menengok bapak sering-sering..."

"ada apa?", aku menyela

"ahhh...tidak ada apa-apa.."

"ibu jangan tutup-tutupi, bapak sudah di penjara jadi tidak ada yang mesti ditakuti...", jawabku meyakinkan...

"setiap aku dan nanang kesini, aku harus menyediakan uang buat bapak-bapak disini..., itu termasuk ketika bapak ditahan di kejaksaan dan bapak perlu kasur, tikar dan bantal, semua ada tarifnya.."

"!!!"

"bukannya aku dan nanang tidak sayang dan kangen sama bapak, tapi kondisi keuangan yang tidak memungkinkanlah yang memaksa pak..."

"bu....., perhatian ibu...nanang selama ini membuat bapak sadar, bapak mengerti ....ibu tidak usah sedih, juga tidak harus selalu menengok kesini, kita cukup saling mendo'akan, agar selalu diberi keselamatan..."

hingga di akhir tahun pertama aku menjalani hukuman..., nanang dengan terbata-bata menyampaikan kabar yang sungguh menyesakkan dada, belum sempat aku harus membalas dengan apa kebaikan istriku selama ini, nanang berkata: "pak...ibu sudah tiada, sebelumnya ibu sakit keras tapi nanang tidak berani menyampaikan ini kepada bapak..,maafkan nanang pak..."

".....nanang tidak salah, bapaklah yang salah, tidak dapat mendampingi apalagi melindungi kalian dengan sewajarnya...inna lillahi wa inna ilaihi rojiun....."

setelah kejadian itu aku lebih banyak merenung, mungkin disebabkan oleh perbuatanku selama ini.., inilah hukuman setimpal buatku, tetapi mengapa istriku yang menderita hingga meninggal dalam penantian dan kesengsaraan......

ingin aku menambah hukuman buat diriku sendiri...., hingga aku ditolong oleh seseorang teman sejeruji besi..., hampir-hampir nyawaku tak terselamatkan, dia mencegahku untuk menghabisi nyawaku sendiri..., di tengah malam yang sunyi dia membaca kitab suci...hingga aku urungkan niatku ...., bagai siraman air yang sejuk, ...itulah pencegah yang paling kuat yang aku rasakan daripada tenaga berpuluh-puluh lelaki kuat sekalipun, belum tentu kuat menandingi dengan sebuah ayat yang menyentuh jantung kalbuku dengan lembut....nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan...demikian penjelasan ayat itu, seolah-olah menyindir diriku yang tidak tahu diuntung.....

kumandang suara adzan subuh menyadarkan kami dari obrolan semalam suntuk......

"maaf mas anton, bapak ngelantur kemana-mana yah?, sampai-sampai mas anton tidak dapat istirahat..."

"tidak apa-apa pak paidi, malah menambah wawasan buat saya pak.."

sembari berjalan ke masjid terdekat, mereka kembali melanjutkan obrolan..

"jadi itu yang melatarbelakangi, kenapa pak paidi tidak berani menjadi sopir lagi?"

"tepatnya begitu mas anton..."

"kalau begitu sayang dong akan kemampuan bapak selama ini menjadi sia-sia..."

"tidak juga mas anton..., semenjak aku berganti profesi tepatnya menjadi penarik becak, meski berat secara fisik....tetapi kami merasa tentram dan bahagia, maaf bukan itu maksudku...bagaimanapun kebahagiaan itu kami peroleh dari yan maha kuasa, bukan begitu mas anton?", pak paidi balik bertanya

"maaf pak paidi, saya masih hijau kalau kaitanya dengan masalah ini...bapak lebih tahu"

"ahh...mas anton merendah saja...., saya lihat walaupun dari segi usia mas anton lebih muda, namun kemampuan dan kearifan mas anton melebihi orang-orang seperti saya, kalau orang-orang sepertiku dipukul terlebih dahulu baru merasakan sakit..., sebaliknya mas anton..."

"ahhh...pak paidi bisa saja..."

sepeminum kopi, mereka telah duduk di dalam masjid...., pikiran anton gedhewapun melayang ke musholla kampus, teringat wajah mbah kromo yang sangat istiqomah merawat dan mengisi kegiatan-kegiatan rutin musholla..., tidak seperti pak paidi yang terbuka bercerita tentang masa lalunya..., mbah kromo sangat tertutup terhadap kehidupan pribadinya. tak lama berselang iqamah berkumandang..., pagi ini keadaan jamaah sholat subuh sangat sedikit hanya tiga orang yakni seorang tukang qomat, anton, dan tentunya satu lagi adalah pak paidi...

"silakan ...", tukang iqomat memberi isyarat kepada kami berdua untuk menjadi imam, bergantian pak paidi menolak halus..sambil menunjukku menjadi imam, daripada saling tunjuk dan sholat tidak segera dimulai, antonpun mengalah untuk menjadi imam. di rakaat kedua terdengar ma'mum masbuk berdatangan.....

selepas shalat wajib, anton mempersilakan tukang qomat untuk memimpin bacaan wirid....

setelah prosesi ibadah shalat subuh selesai, kamipun bergegas menuju ke bangsal masing-masing...

"mas...mas anton", teriak adelia

"hei...sudah bangun ya?!"

"sudah ya?!....kenapa sih tidak membangunkan aku..", adelia setengah merajuk manja

"aku khawatir kamu masih ngantuk habis tidurnya kemalaman sih..."

"ngantuk sih ngantuk..tuh yang membangunkan aku.."jawab adelia sambil menunjuk nanang, yang ditunjuk lagi asyik berbicara dengan bapaknya.

"siapa sih bapak itu?"

"ooo bapak itu...itu bapaknya nanang"

"bercanda ya?!, sudah tidak membangunkan ngajak bercanda lagi.."gaya manja adelia kembali beraksi..

"hummm...ya sudahlah kalau tak percaya...tanya saja sendiri sana..." jawab anton enteng...

"hihhh", tanpa sengaja adelia mencubit anton secara refleks....

"aduhh...kok main cubit segala sih...sakit tahu?!!"

"sori..sori" jawab adelia sambil terkekeh "habis....asal jawab aja sih", entahlah perasaan adelia kali ini sangat bahagia bisa bercanda dengan anton....Meski anton perasaan yang sama, tetapi anton berusaha menepisnya, apalagi adelia adalah pacar sahabatnya.

"rencana pagi ini, bagaimana mas?"

"ya...kita menunggu dulu neneknya nanang bangun an siap-siap pulang"

"kalau itu sih memang urutannya...maksudku setelah mengantar nenek, gimana?"

"mmm...kita lihat saja nanti..., yang jelas pagi ini teman-teman sudah berangkat naik gunung..."

"nggng..jadi nanti kita naik gunung cuma berdua dong..", tak terasa jantung adelia berdegup, setelah mengucapkan kata-kata berdua.

"ya tidaklah..kan nanti kita diantar pemandu..."

"pemandu kan orang lain mas..."

"iya...iya, kita berdua", potong anton mengalah.

Pagi ini benar-benar cerah, secerah suasana hati mereka berdua..., juga demikian perasaan pak paidi dan nanang yang bisa bertemu di rumah sakit, meski tidak direncana sebelumnya, hanya kekuasaanNyalah yang sanggup membuat seolah-olah ini semua adalah sesuatu kebetulan.

di ufuk timur mentari memancarkan sinar lembut nan hangatnya, menggugah makhluk yang terlelap dari tidurnya semalam, embun turun membasahi dedaunan, betapa indah bunga-bunga yang bermekaran, sesekali hinggap di atasnya kumbang menghisap sari madunya, ayam jantan tidak kalah menyambut datangnya pagi, dengan tarikan urat lehernya yang jenjang, keluarkan pujian alam kepada sang khalik......

setelah segala sesuatunya telah siap, pak paidi, nenek, nanang, adelia, dan anton bergegas meninggalkan rumah sakit.....

"mas...,kira-kira berapa semua biaya untuk perawatan neneknya nanang...mas?"

"ahh..bapak tenang dan tidak perlu terlalu memikirkan biaya, kan sudah ada kasir sebelah saya ini", canda anton sambil memberi isyarat lirikan ke sebelahnya, di situ ada adelia...

"terimakasih mbak...?"

"adelia pak namanya..."

"oh ya, dari tadi bapak belum mengenalkan diri...pak paidi", pak paidi sorongkan tangan memperkenalkan diri.

"adelia..."

"adiknya mas anton?"

"bukan..bukan adik mas anton, aku ..."

"dia pacarku pak", kembali anton bercanda, namun canda kali ini menyerempet bahaya, adelia terlihat terkejut, namun terkembang senyum dikulum di bibirnya, diam seribu bahasa, entah apa maknanya.

"ooo..., kapan-kapan kalau jadian, jangan lupa kami diundang"

"jangan khawatir pak paidi", kembali anton terkekeh, adelia di sebelahnya kembali beraksi dengan cubitan khasnya.

tak seberapa lama mereka sudah di pelataran parkir rumah sakit...

"silakan nenek duduk dimana?"

"di tengah saja nak..", sahut nenek, nanangpun menghantar nenek mendekati pintu, dan membukannya.

"aku juga di tengah..menemani nenek", sahut adelia ceria

"jangan, nak adelia di depan saja menemani mas anton", ucap pak paidi tahu diri.

"biar  pak , aku di tengah saja, bapak di depan..."

"ia pak paidi, dia biar belajar merawat mertua..", anton tertawa senang, karena bisa menggoda adelia....

"ya sudah..aku di depan, sekalian menunjukkan jalan pintas, supaya kita cepat sampai", pak paidi mengalah...

Perjalanan pulang dari rumah sakit sungguh mengesankan untuk mereka, masing-masing punya rasa bahagia yang sulit dilukiskan ....,

"mas.., nanti kalau ada restoran yang cocok berhenti ya mas...", pinta adelia...

"ok bos..."

"ah..nak adelia dan mas anton, tidak perlu repot-repot, di rumah masih ada persediaan makanan", kata nenek, rupanya nenek merasa jengah dengan kebaikan kedua anak muda ini.

"nenek tidak perlu kuatir, yang di rumah buat persediaan sopir yang jatahnya dobel", adelia mengeluarkan jurus membalas yang menohok anton, yang ditohok senyam senyum ...

"iya nek, yang di rumah biar buat aku saja,kalau ada sisa buat perawatnya nenek yang cantik...", anton tidak kalah pukulan. Pak paidi yang sejak tadi terdiam, terpancing juga untuk berkomentar...

"wah rupanya mas dan mbak ini hobi gasak-gasakan ya?"

"ahh..tidak juga pak paidi, ini hanya untuk mencairkan suasana tegang, serius, menjadi suasana santai, biar pak paidi, nenek, dan nanang tidak sungkan sama kami...", jawab anton agak serius.

dalam hati adelia, kali ini aku baru ketemu lelaki yang super aneh..., kadang  super diam, kadang super cuek, kadang bercandanya kelewatan, sekarang menjadi sok dewasa.

"perempatan di depan belok kiri mas anton..."

"tidak terus saja pak?"

"tidak kita mengambil jalan pintas, memang jalannya tidak selebar kalau lurus, tapi jalannya cukup mulus kok.."

"baik pak.."

sepanjang jalan pintas, nampak pemandangan alam yang sangat indah, tebing, kelokan yang meliuk sungguh memikat ...

"baru kali ini aku lewat jalan ini pak paidi, indah sekali ya pak..."

"ya mas anton, jalan ini biasanya hanya dilewati oleh orang-orang kota yang punya villa disini..."

Tiba-tiba....

"Ouwhh...", mata adelia terbelalak dan terkejut!

"ada apa nak?", nenek disebelah adelia turut kaget.

"ahh...tidak ada apa-apa nek cuma tadi pas mobil belok saya lagi melamun..", adelia mencoba berbohong, sesungguhnya dia melihat mobil bapaknya yang di parkir di pinggir jalan, padahal tempat job sesungguhnya ada di Jakarta, bagaimana mungkin ini terjadi?. Isi kepala adelia penuh dengan perandaian dan prasangka buruk kepada bapaknya, maklum selama ini hubungan ayah ibunya agak kurang harmonis. Secara materi, kehidupan keluarga adelia sangat berkecukupan, kalau tidak boleh dibilang kaya raya, namun karena kelebihan hartalah yang menyebabkan iman mereka goyah, manakala godaan demi godaan datang. ibunya adalah mantan artis terkenal, setiap hari kerjanya hanya shopping dan kumpul-kumpul kawan lama, atau melewatkan waktu di tempat-tempat yang tidak lazim buat ibu-ibu rumahtangga. Bapaknya adalah pengusaha sukses, meski dahulu adalah orang lugu yang disiplin dengan tata pergaulan, lama-lama terpengaruh juga dengan gaya hidup ibunya. Adelia sangat sedih, apabila teringat keadaan keluarganya yang berantakan, namun kepada siapa dia mengadu?. rasanya di dunia ini tak satupun yang bisa dipercaya, dari kecil adelia dididik untuk selalu berhati-hati terhadap orang lain, semua orang dicurigai akan mencelakakan dirinya, apalagi orang itu miskin dan tidak berpenampilan baik.

"lliiaa...jangan dekat-dekat orang itu ya?...siapa tahu dia orang jahat"

"lia sini!!!, pengemis kumuh itu banyak membawa bibit penyakit, makanya kamu jangan dekat-dekat"

"nah yang itu orang-orang sales...walaupun gayanya pakai dasi, tapi tak punya uang, paling mereka mau jual sesuatu biar dapat uang, jangan percaya omongannya"

Seiring berjalannya waktu, apalagi setelah dia lepas dari lingkungan keluarga, dan kuliah di kota lain, adelia banyak menemukan keganjilan-keganjilan dengan apa yang diungkapkan, diajarkan, dan ditanamkan orangtua kepadanya, apalagi setelah kejadian nenek nanang. Namun untuk kasus bapaknya ini, dia berstandar ganda, dia tetap mencurigai bapaknya selingkuh.

tanpa terasa, mobil telah diparkir di pinggiran jalan ....

"alhamdulillah...sudah sampai nek..", celetuk anton membuyarkan lamunan adelia

"terimakasih ya mas anton...", ucap pak paidi

"bukan ke saya pak terimakasihnya...tuh sama yang di belakang"

"kepada mbak adelia tentu kami terimakasih juga mas, terimasih ya mbak?!"

"sama-sama pak paidi, nenek perlu dibantu?"

"tidak usah nak, nenek bisa turun sendiri kok"

"silakan mampir dulu mas dan mbak..", pak paidi menawarkan

"terimakasih pak paidi, lainkali ", potong adelia, antonpun heran, belum hilang rasa herannya adelia mengajak kembali...

"mas anton bisa antar balik lagi ke jalan pintas tadi tidak?"

"lho...nanti kita terlambat?"

"kan sudah terlambat mas..., tapi sebentar saja kok", adelia meminta

"boleh-boleh, tapi sebentar saja ya?"

"OK"

tidak lama  kemudian mobil sudah sampai di seberang jalan dari posisi mobil ayah adelia...

"OK, mas anton boleh pinjam kacamata hitamnya?"

"??? boleh-boleh...", anton menjawab dengan rasa heran, aneh-aneh saja adelia kali ini..., gumam anton.

"yuk mas, antarkan aku ke seberang..."

"eee ...ya..ya", makin terheran-heran anton, punya rencana apa anak ini?, gumamnya.

"mas anton nanti mengiyakan saja kalau ditanya OK?"

"OK bos..", antonpun terkekeh, sungguh aneh rasanya memanggil bos adelia...

"sudahlah mas..., jangan bercanda terus, kali ini aku serius.."

"baiklah diajeng..hehehe", makin tidak serius anton menanggapinya.

"tu kan??", jawab adelia sewot.

"OK..OK, aku serius, yuk..."

Sekelebat mobil, sudah sampai di tempat mobil ayah Adelia.....

"mas...mas, berhenti dulu mas..."

Ciiiittt...bunyi rem mobil diinjak mendadak,

"Maaf-maaf, kali aku tidak bercanda, maaf aku kaget!", celetuk anton.

Adelia terdiam bukan karena sedang marah, tetapi dia sedang memperhatikan pergerakan seorang lelaki yang sedang berjalan sambil menggamit pinggang seorang wanita dengan mesra....

Jatungnya terasa lepas, manakala dia tahu bahwa lelaki itu adalah ayahnya, sedangkan wanita itu adalah bukan ibunya.

"Adelia...adelia, apakah kamu agak kurang enak badan?", tanya Anton cemas, dengan gerak reflek tanpa sengaja, dia mengguncang-guncang tubuh Adelia.

"ups..., tidak apa-apa mas, aku...., aku hanya...ya...hanya agak meriang", Adelia kembali berusaha menyembunyikan isi hatinya, dan....menghela dengan lembut tangan Anton. Antonpun tersipu,"Ma'af"

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Foto sriyono

karya yg sangat indah sarat

karya yg sangat indah sarat dengan pelajaran moral yg saat ini telah luntur dinegara kita.satu kata terima kasih

Foto Samudera Yekti

Sarat Makna

novel sarat makna yang harus saya baca berkali-kali untuk menggali maknanya :) terima kasih

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler