Skip to Content

Cintai Aku Bukan Mimpimu-Cintai Aku Bukan Pekerjaanmu

Foto Athena

Cintai aku bukan mimpimu-Cintai aku bukan pekerjaanmu

 

            Suamiku dan aku, memiliki karakter yang saling bertolak belakang. Ia seorang yang melankolis dan penyendiri namun penuh romantis. Dunia sastra yang ia geluti bertahun-tahun dan buku-buku yang setiap hari menjadi temannya telah membentuk karakter yang demikian. Aku? Wanita yang dinamis dan gila kerja. Ya, workaholic.  Sejak SMA aku terkenal sebagai Miss organisasi yang aktif hampir diberbagai kegiatan ekstra maupun intra sekolah. Prestasi belajar pun lancar. Suamiku? Sejak sekolah ia adalah pujangga, senang merenung dan menghasilkan kata-kata yang berrima dengan ragam gaya. Kami satu SMA dulu. Namun ia lebih suka untuk tidak menyibukkan diri dalam organisasi, kecuali jurnalistik. Ia tipe penyendiri yang hanya mengizinkan beberapa orang saja untuk masuk ke dunianya. Beruntung aku menjadi salah satu yang ia izinkan, dan…spesial.

            Suamiku tidak suka berramai-ramai namun bukan tipe orang yang dingin, sebaliknya ia seorang yang hangat. Seandainya dulu ia banyak bergaul, mungkin gadis-gadis popular di sekolah kami dulu saling berlomba untuk mendapatkannya. Hmm untung saja tidak. Jika aku bertanya alasannya memilihku, ia akan menjawab Aku senang melihatmu aktif dalam organisasi, apalagi sampai berkeringat dan terlihat lelah. Aneh, tapi dari situ aku menangkap bahwa ia menyukaiku karena aku pekerja keras. Mungkin kan?

            Sudah tiga tahun kami berrumah tangga, namun ada masalah yang cukup serius bagi kami sebagai pasutri. Kehadiran seorang buah hati. Bukan masalah besar bagiku yang merupakan seorang aktivis penggiat kaum perempuan dan anak. Keseringanku bertemu dengan anak-anak sudah barang tentu dapat mengatasi kerinduanku akan kehadiran seorang anak. Lain halnya dengan pria tampan yang sedang duduk di depan TV itu. Akhir-akhir ini dalam karya-karyanya ia sering membuat kisah dengan anak-anak sebagai tokoh utama. Itu cukup menggambarkan bahwa ia sangat. Merindukan anak.

 

@@@

 

            Sebagai seorang penulis, suamiku sering pergi ke luar rumah untuk mengunjungi tempat-tempat yang dapat mengundang inspirasinya. Seringkali ia juga pergi ke sebuah sanggar teater untuk menonton pentas, atau sekedar melihat proses latihannya sambil mempelajari berbagai karakter dari sana. Pekerjaannya yang tidak terikat kontrak membuat ia dapat lebih bebas. Berbeda dengan aku yang selalu dikejar deadline dan sibuk mondar-mandir dari satu kota ke kota lain.

            Pagi sekali suamiku sudah mempersiapkan perlengkapan menulis dalam tas favoritnya. Penampilannya sangat rapi lengkap dengan bau parfum khas yang biasa ia pakai jika hendak pergi denganku. Baru kali ini aku melihatnya lagi seperti itu, setelah beberapa bulan lamanya. Sudah lama aku tidak pergi bersamanya sekedar untuk makan malam saja. Kangen sekali rasanya.

            “Kemana A?” tanyaku agak menyelidik.

            “Kamu hari ini kerja honey?” ia balik bertanya.

            “Iya a, seperti biasa. Aa mau kemana?” aku tersenyum, berusaha mendamaikan rasa penasaranku.

            “Aku mau ke sanggar, sekalian cari inspirasi, mereka juga lagi garap drama. Jadi aku mau lihat prosesnya” jawabnya santai sambil mendekat padaku untuk pamit. Aku mencium tangannya. Matanya menatapku lembut dan ia mencium keningku. Sesuatu yang selalu ia lakukan setiap kali pergi ke luar rumah tanpaku. Aku menatap ke pergiannya. Hati-hati ya a..

Ya ampun.. sudah jam berapa ini?!

 

@@@

            “Ratih, tumben terlambat, kenapa?” Pimpinanku bertanya atas keterlambatanku. Nadanya agak marah. Aku menjawabnya dengan senyum sumbang sebagai tanda permohonan maaf  dan sesuatu yang tak bisa kujadikan alasan. Ia menggelengkan kepala sambil menasihati agar jangan terlambat lagi. Jelas tak mungkin aku menceritakan alasan keterlambatanku adalah karena pagi tadi memandang kepergian suamiku lalu melamunkannya. Oh tidak..

            Sulit sekali untuk berkonsentrasi pada pekerjaanku kali ini. Beberapa kali aku sadar baru saja melamun. Apa yang aku pikirkan? Mengapa ada rasa khawatir ‘di sini’. Aku teringat ucapan suamiku malam yang lalu, “Sayangku, tadi siang aku lihat seorang wanita menggendong bayinya yang kira-kira usia 2 tahun. Lucu sekali..” lalu ia tersenyum dengan mata yang entah melihat ke arah mana. Yang jelas aku paham benar pesan di balik kalimat itu.  

Namun apa yang bisa aku perbuat? Beberapa kali kami konsultasi pada dokter. Hasilnya sama bahwa aku terlalu kelelahan sehingga hormonku tidak stabil. Aku tersenyum getir saat dokter menyarankan untuk cuti beberapa bulan. Bagaimana bisa? Aku sangat mencintai pekerjaanku dengan para wanita dan anak-anak. Ditambah lagi, suamiku memberi izin untuk bidang ini. Namun jika mengingatnya yang begitu ingin menimang bayi aku merasa bersalah. Tapi meski begitu ia tak pernah memperlihatkan keinginannya yang sangat menggebu ataupun memaksaku meninggalkan pekerjaan. Tidak, ia biasa saja dan tetap menunjukkan senyum yang damai. Berdasarkan pengamatanku dari luar..egoiskah aku?

            “Ratih, kenapa? Ada masalah?” seorang teman rupanya memperhatikan keanehanku. Aku menggeleng dan tersenyum. Ia mengangkat bahunya dan kembali berkutat dengan laporan-laporannya.

            “Eh tau gak, pak Iwan itu lho, suaminya bu direktur, katanya mau poligami” aku mendengar seorang wanita bicara dengan suara keras pada orang-orang disekitarnya. Ia terkenal sebagai “Jeng Gosip”

            “Iya loh, kayaknya ini salah satu sebab Budir jadi temperamen. Coba kalo penyebabnya karena kerjaan, kenapa gak dari dulu aja dia gampang marah?” wanita itu menambahkan argumennya atas reaksi dari orang-orang yang menyangkal. Yang lainnya bertanya darimana ia mendapat informasi seperti itu.

            “Aku gak sengaja denger waktu mau ngasiin laporan ke Budir. Ternyata di dalam ada pak Iwan lagi ngobrol sama Budir. Coba Budir ngomong gini Papa mau mbahas poligami disini? Keterlaluan! Perempuan itu rupanya udah kebangetan.” Wanita itu menambahkan dengan bahasa tubuh yang penuh amarah, membuat yang lain makin percaya, sebagian lagi masih tak percaya. Mereka yakin pak Iwan tipe lelaki setia.

            Jeng gossip menimpali “Eh, yang namanya laki-laki itu punya potensi untuk nikah lagi, lagian kan wajar pak Iwan mau poligami, orang Budir nya juga udah sepuluh tahun belum punya anak kok” kalimat terakhir yang dilontarkannya membuat orang-orang yang terdiam, saling berbisik-bisik. Jujur aku terkejut dengan kalimat itu. sangat. Dalam hati aku meyakinkan bahwa suamiku berbeda. Ia setia.

 

@@@

 

            Malam ini aku tak ingin melakukan aktivitas apapun. Lelah sekali rasanya, padahal kerjaanku tidak banyak. Hoamm.. aku ngantuk, tapi bau apa ini? Sepertinya daging sapi yang sedang digoreng. Biarlah, aku capek sekali, sejenak ingin merebahkan diri di tempat tidur.

            “Ratih, aa buat sesuatu untuk kamu” suara lembut suamiku memanggil. Aku bangun dengan agak berat. Tapi tenaga yang entah datang darimana, membuatku membuka mata.

            “Makan yuk, aa buat sesuatu yang spesial. Belum makan kan?” ia membantuku bangun. Aku senang sekali. Kami menuju meja makan, dan oh! Ia sudah menata mejanya. Indah sekali, terdapat lilin dan setangkai mawar putih disana. Kantukku hilang seketika.

            “a, kapan siapkan semua ini” tanyaku takjub bercampur bahagia.

            “Sejak aa nikah sama kamu, haha… udah nggak usah dipikirkan, nikmati saja hidangannya Yang Mulia” suamiku tersenyum jahil, dengan ketulusan disana. Aku menurut, kami mulai makan. Belum ada yang membuka perbincangan lagi. Aku sendiri sibuk menikmati nasi kebuli buatannya. Saat aku meliriknya, ia sedang memandangku dengan cara yang tak biasa.

            “Enak?” tanyanya. Aku mengangguk dengan semangat.

            “Oya, ada yang mau aku sampaikan”ia berkata. Aku mengernyit atas ucapannya.

            “Apa itu a?” tanyaku sedikit was-was. Tiba-tiba muncul perbincangan orang-orang di kantor tadi siang. Tidak, tidak.

            “Istriku, udah lama kita nggak liburan. Aku.. rencananya mau ajak kamu ke Lombok” matanya berbinar.

            “Bener a?” tanyaku super terkejut. Ia tertawa kecil atas ekspresi terkejutku. Lunturlah pikiran-pikiran anehlu tadi. Suamiku memang luar biasa.. I Love You aa..

            “aa nggak bercanda kan?” tanyaku memastikan.

            “Lho, buat apa? Ciuss.. hehe.. aku udah siapin tiketnya dan cuti buat kamu juga udah aku urus” ia berkata dengan mantap. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Mataku berkaca-kaca. Suamiku berulang berkata “aku mencintaimu”. Tak ku izinkan sesuatu pun mengganggu romantika malam ini.

 

@@@

 

            Kata apa yang bisa melukiskan kegembiraanku saat ini? Sepanjang perjalanan menuju bandara aku tersenyum, sesekali menitikkan air mata sebagai wujud terima kasihku pada Tuhan atas malaikat yang ia kirimkan. Aku sangat mencintainya. Dan ia? Saat ini sedang memegang tanganku erat. Sepertinya kami membuat sang sopir iri. Maaf ya..

            Bandara sudah sangat ramai. Aku tak melihat ada wajah muram di sana. Semua seperti bersenang hati, ah apa ini justru karena suasana hatiku yang sangat bahagia? Hmm.. ada seorang yang mencuri perhatianku rupanya. Seorang perempuan dengan topi dan rambut tergerai duduk dekat loket antre. Dres yang ia kenakan semakin menonjolkan kecantikan yang berkarakter. Siapa dia?

            “Sayang, ayo, pesawat sebentar lagi take off”. Suamiku menyadarkanku. Kami berdua beranjak dan segera menuju pesawat, begitu pula dengan perempuan itu yang berjalan di belakang kami.

 

@@@

 

            Hmmm senangnya, sudah lama aku tidak naik pesawat. Suasananya.. udaranya.. atmosfir didalamnya… semua serasa mengingatkanku 10 tahun yang lalu terakhir kali aku naik pesawat. Sengaja aku duduk dekat jendela untuk memberi senyum pada tanah yang akan kami tinggalkan beberapa menit lagi. Aku mengalihkan pandanganku. Oh! Perempuan itu! Perempuan dengan dres cantik itu duduk di kursi sebrang tepat samping tempat duduk suamiku. Sesaat kami beradu pandang, ia tersenyum, aku malah memperhatikan tanpa membalas senyumnya.

            Aku memandang suamiku. Ia tak berkata apapun. Keningnya mengerut, seperti memikirkan sesuatu.

            “a, kenapa?” tanyaku lembut. Ia menggeleng dan tersenyum.

            “Ayo.. aa main rahasia-rahasiaan..” aku menggodanya. Ia tersenyum dan menghembus nafas berat.

            “I Love you sweetheart” ucapnya mesra.

            “Love you too, a”

            Aneh, matanya berkaca-kaca. Ia berkali-kali menggumamkan “I love you.. I love you..” ada apa? Kenapa begitu janggal? Apa yang ia rasakan di dalam sana? Dan perasaanku juga..

            Ia menarikku, mencium keningku.

            “Aku mau menyampaikan sesuatu” ucapnya.

            “iya a?”

            “Kamu tau aku mencintaimu, dan kamu tau aku begitu ingin punya anak, kan? Aku punya cinta yang besar yang aku beri untuk kamu, tapi jujur cinta itu juga aku berikan pada orang lain. Seseorang yang aku harap lebih mencintai mimpi suaminya daripada pekerjannya sendiri. Seseorang yang saat ini ikut bersama kita”.

            Aku tercekat. Baru kali ini aku sulit percaya apa yang aku dengar. Suamiku.. Romantisme… Lembut hati… mataku perih. Terlebih lagi yang ada di dalam sini. Aku mengalihkan pandangan dan bertemu dengan sepasang mata yang dimiliki oleh perempuan dengan topi dan rambut tergerai itu. ia menatapku dan sedikit menarik kedua ujung bibirnya. Aku memalingkan wajah lalu berdiri dan meninggalkan tempat duduk. Kepalaku pening, sakit sekali “disini”. Dengan sedikit gontai, aku berjalan cepat entah kemana hingga menabrak seorang pramugari.

            “Ibu, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya. Kedua tangannya memegang tubuhku yang hampir terjatuh.

            “Ada arsenik?” Tanyaku dengan senyum getir.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler