Skip to Content

Dalam Gelap Kami Berbagi

Foto Anna Windri

Aku adalah seseorang yang berasal dari gelap. Aku hampir menghabiskan seluruh hari-hariku hanya pada satu ruang. Ruangan itu gelap tidak terlalu luas. Sedikit cahaya yang menyinari ruangan tersebut. Jendela yang sengaja menghadap ke barat. Jendela yang hanya ketika senja saja di buka. Setelah senja tiada jendala tersebut akan tertutup kembali. Walaupun aku menghabiskan hari-hariku pada ruangan yang tak cukup luas tersebut, aku mampu mengelilingi dunia tanpa pernah keluar sakalipun. Aku normal dan sebenarnya aku juga tidak pernah mempunyat riwayat penyakit. Urusan bersekolah aku melakukan home schooling. Aku tidak terlalu menyukai dunia luar.. Aku hanya sangat suka melihat apa yang ada di luar lewat jendela kamar tanpa harus keluar kamar. Dan aku sering menjelajah ke seluruh dunia melalui halaman-halaman yang tersedia di internet. Pada dinding kamarku aku menempelkan banyak sekali potret tempat-tempat wisata terkenal di dunia seolah-olah aku pernah mengunjungi tempat itu. Menara Eiffel yang terkenal dengan keromantisan tempatnya. Menara Pisa yang ada di Italia. Lalu masih banyak lagi yang aku tempelkan pada dinding kamarku. Hingga dinding kamarku hampir tak tersisa ruang kosong disetiap sudutnya.

Saat itu langit sore warna tembaga. Senja lebih tepatnya. Seperti biasa aku selalu memotret senja saat itu dan sedikit menghirup udara segar sore hari. Tak sengaja mtaku menangkap beberapa sekumpulan remaja yang seumuran denganku sedang bermain basket di taman yang tak jauh dari rumahku. Pandanganku tertuju pada seorang lelaki dengan postur tubuh dengan tinggi sekitar 165cm. Saat itu dia menggunakan pakaian basket warna biru yang cocok dengan warna kulit tubuhnya. Aku memotret permainan mereka saat itu. Lelaki berbaju biru itu lalu menoleh kepadaku seperti dia menyadari bahwa diam-diam aku memotret kegiatannya dengan teman-temannya saat itu. Dia hanya tersenyum. Akupun membalas senyumannya. Saat itu ada semacam rima berbeda yang menggetarkan yang aku rasakan saat dia tersenyum kearahku.

Senja keesokan harinya adalah senja gerimis dan basah tetapi meninggalkan kesan romantis. Seperti biasa aku membuka jendela kamarku. Aku memotret air-air yang menetes pada jendela kamarku. Aku melirik ke arah taman dan berharap lelaki yang kemarin bermain dibawah hujan di taman tersebut. Tetapi aku tahu itu tidak akan mungkin terjadi karena dia terlalu dewasa untuk bermain hujan. Saat aku akan menutup jendela kamarku, aku mendengan suara teriakan, tertawa dari arah taman. Aku melongok keluar dengan berharap bahwa suara itu adalah suara lelaki pada potretku kemarin. Ternyata memang benar. Dia sedang bermain bersepeda dan bermain hujan. Kali ini dia hanya seorang diri. Kali ini dia memakai kaos warna hitam, celana coklat selutut dan sepatu kets yang tentunya basah kuyup karena hujan. Dengan cepat aku langsung mengambil beberapa potretnya. Dia melihat lagi kearahku dan tersenyum yang melihatku sedang asyik memotret tingkahnya saat itu. Dia melambaikan tangan kepadaku. Aku hanya tersenyum dan menyembunyikan malu karena kali kedua dia menemukanku sedng memotretnya. Dia lalu memberikan isyarat tangannya bahwa dikatakan dia akan menuju kearahku dan menyuruhku untuk tidak menutup jendela. Dia mendekatiku. Kami berkenalan. Kami seumuran hanya lebih tua beberapa bulan denganku. Kami mengobrol tak banyak. Dia akan segera kembali karena hampir gelap dan hujan yang semakin lebat dan di sertai petir. Dia berjanji akan menemuiku esok sore pada jam yang sama dan di jendela kamarku tentunya.

Setelah kejadian itu, aku bersumpah tak bisa untuk tidak memikirkannya dalam pejam. Malam itu aku mencetak beberapa fotonya dan aku menempelkannya pada dinding dekat dengan tempat tidurku. Senja berikutnya, aku menunggunya di depan jendela dari dalam kamarku. Tetapi dia tidak datang saat itu. Hingga larut malam aku menunggunya di dekat jendela kamar. Dan pada akhirnya aku kalah dengan kantuk. Sebelum tidur, aku selalu memandangi fotonya. Ada sedikit perasaan cemas disana. Hanya dengan menatap fotonya aku menahan napas. Dalam darah kembali mengatakan apa yang ingin diucapkan jantung. aku terlelap.

Sore itu senja berwarna sangat jingga. Aku menunggunya di dekat jendela. Tak lama dia datang. Dia memberikan alasan mengapa dia tidak mendatangiku kemarin. Tanpa mendengarkan alasannya aku akan selalu memaafkannya. Dan untuk bebapa pengecualian alasan tidak terlalu aku hiraukan. Dia menyuruhku untuk keluar rumah dan bersepeda dengannya. dan entah karena apa aku mengiyakannya. Itu kali pertama aku keluar ke alam bebas. Dunia luar tak seburuk di pikiranku selama ini. Kmi bersepeda di beberapa gang dekat dengan rumahku. Dia mengajakku berkeliling. Dia menyarankan untuk membuka tanganku lebar-lebar seperti membuka sayap, menutup mata dan menghirup udara. Aku mengikuti semua sarannya seperti mata batu mengikuti suara di udara.

Hubungan kami berlanjut ke pertemanan, persahabatan lalu kami menjadi pasangan kekasih. Aku sangat mencintainya yang mengenalkanku pada terang. Dia juga mencintaiku yang berlatarbelakang dari gelap. Kami seperti kunang-kunang. Ketika terang kami saling melindungi. Dalam gelap kami saling berbagi.

***

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler