Skip to Content

di sudut warung kopi

Foto ARZapata

Seharian isi kepala inginnya uring-uringan, ada saja orang tidak senang melihat orang lain senang. Awalnya mereka bermuka manis, lama-lama berperilaku sadis. Mula-mula mereka kooperatif lama-lama bertindak negatif....

Ah, daripada di rumah melamun sendiri, kulangkahkan kaki ke warung kopi seberang, sembari menghilangkan kepenatan kerja sehari suntuk. Malam yang dingin menusuk tulang, tak kuhiraukan, konon minum kopi cangkrukan makin malam makin dingin makin asyik, itu sih kata orang-orang yang hobi minum kopi campur ngrumpi ....

"bang, biasa....kopi item", pintaku

"ok boss...", timpal tukang kopi, dengan cekatan dia siapkan secangkir kopi item panas untukku.

warung kopi ini sudah ada sejak lama, bahkan mungkin sebelum aku menginjakkan kaki di desa ini, menurut cerita yang tak harus dipegang kebenarannya, warung kopi ini sudah ada sejak jaman jepang. aku tertawa saja kalau mendengarkan cerita ini, mana bisa cerita seperti ini kita percaya seratus persen. namanya juga cerita turun temurun pasti ada biasnya.

tak seberapa lama kopi tersaji, sungguh nikmat minum kopi, apalagi malam ini cuaca agak kurang bersahabat, malam ini turun hujan tak seberapa lama sesampainya aku di warung ini. Warung kopi ini benar-benar komplit walau tak sekomplit mall-mall di kota, atau toko swalayan yang sekarang menjamur dan bahkan keberadaannya sudah mulai mengancam usaha sejenis yang dikelola secara tradisional, bukan berarti aku membela toko-toko `pracangan` di desa-desa, yang lambat laun keberadaannya mulai tergusur, tetapi itulah kenyataannya.

"telah ditangkap seseorang yang diduga telah melakukan sodomi terhadap 70 anak jalanan, dan korban langsung dibunuh setelah disodomi....", dengan jelas dan lancar reporter TV melakukan reportase sebuah kejadian. Aku terkejut tanpa sadar berceloteh, "kejam sekali!...."

"seorang pembantu rumah tangga tewas mengenaskan setelah melompat dari lantai 13 apartemen, diduga dia berusaha kabur karena tidak tahan dengan majikannnya...", kembali aku terperanjat dan geleng-geleng kepala dan bergumam, "edan bener dunia sekarang...dimana-mana kejahatan, kejahatan ada dimana-mana"

Rupa-rupanya kegeramanku mengusik pengunjung warung kopi yang duduk di sudut warung diapun menyela dengan beberapa kata yang membuatkan tidak kalah kaget dengan berita telivisi itu sendiri......

"meski kejahatan ada dimana-mana, kita selama ini tidak pernah bertemu dengannya, bukan begitu cak?"

"ya betul pak....", akupun mengiyakan pernyataannya, sambil menggerutu dalam hati,"wah telak nih.....omonganku aku telan sendiri...". entah karena reflek atau takut malu aku berusaha membela diri," ya tapi,  yang kita lihat dan dengarkan di TV itu kan kenyataan pak?"

"betul ....itu memang kenyataan, yang harusnya menyadarkan kita untuk selalu bersyukur bahwa kita masih diberi kenyamanan, kenikmatan minum kopi di sini.....", bapak itu menjawab dengan enteng sambil menyeruput kopi..."

"duh sialan....dua kosong deh jadinya", gerutuku dalam hati. Tak sadar akupun berusaha memahami ucapan bapak tadi...

iya ya...mengapa aku selalu tak merasa beruntung, merasa kurang materi, merasa diperlakukan tidak adil, merasa dianaktirikan dlam segala hal, sementara banyak orang yang kerja ongkang-ongkang dapat uang segudang, hanya karena anak pejabat, dia dipilih menjadi direktur tanpa harus bersusah payah kerja lembur.......

ahhh benar apa yang diucapkan bapak tadi, kenapa kita tidak bersyukur, karena kita masih diberi kesempatan minum kopi dengan nikmat, sementara di luaran sana masih banyak orang menderita, susah, dan teraniaya, contohnya jelas terpampang di depan kita, di layar telivisi, atau mungkin orang-orang di sekitar kita tetapi kita belum mengetahuinya.

"lho pak.....apa bapak tahu kalau kita semua di sini tak punya masalah? hingga minum kopi dengan nikmat?, "tanyaku berseloroh.

"Justru itu...kita semua di sini karena punya masalah...", lagi-lagi bapak itu menjawab dengan enteng.

dalam hati aku membenarkan ucapanya lagi, memang benar aku ke sini karena sehari ini aku mempunyai masalah besar. Dari pagi hingga sore hari aku merasa tidak dihargai dan dimanusiakan oleh teman kerjaku. Aku yang kerja keras dan berat, dia seenaknya mengakui pekerjaanku sebagai hasil karyanya di depan bos. Dan yang lebih gila lagi bos percaya dan memberinya kedudukan setingkat di atasku. Jangan-jangan bapak itu bukan manusia, dia megetahui apa yang ada di dalam hatiku, akupun penasaran, " kira-kira contohnya apa pak?...."

"Wah....cak kalau aku dipaksa jelas aku tidak tahu masalah masing-masing, kalau aku sendiri ke sini karena punya masalah perjalananku terhenti karena hujan...entah bapak-bapak lain"

"kalau aku lebih baik ke sini, daripada di rumah bertengkar hehehe...", bapak di sebelahku menyela

"kalau aku punya masalah besar kalau tidak kesini....hehehe", bapak lainnya ikut andil berceloteh

"masalah apa pak?", tanyaku

"aku ini orang bodoh cak..., kalau aku tidak ke sini kemana lagi mencari kata-kata bijak, mau ke surau tidak berani, "

"???", aneh juga komunitas warung kopi ini...gumamku.

bapak yang duduk di sudut warungpun melanjutkan obrolannya seolah menutup seluruh pembicaraan semua yang ada di warung, "bersyukur tidak harus bersujud atau mengucapkan kata-kata syukur, apalagi sampai berteriak-teriak hingga mengganggu, menerima dan ikhlas apa yang diberikan kepada kita itu saja sudah cukup...sukur sukur kita bisa berbagi rejeki yang telah kita terima, itu lebih bagus lagi....."

Di luar hujan mulai reda, "maaf bapak-bapak saya akan melanjutkan perjalanan....", bapak di sudut warung minta izin. Serempak menjawab,"silakan pak...."

"memang gampang menasehati daripada melaksanakan nasehat, betul tidak bapak-bapak?," mulut usilku meluncur begitu saja....

"betul pak, yang susah memang pas kita terkena musibah apapun, sulit sekali untuk bangkit, malah kadang kita menambah kesusahan diri sendiri, ada yang kepala dipukul-pukul sendiri, ada piring dibanting, ada pula yang menganiaya anak istri, itu kan sama dengan merepotkan diri sendiri...", celetuk bapak sebelah bapak yang duduk di sudut warung tadi.

"dalam keadaan normal sih itu kelihatannya anti logika..., tapi itulah manusia", timpal bapak yang lain lagi.

"itulah...tidak mudah kan melaksanakan nasehat bapak tadi, apalagi dia tidak memberi contoh perbuatannya,"akupun menggaris bawahi, dan selanjutnya aku berencana pulang...

"bang, berapa kopi item satu pisang goreng satu tahu petis satu?...."

"kok kayak lagu anak-anak cak?...hehehe maaf bercanda biar tidak cepat tua cak...", jawab si tukang kopi.

"tidak apa-apa, kita perlu bercanda juga, apalagi seharian suntuk di tempat kerja...berapa?"

"maaf cak, sudah dibayar..."

"siapa yang membayar...?"

"bapak yang duduk di sudut tadi...."

"wah...jadi malu nih, kali ini aku KO, posisi 3-0 deh...", kataku dalam hati.

Tak disangka, atau apa karena isi kepalaku hanya tai, jadi yang kupikir hanya curiga, prasangka jelek, iri, hasut, dan dengki saja, hingga dihadapku harus ditampakkan contoh nyata dari perbuatan baik.

"bahkan, bapak itu menyerahkan uang untuk bayar seluruh yang minum kopi di sini, dan ini cukup untuk beberapa hari ke depan....."

aku hanya terpana.........

 

(bersambung di episode ke i)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler