Skip to Content

IZINKAN KUDENGAR SUARAMU…

Foto Vivi Fadhila Rezki

Menjelang tengah malam, Rizka masih tak mampu mengatup dua mata sipitnya. Fikirannya menerawang jauh ke Negeri sana. Ingat Raihan. Mahasiswa tampan yang teramat dicintainya. Jarak yang jauh membentengi dan menghalangi pertemuan mereka.  Dan mereka hanya mampu bertahan, bersabar, dan berharap semoga suatu hari nanti dikumpulkan dalam mahligai rumah surga nan bahagia penuh cinta.

            Mengapa nomor Raihan tak aktif?

Rizka bertanya-tanya di dalam hati. Pertanyaan yang tak kunjung membuahkan jawaban. Memang tak biasanya Raihan seperti ini. Dari sore, nomor itu non-aktif. Dan Rizka mulai putus asa karenanya. Dia tampak gelisah. Takut terjadi apa-apa pada calon suaminya. Rizka paling hafal siapa Raihan, dia tidak mungkin menghilang begitu saja tanpa sebab musabab yang jelas. Kalau ada apa-apa pasti dia kabari. Dan dia akan marah sekali jika Rizka tak mau berterus terang. Apa saja yang terjadi, harus saling mengabarkan. Dan sekarang? Mengapa Raihan sendiri yang mengingkari itu. Ini sungguh tak wajar. Pasti sesuatu yang tak diinginkan telah terjadi padanya.

            Lindungi dia Tuhan… jangan biarkan dia tersiksa di sudut negeri sana. Aku titipkan dia sepenuhnya pada-Mu. Jangan lukai dia sedikitpun, Tuhan… jangan berikan penderitaan padanya. Aku mencintainya dan menginginkannya sebagai Imamku yang akan menuntunku menuju Surga indah-Mu.

Tuhan… aku merindui suaranya. Aku tak mampu terlelap sebelum suara itu bisa kudengar. Aku tak bisa pejamkan mata ini, Tuhan.. aku tak bisa! Engkau Maha tahu segala-galanya, beritahu aku mengapa nomornya tiba-tiba tak bisa dihubungi. Dan mengapa dia tak menghubungiku? Mungkinkah hatinya telah berpindah ke hati lain? Mungkinkah hatinya tak lagi terpaut pada hatiku? Mungkinkah dia melupakan janjinya untuk terus mencintaiku dan tak akan meninggalkan aku meski sedetik saja?

Rizka menghiba pada-Nya. Meminta belas kasih-Nya. Toh, hanya pada Allah dia pantas ungkapkan segala keresahan dan kecemasannya. Dia tak mungkin membangunkan Vivi hanya untuk mendengarkan curhat atas kehilangannya. Tak mungkin bangunkan Yurnalis hanya untuk menghibur dan menyabarkan hatinya. Juga tak mungkin bangunkan Iffa. Ia tak boleh mengganggu siapa saja tengah malam begini. Mereka pasti akan sangat terganggu ketika dibangunkan hanya untuk mendengarkan curhatannya.

Telpon seluler itu masih dalam genggaman. Ia tatap nomor itu berkali-kali dan kembali menghubunginya. Tetapi tetap saja seperti tadi, non aktif!!! Meskipun begitu Rizka tak ingin menyerah. Dia akan menunggu sampai nomor itu bisa dihubungi. Sampai pagi sekali pun. 

            “Sayang… Pliss jangan buat aku seperti ini. Aku tak sanggup!” Rintih Rizka sambil terus memandangi nomor itu. Nomor XL milik Raihan yang tercantum paling atas di daftar nama.

            “Kamu kenapa, sayang? Jangan diam saja, aku kangen suaramu, aku tak bisa tidur tanpa suaramu. Izinkan kudengar suaramu untuk antarkan lelapku. Hanya suaramu yang kupinta malam ini. Aku tak mau apa-apa. Hanya suaramu!” Rizka kembali merintih pelan. Tanpa disadari air bening nan hangat itu tiba-tiba jatuh perlahan dari sudut matanya. Cengeng sekali. Baru saja ditinggal beberapa jam sedemikian sedihnya, apalagi satu minggu, sebulan, setahun atau selamanya? Tak bisa dibayangkan seperti apa jadinya jika itu sampai terjadi. Airmata itu diseka perlahan. Tapi alirannya semakin deras. Boneka singa itu masih dalam pelukannya, dan airmata itu merembes ke setiap helai rambut milik singa coklat itu.

***

            Jam telah mengarah ke angka 02.00 dini hari. Rizka masih seperti tadi. Terbaring tanpa lelap. Tentu saja dengan jemari yang masih bermain dengan selfphone hitamnya. Ini cinta paling gila yang pernah dirasakannya. Meski ia tahu, ini bukanlah cinta pertama untuknya. Beberapa nama pernah mampir di hati dan akhirnya menghilang ditelan bumi.

“Jangan buat aku seperti ini, Raihan… jangan buat aku seperti ini.” Serak sekali suara itu. Mungkin karena menangis beberapa lama. Ini airmata pertama yang ia teteskan untuk makhluk Tuhan bernama laki-laki. Selama ini dia tidak pernah menangis karena mereka. Seberat apapun masalah yang dihadapi, dia tidak pernah bisa menangis. Kali ini jauh berbeda. Mungkinkah karena cinta ini terlahir dari hati terdalamnya?

                                                            ****

            Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

            Operator XL masih saja mengumandangkan bahasa yang sama. Tak ada lelahnya sama sekali. Hm, salut pada operator itu! Malam-malam begini masih saja melayani pelanggan. Benar-benar operator yang baik hati dan tidak sombong. Semoga diberi ganjaran pahala oleh Allah.

            “Selamat tidur pangeran tampanku, aku akan menjaga lelapmu dari pembaringanku. Mimpi yang indah ya sayang… love u so much.” Rizka kembali bergumam. Matanya semakin sayu. Mungkin sebentar lagi tak akan terbuka untuk dunia. Mato tapiciang, hati batanggang. Begitu pujangga minang mengemukakannya. Dan sangat klop dengan penderitaan Rizka malam ini.

            Beberapa jam lagi waktu subuh mengundang pagi. Tapi nomor itu tak kunjung aktif. Fikiran-fikiran yang tidak mengenakkan kembali mengganggunya. Ia begitu cemas memikirkan belahan jiwa yang teramat disayanginya.

“Mengapa dirimu membisu, sayang? Luka apa yang telah aku torehkan di hatimu? Bicaralah, jangan diamkan aku dengan bisumu.”

***

Subuh semakin dekat. Di beberapa mesjid telah mengumandangkan ayat-ayat al-Qur’an. Rizka masih tergolek dipembaringannya, masih ditemani singa besar yang tak bernyawa. Singa itu begitu setia. Tak pernah dia tinggalkan seperti Raihan meninggalkannya malam ini. Hanya saja makhluk tak bernyawa itu tak bisa apa-apa selain berikan kenyamanan disetiap helai rambut halus coklat miliknya. Dan itu sudah cukup buat Rizka.

Dan…. Mata cantik milik Rizka tiba-tiba terbelalak tak percaya dengan penglihatannya. Dia kucek mata penatnya secepat kilat. Tapi nama itu tetap berdiam di sana. Di layar HP milik-nya.

“Tidak, aku tidak percaya. Ini pasti mimpi!” Teriak hatinya.

Akhirnya panggilan itu terputus. Rizka memaki-maki dirinya. Mengapa tak diangkat, bukankah dia menggila karena nama itu tak bisa dihubungi? Lho, setelah dihubungi mengapa malah dibiarkan saja?

Satu panggilan lagi. Masih dari nomor yang sama. Rizka tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya. Ia tersenyum tak menentu. Ini yang ditunggu-tunggunya dari kemarin sore.

“Assalamualaikum, sayang…” Itu kalimat pertama yang ia ucapkan.

“Waalaikumsalam, benar ini Rizka?” Tanya suara itu. Tapi itu bukan suara Raihan. Rizka tahu itu bukan suara Raihan. Tapi siapa? Mengapa Hp Raihan ada ditangan orang lain?

“Iya, saya Rizka. Ini siapa?” Rizka balik bertanya, dengan jantung yang tak lagi normal.

“Ini Satria. Raihan kecelakaan dan saat ini masih dalam perawatan. Maaf, baru bisa memberitahumu.”

Rizka ternganga. Panik! Airmata itu langsung membanjiri tanpa sanggup dia kendalikan. Dia meratap sepilu mungkin.

“Biarkan aku mendengar suaranya, Sat… tolong berikan hp itu padanya. Aku mohon Satria… biarkan aku mendengar suaranya.” Rizka semakin pilu. Airmata semakin deras mengalir.

“Tapi Raihan masih sakit, Ka… kasihan dia.” Satria seperti tak memberikan kesempatan pada Rizka untuk berbicara meski hanya sedetik saja.

“Aku mohon Satria.. Aku mohon!”

Akhirnya Satria luluh dan memberikan hp itu pada Raihan yang masih tergolek tak berdaya. Kecelakaan itu meninggalkan jahitan di kepala dan kaki kanannya.

“Assalamualaikum, sayang…” Itu suara Raihan. Suaranya terdengar begitu samar. Mendengar suara itu, Rizka semakin sedih. Nyaris saja dia tak mampu berkata apa-apa.

“Sayang…. Kok diam aja sih. Ngomong dong…” Suara Raihan masih terdengar. Rizka semakin terisak-isak. Dia tak sanggup menjawab salam itu. Dia tak mampu bersuara.

“Sayang….”

“Wa..alai..kum..salam, Sa…yang….” Rizka terbata-bata. Masih dengan tangisannya.

“Ihh… sayang, kenapa sih jadi cengeng gitu. Raihan gak apa-apa kok… udah ah, Raihan gak mau ada tangisan lagi. Airmata itu kan mahal sayang… nanti kalau sudah menikah kan bisa kita jual. Hehehe…”

Raihan masih sempat-sempatnya meledek dan terkikik. Tapi Rizka tahu dibalik itu ada kesakitan yang luar biasa. Hanya saja Raihan tak mau menampakkannya. Ia rela menanggung semua sakit itu demi melihat senyum yang terukir dibibir Rizka.

“Senyum sayang… Raihan kangen senyumanmu.” Suara itu kembali terdengar. Meski bibir itu masih kaku tapi Rizka tetap memenuhi permintaan kekasih hatinya. Senyum itu akhirnya terlahir dari bibirnya.

“Hm,, manis sekali senyumanmu sayang.. I love U.”

Rizka semakin tak mampu mengendalikan tangisnya di seberang sana. Cinta indah mereka sedang diuji dengan kesakitan dan kedukaan. Semoga mereka bisa melewati kesedihan ini untuk sampai pada kebahagiaan sejati kelak. Amin…

 

SELESAI

 

 

 

Komentar

Foto ismail

rasa...

cinta yang abadi membutuhkan pengorbanan....
kesetiaan, kesaabaran dan kebesaran hati menjadi bernilai ketika kita saling berjauhan...
makna sebuah cinta,,
kita merasa damai dan bahagia saat bersama dan sebaliknya rasa curiga, cemburu gelisah dan rindu yang selalu menghantui...

Foto Vivi Fadhila Rezki

terimakasih

bener skali pak, itulah tantangan cinta yang berjauhan... :)

vivi

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler