Skip to Content

JANGAN BERJANJI ABI

Foto Bidadari Putri Langit


Meskipun di jejalkan banyak teori bahwa apa yang terjadi dalam hidup manusia menapaki segala jalan yang dipilihnya adalah pengejawantahan adanya akibat dari sebuah sebab, aku percaya akan sesuatu, kata indah dari bibir sederhana yang mampu mengetuk pintu langit pastilah serentak penduduk angkas membantu mengantarkannya ke Hadirat sang Pencipta, yaitu  doa tulus dan pengharapan seorang ayah untuk putrinya.

ABI….

Sempat terlintas bayangan wajah Abi di ingatanku, seorang lelaki perkasa dengan kelembutan yang kentara namun bisa mengeluarkan suara menggelegar saat amarah dan kecewa menghampiri, ya… Abi hanya manusia biasa yang begitu banyak kelemahan,kesalahan namun tak sedikit juga kelebihan dia miliki, itulah yang ku yakini.

Sudah enam tahun berjalan aku hidup hanya berdua dengan Abi setelah Umi perempuan lembut yang melahirkanku pergi di malam penuh gelimang darah, aku masih duduk dikelas 4 sekolah dasar saat tragedy yang merenggut nyawa umi terjadi. Begitu membekas dibenakku tak pernah bisa hilang, apalagi setelah peristiwa itu tak ada pengobat lara untukku, amarah dan kecewa juga kesedihan Abi tertumpah penuh untukku, Abi berubah menjadi monster ganas yang setiap waktu siap menerkamnya dengan kata pedih penuh benci ,

“ anak bodoh….! Kenapa kamu buka pintu? Kemana telinga kamu waktu Abi kasih pesan..? sekarang kamu liat apa hasilnya hah…!”

Aku hanya bisa mendengar cacian itu dengan gemetar tubuh dan ketakutan yang merajai setiap dengus nafasku.

                Itulah hidup dan pilihan yang harus aku miliki tanpa ada kompromi, kemudian ngotot membela diri bahwa aku masih terlalu kecil untuk paham dan mengerti membedakan dalamnya hati manusia yang terlihat begitu baik ternyata menyimpan bara api nista pada Umi. Tidak…! Bukan itu…, sungguh bukan seperti itu. Yang paling membuatnya sedih adalah habisnya masa indah bersama kedua orang tua yang ku cintai.

                Sedih…? Ya pasti, tetapi bukan ala sinetron dengan episode meratapi nasib, duaniaku nyata yang harus aku jalani, yang mesti aku pelajari. Kepergian Umi mungkin memang benar karena kesalahanku, kelalaianku, kebodohanku, juga ketidakberdayaanku, tapi harusnya Abi mengerti kalau aku sama mengalami pukulan hebat, sempat terlintas di benak kecilku apakah aku pantas hidup dengan kesiapan menerima pandangan kebencian dari Abi setiap hari?

                Setelah tujuh hari kepergian Umi Abi pergi meninggalkanku sendiri, terlunta dengan kesedihan tak terkira, untunglah guru SD tempatku bersekolah yang biasa ku sapa bu Ani prihatin dengan keadaanku, dia mengajakku tinggal bersamanya, meneruskan sekolah dan menemani anaknya di rumah usai pulang sekolah, selama satu tahun tak ada satupun petunjuk yang bisa membuatku tau di mana Abi berada, dan akhirnya tepat di tahun kedua kepergian Umi Abi datang kembali, memelukku erat, menangis meminta maaf padaku karna telah menganggapku sumber dari perginya Umi.

“ Maafkan Abi sayang, tak seharusnya Abi berbuat ini sama Adek, Abi ini bodoh telah menyia nyiakan titipan Allah, Abi berdosa telah mengingkari takdir Allah”  aku hanya bisa menangis dalam dekapan Abi yang begitu lama ku rindukan, tak ada kata yang bisa terucap, dalam benak kecilku masih ada rasa takut berhadapan dengan Abi.

                “ Pak Syaf….? Benar ini bapak…? Masya Allah..” itulah kata awal yang terucap dari bibir bu Ani saat mengetahui kedatangan Abi yang masih memelukku erat.

“ benar bu.. saya datang untuk meminta maaf pada putrid saya juga pada ibu, saya…” Abi tak meneruskan kata-kata hanya kembali memelukku menangis.

“ sudah pa kayo masuk dulu, Bapak pasti masih capek, nanti aja ya ceritanya, lepas kangen dulu sma Lintang, dia juga pasti merindukan Abi-nya, “ bu Ani meminta Abi masuk ruang tamu karna memang kami masih terus berpelukan erat di teras depan.

“ ayo Lintang ajak Abi kedalam ya, buatkan minuman dingin, Lintang sudah pintar khan buat es the manis yang enak?” Bu Ani pasti sedang pro,osikan aku sama Abi kalau aku sudah mulai pintar di dapur, hehehe… aku langsung merasa senang. “ iya bu…” cepat ku jawab dengan senyum, “ Abi masuk dulu yuk istirahat di dalam nanti dede buatkan minum tuk Abi” ku minta Abi berdiri dari simpuhnya saat memelukku tadi, tiba-tiba upss….hugh,… Abi berdiri dengan gerak cepat lengan kakan abi meraih pinggulku, mengangkat hingga wajahku tepat di depan wajahnya, mencium pipiku hangat,

“ muuuaaacchh,… iya sayang, sudah lama Abi lupa sama the manis, pasti nikmat sekali di buatin bidadari mungil Abi, hmm” 

“Aaah,.. Abi,.. dede udah besar udah kelas 6 masih Abi angkat, nanti jatuh, dede khan udah berat?”

“ enggak kok ini masih seperti angkat kapas sekarung “

Ku rangkul leher abi yang melangkah ke ruang tamu, sungguh aku seakan melayang ketempat begitu indah, rasa takutku hilang sudah, aku tak mau kehilangan momen ini, dua tahun pelukan hangat Abi hilang, dua tahun gendongan kuat khas Abi yang ku suka tak pernah ada, ku peluk abi sepenuh rasa rindu yang ku miliki untuknya, ku lihat bu Ani memandang langkah Abi dengan mengusap air mata dan tersenyum haru.

                Selama tiga minggu Abi masih tinggal bersamaku di rumah bu Ani yang baik hati, menunggu hasil pengumuman ujian akhir sekolahku, aku lulus dengan predikat yang membagakan Abi, nilaiku tertinggi dan mendapat juara umum, bahagia rasanya mempersembahkan semua itu pada Abi, yang menyambutku di bawah panggung dengan gendongan dan pelukan khasnya, setelah hari itu Abi membawaku pergi dengan terlebih dahulu meminta ijin pada bu Ani, ucapan terimakasih berulang kali di ucapkan Abi disertai ucapan maaf karna harus membawaku pergi, aku tau bu Ani berat melepasku karna selama aku tinggal bersamanya dia telah menganggapku anak tertua, yang sama dia sayangi seperti anak kandungnya sendiri.

“ saya tidak mau kehilangan kesempatan menebus semua kesalahan saya pada lintang bu” itu yang kudengar di malam terakhir keberadaan kami di rumah bu Ani,

“ saya mengerti pak, memang Lintang harus hidup dan bahagia bersama bapak, Cuma bapak keluarganya, jangan sampai Lintang kehilangan masa indah dalam hidupnya”

“ saya bodoh bu, benar benar ini satu kebodohan besar saya yang telah membenci, memusuhi putri kecil saya, bidadari saya, padahal ini bukan semata kesalahannya, tragedy itu sudah takdir  yang harus saya terima ikhlas” Abi menangis tersedu di depan bu Ani dan suaminya saat itu, ah Abi,… mana gelegar suaramu itu? Aku diam mematung di balik pintu mendengarkan pembicaraan mereka, gemetar kakiku mendengar semua pengakuan sesal Abi.

                Akihirnya… ku ikuti langkah Abi kemanapun dia pergi, genggam tanganku tak pernah lepas dari jemari Abi, setiap kami pergi, keluar dari rumah mungil bu Ani Abi membawaku jauh ke kota Cilegon ujung pulau Jawa, kota di tepi pantai yang penuh dengan jamur gedung gedung pabrik baja, mengontrak rumah petak yang tidak kami isi dengan barang apapun kecuali perlengkapan baju sehari hari. Abi berniat mendaftarkan aku ke sekolah menengah pertama di Cilegon, namun itu tidak jadi dilakukan Abi, aku tidak tau apa alasannya, setelah satu bulan di Cilegon Abi mengajakku kembali pergi, meninggalkan kota Cilegon dan berangkat menuju Sumatera..

“ dede Abi mau buat janji tuk dede…” tiba tiba Abi berkata serius saat kami berdua dalam perjalanan menuju Sumatera, di atas kapal roro Baruna, Abi mengajakku duduk di dak atas menikmati pemandangan laut membentang di Selat Sunda, “ janji apa bi..?”

“ Abi janji de,.. Abi janji gak akan pernah meninggalkan dede sendirian lagi, gak akan memarahi dede lagi”

“ beneran bi..?”

“iya,.. beneran” Abi memandangku serius

“ kalau dede buat salah Abi ga akan marahin dede?” aku ikut memandang mata elang abi menemukan pendar pendar kasih disana.

“ kalau salah ya tetep donk abi gini…” Abi menarik hidungku kuat sambil tersenyum
“ aww… iya bi, ampun deeehhhkk…” aku tersedak kaget merasakan nafas tersumbat akibat jepan tangan Abi di hidungku.

“ pinokio,.. ga boleh buat kesalahan lagi ya!” abi menarik pundakku memeluk kembali dan membelai kepalaku.

“ hhh,… iya de,.. abi janji sampai nanti dede mendapatkan lelaki untuk jadi Imam dede, Abi akan tetap ada untuk dede, Abi janji,..”

“ bi… ga usah janji sama dede, dede udah seneng kok sekarang ini abi ada sama dede terus”

“tapi abi buat janji ini karna mau dede juga janji sama abi..”

‘Janji apa bi..?’

“dede harus janji sama abi untuk menjelma menjadi bidadari, bidadari syurga seperti umi, baik di dunia maupun di sana nanti” Abi meunjuk langit.

“berat ga bi untuk menjadi bidadari itu”

“kalau dede ikhlas menjalani apapun yang di perintah Allah dan jauh dari apa yang dibenci Allah, maka ga aka nada beratnya dek..”

“berjanjilah de,… kamu gak akan mempercayai siapapun manusia didunia ini selain Allah dan Rosul_NYA, jangan pernah meminta apapun selain pada Allah, kamu paham sayang?”

“ iya bi dede ngerti”

“ Abi janji, akan terus menjaga dede, memberikan yang terbaik yang bisa abi beri untuk dede, kita lupakan semua tragedi di Bandung, kita mulai hidup yang baru di sebrang pulau, pahit manis hidup akan kita lalui berdua, berdua saja sayang, Abi sama Lintang” aku senang sekali mendengar janji Abi, rasanya masa terbentang di depan mataku begitu indah, ya… akan kucatat dalm hatiku, jiwaku lalu kutanam di lubuk jantung, menyatu di setiap pori pori tubuhku, semua janji Abi,

“dan tolong ingatkan Abi ya de kalau suatau saat Abi lupa sama janji Abi, dede boleh protes, dede boleh menggugat seandainya Abi ingkari janji Abi”

“ boleh bi?...ga dosa”

“kenapa dosa?”

“khan ngelawan sama orang tua…!”

“ kalo ngingetin itu bukan ngelawan bawel..” Abi mencubit pipiku gemas

“ iya…bii…. “ aku menjawab kesakitan,

Selama tiga jam kami di atas kapal, penuh bahagia terus kuresapi kasih sayang Abi yang begitu terasa indah membelai jiwaku, tak ada tersisa sedikitpun ingatanku akan amarahnya dulu, semua terbayar dengan janji janji indah Abi, ya aku akan berjuang menepati semua janjiku pada Abi, terus berusaha membuat Abi bangga memiliki aku putri semata wayang yang akan menjelma menjadi bidadari.

 

                Bandar Lampung kami datang…! Itulah ucapan bahagia yang terucap dibibir mungilku sesaat setelah kakiku meninjak tanah Bumi Lampung, aku dan Abi tinggal di Daerah Kemiling Tanjungkarang Barat Bandar Lampung, menempati ruangan yang bisa disebut rumah mungil di belakang Masjid, letak masjid yang berada di dataran cukup tinggi menyerupai bukit di kelilingi aneka pohon buah yang tidak terlalu tinggi sehingga pemandangan begitu indah, bila berdiri di sisi pagar masjid sebelah selatan maka tatapan mata kita akan disuguhi pemandangan laut pesisir pulau sumatera dengan garis pantai melengkung begitu indah, pemandangan di malam hari terlihat lebih ramai dengan kerlip kerlip lampu kapal nelayan di tengah laut.

                Aku dan Abi tinggal di lingkungan masjid sejak awal datang, Abi diminta menjadi DKM masjid oleh pak kamal teman pengajian Abi di Bandung, pak kamal ternyata berasal dari Lampung yang datang ke Bandung untuk melakukan dakwah pengajian bersama kelompok pengajiannya, selain menjaga dan memakmurkan masjid Abi juga mengajar TPA di majelis masjid.

                Sekolah Menengah Pertama aku lalui di SMPN 01 Kemiling, pagi hingga siang waktuku disekolah, pulang sekolah aku melakukan aktivitas di mesjid, setelah beristirahat dan belajar, kumulai aktifitas sore menemani Abi membersihkan lingkungan masjid, sholat Ashar dan Magrib aku jalani di masjid karna sudah menjadi kewajiban baru untukku selepas sholat margin belajar menghafal Alqur’an bersama Abi, Abi betul betul menepati janji yang terucap di atas kapal, dia selalu ada di sampingku memberikan semangat belajar menghafal Alqur’an, menyimak bacaanku, memperbaiki tajwidku, dengan cara indah hingga aku tak pernah merasakan sulit dan jenuh.

“ sudah siap dede..?”

“ iya Abi bentar lagi nih lagi pasang kerudung”

Hari ini adalah hari pertama aku akan menjalani UN SMP, tidak terasa sudah tiga tahun kami disini, suasana tenang dan damai membuatku betah dan hari hari berlalu tanpa terasa, tidak mau lagi ku ingat kota kecilku dulu,aku ingin disini selamanya.

“ nanti pelajaran yang di ujikan apa de?” Abi bertanya saat aku keluar kamar,

“ Bahasa Indonesia bi,..

“ dede yakin siap?”

“Insya Allah Abi… dede sudah belajar dan berdoa, sekarang tinggal ikut apa yang Allah berkehendak”

“ Bagus,… itu baru bidadari Abi, ayo berangkat sudah jam setengah tujuh nanti dede terlambat” Abi tersenyum dan menyeruput kopi terakhirnya lalu mengajakku keluar rumah. Selalu begitu yng dilakukan Abi setiap pagi bila aku berangkat ke sekolah, bersama sama keluar rumah mengunci pintu mengantarku sampai gerbang masjid, ku cium tangan Abi, meminta doa dan restu, setelah itu Abi akan menarik hidungku lembut meraih kepalaku untuk menerima kecupan doa darinya, “ Ingat Allah terus ya de..”

Selalu itu yang terucap dari Abi saat melepasku berangkat kesekolah.

 

                Alhamdulillah… akhirnya selesai, terimakasih ya Allah ku ucap syukur dalam hati saat melangkah keluar ruangan ujian di hari terakhir UN Nasional, semoga aku bisa lulus dengan hasil baik Tahun ini, aku ingin mempersembahkan untuk Abi, menunjukkan kesungguhan janjiku, sungguh sudah terbayang di mataku pendar bahagia di mata elang Abi, ciuman hangat dipipiku dan ucapan syukur Abi untukku.

“ Heiii,…. Ngapain loe..!!” tersentak kaget ku tengok sumber suara nyaring di sebelahku,

“Astaghfirullah,… Raya iiihhh bikin kaget aja” aku melotot memandang Raya temanku yang berteriak,

“ lagian siapa suruh ngelamun khidmad geto Lintaaaang..? pake senyum senyum sendiri lagi”

“yeee,… siapa yang ngelamun, asal ah…” aku berdalih

“ lah terus ngapain lo bengong..?”

“ gue lagi mikirin hasil ujian, gimana kalo gue gak lulus, ..?”

“ what….?? Seorang lintang gak lulus..??”

“Lah emang kenapa..?”

“ ya ampun lintang,..secara gitu loh, bisa geger dunia persilatan kalo si juara umum dari kelas tujuh sampe kelas Sembilan ga lulus,… oh no..no..” Raya terus berbicara secepat kereta listrik berjalan, temanku yang satu ini memang bawel dan suka sok tau, tapi terkadang kebawelannya bisa buat ramai suasana,

“ eh ….temen lain belum pada keluar ya?”

“ belum tuuh….. emang susah sih soal MTK-nya”

“ nah loe udah keluar, emang selesai? Pinter dong” aku menggoda Raya,

“siapa dolo sohibnyaaa…”

Raya menjawab dengan mendorong tubuhku, maksudnya bercanda, tapi keseimbangan badanku tak siap menerima dorongan tangan raya, akhirnya….BRUUKK… aku terjatuh,

“ Lintaaaaang…….” Raya menjerit kaget lalu…” hihihi….awas jatuh neek,…”

Uuuhhh….teganya raya tertawa melihat aku jatuh, aku meringis berusaha bangkit, tapi…. Ya ampuun, kenapa kepalaku berat?, ku coba sekuat tenaga untuk kembali berdiri, rasanya lemas dan mataku penuh pendar bintang, begitu berhasil berdiri aku melihat begitu banyak manusia mengelilingiku mereka berteriak sahut menyahut memanggil namaku, lalu hening, gelap.

                “ sayang putri Abi ayo bangun..” ku buka mataku perlahan, kepalaku masih terasa berdenyut, ku lihat ruangan tempatku terbaring semua serba putih, Abi duduk di sebelahku menggenggam tanganku erat,

“ di mana ini bi..? kok abi disini? Td dede masih disekolah” Abi membelai keningku, tersenyum

“ini di ruang UGD rumah sakit, tadi Abi di telfon pak Mul guru dede, katanya dede pingsan abi langsung kesekolah ditunggu sampai satu jam dede ga bangun bangun jadi abi bawa dede ke sini”

“ rumah sakit bi..??” dede ga sakit kok bi, tadi cuma jatuh jadi agak pusing”

“ iya dede emang Cuma jatuh tapi trus pingsan lama jd abi bawa kesini, abi khawatir sayang”

“ permisi,… sudah sadar ya pak putrinya?” tiba tiba seorang perawat masuk

“ oh ya sus,..baru saja sadar silahkan” Abi menyilahkan perawat mendekatiku

“  saya ambil darah adek dulu ya” perawat itu meraih tanganku sambul tersenyum

“sakit sus?” aku berbisik takut

“sedikit kok, tahan ya, ayo genggam tangannya” perawat itu mencoba menghiburku, aku mencoba tersenyum, tapi langsung berubah meringis begitu jarum suntik masuk ke nadiku,

“nah selesai..” perawat mengusap lenganku dengan kapas, “sekarang coba bangun yuk, duduk dulu nanti kita scan ya”

“langsung sekarang sus?” Abi memotong pembicaraan perawat

“iya pak, dokter Bernad minta dek lintang jalani pemeriksaan lengkap, bisa bantu saya pak?” perawat itu menjawab pertanyaan abi lalu mendorong kursi roda mengisyaratkan Abi untuk memindahkan aku ke atas kursi roda.

                Aku bernafas lega saat keluar dari ruang radiologi setelah menjalani pemerikasaan yang cukup membuat nyaliku menciut, apa yang selama ini kulihat di gambar gambar majalah kesehatan dan di berita televisi ternyata ku alami sendiri, ah semoga saja hasil pemeriksaanku tadi menunjukkan hasil negative untuk penyakitku.

“ kita boleh pulang ga bi..?” aku bertanya pada Abi saat kembali ke ruang UGD, “

“nanti sayang kita tunggu hasil rogent dulu ya, masih pusing gak kepala dede?”

“Cuma pusing dikit bi, dede mau pulang aja, abi juga khan harus ngajar TPA”

“Abi sudah minta ijin tadi sama pak kamal, mungkin mas roji yang gantikan abi ngajar”

Tiba tiba perawat berbaju biru yang tadi membawaku ke ruang radiologi datang

“pak,.. bisa masuk keruang dokter untuk mengetahui hasil pemeriksaan dek lintang”

“ oh iya sus” Abi langsung berdiri lalu membelai kepalaku “ sebentar ya sayang abi mau ngegosip dulu sama pak dokter”

“iiihh abi,..” aku tersenyum mengangguk.

 

                Lama ku tunggu Abi kembali dari ruang dokter, aku tak tau apa sebenarnya yang dibicarakan, menunggu memang sesuatu yang membosankan, dan merasakan kepala yang berdenyut cukup membuatku tersiksa, setelah hampir satu jam Abi kulihat menyibak gorden yang membatasi tempat pembaringanku di ruang UGD, wajah Abi terlihat keruh dan sedih, aku berdebar melihat binary  mata abi yang seolah hilang tertutup kabut,

“ udah bi..? hasil pemeriksaan sakit dede gimana? Dede sehat khan?” ku berondong abi dengan pertanyaan yang sudah sejak tadi ku tahan.

“ iya sayang ga apa apa kok, kita bisa pulang sekarang, tapi dede harus rajin berobat jalan”

“loh kok gitu? Dede khan ga sakit bi?”

“ deek,… tadi dede pingsan trus kepala dede pusing, itu tanda dede sakit”

“ mungkin karna jatuh aja bi…” aku berusaha menyangkal, ku lihat abi membuang pandangan ke luar gorden,

“ sudah ah, dede janji khan mau nurut sama abi? Ayo..sekarang kita pulang dulu nanti keburu hujan”

Tak ada yang bisa kutanya lagi, selain menuruti permintaan abi untuk bersiap pulang, tentu saja aku senang bisa langsung pulang, bau obat di ruangan membuat kepalaku makin berdenyut.

                Sejak hari itu perhatian abi untukku makin kuat, semua yang aku lakukan selalu dalam pengawasan abi, sebenarnya aku agak risih meskipun senang selalu ditemani abi kemanapun pergi,bahkan mendaftar sekolah di SMA  abi selalu mengantar lalu menjemputku, perasaan heran masih bergelayut dibenakku, mengapa abi menjagaku sedemikian rupa? Apa yang terjadi dengan aku? Apakah aku sakit? Ah.. abi sendiri yang selalu bilang aku tidak sakit, hanya kelelahan yang membuatku sering pingsan dan sakit kepala, ya memang sejak terjatuh disekolah waktu itu aku jadi sering merasa pusing,lemas dan pingsan,tidak ada keluhan lain selain itu, hanya satu yang membuatku heran mengapa sejak itu aku harus rutin ke rumah sakit, menjalani pemeriksaan dan pastinya harus selalu minum obat yang paling ku benci rasanya, uuugghh pahiit…

“ dek, obatnya sudah diminum?” abi bertanya malam itu saat aku mempersiapkan peralatan untuk ospek di SMA,

“udah bi, tadi habis makan dede langsung minum obatnya”

“bagus,.. itu baru anak abi, doyan obat karna tau manfaatnya” abi tersenyum

“sampai kapan bi?”

“apanya sayang”

“sampai kapan dede harus minum obat?”

“sampai kepala dede ga pernah pusing lagi sampai dede ga suka lemes lagi” abi membelai kepalaku, “heii,.dede siapin apa itu?”

“oh ini bi, untuk ospek, semua siswa  baru suruh bawa ini” aku menunjukkan tas kotak yang kubuat dari kardus bekas,

“ dede ga boleh ikut ospek, biar nanti abi kesekolah minta ijin untuk itu” abi menukas tegas, membuatku tertegun “ tapi bi….”

“ga ada,.. ga boleh, dede udah janji khan sama abi?”

Janji…? Ya selalu itu yang diucap abi bila meminta sesuatu dan saat aku mulai menolak apa yang dia mau, aah abi… kenapa? Bukankah abi juga janji mau buat apa saja untuk kebahagiaanku?

“kalau abi sudah yakin dede sehat dan kuat, abi ga akan larang dede ikut kegiatan apapun, tapi untuk sekarang abi minta dede nurut sama abi untuk ga ikut ospek, mau khan?” abi memegang tanganku meminta jawabanku, aku tidak tau bagaimana perasaanku saat itu, sedih dan kecewa tapi aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada abi maka ku kuatkan hati menjawab

“ iya bi,.. dede nurut” abi memelukku erat

“abi sayang banget sama dede, abi ga mau dede sakit, Cuma dede yang abi miliki”

Ku balas pelukan abi hangat, ya Tuhan,.. kenapa abi jadi sensitif gini? Biasanya abi bangga kalau aku ikut kegiatan sekolah,

“ sayang dengar abi,.. abi janji akan selalu ada tuk dede, abi janji akan ada disamping dede sampai dede menjelma jadi bidadari, apapun akan abi lakukan untuk dede”

Abi masih memelukku saat kata itu di bisikkan ditelingaku,

“tapi dede juga harus janji untuk sembuh, dede ga boleh menyerah dengan penyakit, lawan dek..lawan semua rasa sakit di badan dede, abi yakin dede bisa”

Aku tak bisa berkata apapun selain mengangguk, meski dalam benakku dipenuhi beribu Tanya, sebenarnya aku sakit apa? Tak ada yang kurasakan selain pusing, kenapa Abi seperti begitu takut?

Apa mungkin trauma kehilangan Umi yang membuat Abi super protektif menjagaku?

 

                Akhirnya aku menuruti permintaan abi, tidak mengikuti kegiatan ospek, tetap beristirahat di rumah sampai waktu masuk sekolah tiba, seminggu sekali abi mengajakku ke rumah sakit, menjalani pemeriksaan dan kembali mengambil obat yang harus rajin ku minum. Sore itu sepulang dari rumah sakit abi mendekatiku di ruang tengah, membeli kepalaku penuh kasih sayang,

“ masih terasa sakit kepala dede?”

“ enggak kok bi, Cuma kadang kadang aja, “

“ syukurlah, abi mau bicara sama dede, mau dengar?”

“ iya bi masa gak mau..” aku tersenyum menenangkan abi yang terlihat was was mungkin takut aku berkata tidak dengan alasan kepala pusing.

“ besok abi diminta anter pak Kamal ke Banten, dede ijinkan abi gak?”

“ ke Banten? Ngapain bi..?”

“ urusan dakwah, pak Kamal minta Abi ikut, tadinya abi nolak karna abi udah janji khan sama dede untuk terus ada disamping dede,”

“ kalo itu untuk urusan dakwah ga apa apa bi, dede khan udah ga pernah pingsan Cuma sakit kepala aja”

“dede mau khan janji tetep ke rumah sakit sesuai jadwal? Nanti abi minta bu Kamal yang anter dede”

“ apa ga merepotkan dia bi? Emang abi mau pergi lama? Enggak khan? Cuma sehari khan?”

Aku mencoba menolak apa yang abi mau, karna aku tidak mau orang lain mengantarku ke rumah sakit selain abi,

“ tiga hari dek, senin besok abi berangkat, rabu baru pulang, sedangkan selasa waktunya dedek ke rumah sakit”

“kalau bolos sehari ga ke rumah sakit boleh khan bi?, lagian ke rumah sakit terus di periksa terus masa sakit dede ga sembuh sembuh” ku lihat abi menghela nafas berat memandang mataku sayu.

“ pemerikasaan itu Cuma langkah awal dek, kalau sampai satu bulan dede ga berubah sakitnya nanti dede harus pindah ke rumah sakit Umum, nah untuk pengobatan ke rumah sakit umum abi harus pegang uang banyak karna biayanya cukup mahal, kepergian abi ini khan ikhtiar juga siapa tau abi bisa dapat rizki yang berkah untuk pengobatan dede”

abi menjelaskan panjang tentang apa yang terjadi dengan badanku, namun tetap saja masih bergulung pertanyaan di otakku, apa sebenarnya sakitku, mengapa pengobatannya begitu lama dan hasil pemeriksaan mengapa abi ga kasih tau?

“ abi janji pergi Cuma tiga hari, ga lama kok” abi kembali merayuku

“ iya deh, abi boleh pergi tapi bener ya abi tepat janji, cepet pulang”

Abi tersenyum senang mendengar jawabanku “ iya abi janji,.. “ dan abi kembali memelukku erat

 

                “ Assalamualikum,… lintaaang ada didalam gak?”

Ku dengar suara wanita memanggilku, segera aku bergegas keluar kamar, sepertinya suara itu cukup kukenal, “walaikumsalam..” ku jawab salam dan membuka pintu ternyata bu kamal berdiri di depan pintu dengan sebuah handphone ditangannya

“ini lintang abi kamu mau bicara” Abi…? Mengapa bicara lewat HP? Bukankah hari ini abi janji mau pulang? “oh ya makasih bu..” ku raih hp dari tangan bu kamal dan mendekatkan ditelingaku

“halo..Assalamualikum”

“walaikum salam sayang, dede ini abi, dede lagi apa sayang” ku dengar berat suara abi disebrang hp,

“ lagi ngerjain pr bi,.. abi udah sampe mana? Kok telfon dede?”

“ maaafin abi sayang, abi belum bisa pulang sekarang, mungkin jum’at abi baru bisa pulang”

“kenapa bi?”

“ ada pekerjaan tambahan sayang, lumayan khan untuk nambah nambah saku abi, hehehe” abi mencoba melucu di sana, padahal aku sekuat tenaga menahan tangis kecewa, kenapa abi ingkar janji? Padahal susah payah aku menahan perasaan rindu selama tiga hari, terasa sepi dunia karna tidak ada abi disisiku, aku hanya bisa mengiyakan semua yang dikatakan abi lewat hp, aku masuk kembali kekamar setelah menyerahkan hp dan mengucap terimakasih, kenapa sekarang abi seperti rakus untuk uang? Kenapa? Padahal yang ku tau abi selalu bersyukur dengan hasil mengajar TPA, selama ini tidak pernah ada keluhan untuk materi, karna memang semua terasa cukup, biaya sekolahku sudah terbayar lunas dengan Beasiswa yang ku dapat di SMP dan kembali kudapatkan di SMA, tapi kenapa Abi sekarang rela menambah hari untuk tidak bertemu dengan aku? Kenapa? Ku rebahkan kepalaku di bantal dengan ribuan pertanyaan di kepalaku.

                Jum’at pagi aku tidak berangkat kesekolah karna ada rapat bulanan dewan guru, kurasakan kepalaku begitu berat dan seperti dihantam ribuan jarum saat mencoba bangun, nafasku terasa sesak, ku tahan rasa sakit mengucap Asma Allah dan berserah, sedikit demi sedikit sakit itu hilang, tak lama,.. aku harus merasakannya lagi, terhuyung aku melangkah ke lemari untuk mengambil obat, setelah meminum obat ku coba mengatur nafas, dengan duduk di kursi dan bersandar, ya Allah sakit apa aku ini…? Mengapa begitu sakit dan menyiksa? Tiba tiba aku ingat berkas pemeriksaan radiologi yang disimpan abi, ya aku harus tau sebenarnya apa yang terjadi denganku dan kenapa abi sembunyikan itu dariku, abi tidak ada, baru sore nanti pulang, kebetulan sekali aku bisa leluasa mencari berkas itu, “

“ maafin lintang ya bi..” aku berbisik saat membuka lemari abi, ku telusuri isi lemari abi yang berisi baju baju terlipat rapih, kuangkat baju bagian atas hinggga ke bawah, begitu sampai lipatan tengah ku temukan kertas putih besar seperti sampul tebal, ku tarik keluar dengan gemetar, ku baca bagian depan tertulis “ HASIL PELAKSANAAN ULTRASONOGRAFI”  ini dia yang ku cari, perlahan kubuka sampul tebal di dalamnya ada kertas putih dengan logo Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung, mataku menyusuri baris demi baris tulisan hasil scan kepalaku, sampai ku temukan jawaban disana,..

Ku tutup kembali hasil pemeriksaan radiologi, mengembalikan ketempat semula dengan air mata yang tiba tiba saja membanjiri pipiku, aku seperti tidak percaya melihat tulisan yang ada atas namaku di kertas tadi, tapi kenapa abi gak jujur? Kenapa bi..? abi selalu minta aku berjanji untuk jujur dan abi selalu menggugat aku bila aku ingkari janji, sedikitpun aku tidak pernah menggugat abi bila abi mengingkari janji abi, sekarang abi sudah bohongi dede, abi sudah ingkari janji untuk pulang tepat waktu, ringan sekali abi menambah waktu untuk tidak pulang, kenapa bi..? aku menangis tersedu.

 

“ assalamualaikum…” ku dengar salam di luar pintu rumah, itu suara bu kamal, tapi ada apa lagi? Abi telfon lagi? Mau bilang kalau waktunya pulang di undur sampai tiga hari lagi? Ku usap air mataku bergegas keluar kamar “ walaikumsalam,..” ku buka pintu mencoba tersenyum “ iya bu,..”

“ini abi kamu telfon nih” bu kamal tersenyum

“ makasih bu, maaf jadi merepotkan ibu” ku ucap kata maaf saat mengambil hp dari tangannya

“halo Assalamualaikum abi”

“halo sayang, bidadari abi sehat nak?”

“ iya bi.., dede sehat, abi dimana?”

“ abi lagi dijalan nih menuju pulang, kamu ga berangkat sekolah kenapa de? Sakit..?” suara abi terdengar gelisah

“ enggak kok bi, kebetulan ada rapat guru jadi libur belajarnya, cuma dede kangen ga enak sendirian dirumah, dede pengen abi pulang” aku menghibur abi dengan alasan itu meskipun saat itu kepalaku terasa begitu sakit, tapi aku tidak mau abi gelisah,

“ ya udah, abi janji deh ga pergi jauh lagi sayang, nanti mau ya berobat sama abi ke rumah sakit Umum?”

“ iya bi mau,.. “hampir saja suaraku tersedak menahan tangis yang tiba tiba datang saat mendengar kata rumah sakit

Tunggu abi hari ini ya sayang, mungkin sekitar jam empat sore abi sampai, abi mau dede lari peluk abi begitu abi turun dari mobil, mau khan?”

“ pasti mau bi,..” aku merasa senang mendengar permintaaan abi, berlari memeluk abi begitu turun dari mobil setelah lima hari menahan sakit dan kangen,..oh indahnya,..

“ ya sudah ini abi sudah mau dekat pelabuhan mau masuk kapal tutup dulu ya, dede jangan lupa minum obat siang ini, assalamualaikum”

“ iya bi hati hati ya, janji sore sampe lo bi, walaikumsalam”

Abi kembali memastikan akan tiba sore hari ini setelah aku menjawab salamnya, ku serahkan hp pada bu kamal dengan senyum bahagia,

“wah langsung senyum lintang denger abi mau pulang ya?”

“iya bu, kangen sama abi, ga ada abi sepi”

“khan ada ibu, kalo kesepian kenapa ga main kerumah ibu?”

Aku tersenyum mendengar protes bu kamal, ya harusnya memang aku tak perlu merasa sepi, bu kamal tinggal di sebelah pavilion tempatku berteduh bersama abi, rumahnya yang besar sering dijadikan tempat pengajian kaum remaja putri dan ibu ibu kampung, tapi entahlah meski ditempat yang ramai aku masih selalu merasa sepi bila tidak ada abi.

                Setelah bu kamal kembali kerumahnya, aku bersiap menyambut kedatangan abi, ku bersihkan seisi rumah mungilku, kusiapkan minuman kesukaan abi, teh tubruk dengan gula sedikit, tepat jam empat aku keluar menunggu abi di gerbang masjid, pandanganku jauh ke arah jalan memastikan setiap mobil yang lewat adalah mobil yang dikendarai abi, terasa pegal kakiku dan kepalaku mulai berdenyut kencang tapi mobil yang ku tunggu belum juga sampai, ku lihat jam di dinding luar masjid, Astaga… sudah jam lima..mana abi? Kenapa belum datang?, aku masih mau bertahan menunggu kedatangan abi, tapi suara azan magrib memaksaku beranjak masuk kedalam, aku harus sholat dulu bersama jama’ah yang lain di masjid, tapi sungguh kegelisahanku membuat sholatku terganggu, kemana abi? Apakah abi bohong? Apakah memang abi sekarang ringan membohongiku? Tentang sakitku abi sudah bohong lalu sekarang? Tidak… abi sudah janji dan tadi kudengar abi bersungguh sungguh janji untuk pulang sore ini,

Usai sholat aku bergerak cepat membuka mukena, tidak lagi berzikir dan membaca doa, aku takut kehilangan momen indah menyambut abi, siapa tau mobil yang di bawa abi sudah dekat menuju masjid, cepat ku lari keluar gerbang, tapi suasana masih begitu sepi, aaah belum juga datang abi, “ abi kemana..? sudah malam abi belum datang? Abi ga bohong khan sama dede?” aku berbisik sedih memandang kearah jalan, rasa se abad ku tunggu kedatangan abi sampai  kudengar kembali azan isya, aku mulai lemas dan merasakan kepedihan, tiba tiba aku ingat, abi berangkat dengan pak kamal, pasti pulang juga berbarengan, ah kenapa tidak kutanya pada bu kamal? Atau kalau perlu ku minta bu kamal telfon abi lewat hp pak kamal seperti abi menelfonku, cepat ku langkahkan kaki kea rah belakan masjid, tiba tiba…

“ lintang…mau kemana?” kudengar suara bu kamal memanggilku

“oh ibu,. Saya baru aja mau kerumah ibu, mau tanya apa ada kabar dari abi sama pak kamal?” tadi pagi abi bilang sudah jalan masuk kapal di merak, tapi kok belum datang juga?”

Bu kamal terlihat bingung mendengar berondong tanyaku, cepat diraihnya tanganku

“tadi ibu cari kamu dirumah gak ada ternyata kamu sholat di masjid ya?, sini kita ngobrol di dalam ya” bu kamal menarik tanganku menuju arah dalam perpustakaan masjid, meminta aku duduk,

“begini lintang,..” bu kamal makin terlihat bingung

“kenapa bu?, apa abi bohong tadi pagi? Apa masih ada tempat yang harus dikunjungi?” kalau memang gitu ga apa bu, saya sabar nungggu kok, saya cuma mau abi jangan janji pasti pulang dengan waktu yang tepat, kalau ternyata abi sendiri ga tau waktunya bisa pasti pulang”

“bukan…bukan gitu lintang” bu kamal menukas pembicaraanku

“ lalu kenapa bu?”

“lintang kuat ya nak, sabar dan terima ini dengan ikhlas” bu kamal mengelus tanganku gemetar, ah ada apa sebenarnya? Kalau memang abi belum bisa pulang kenapa tidak di bilang ditelfon padaku? Apakah abi tidak mau mendengar aku kecewa hingga harus menitip pesan lewat bu kamal?

“ tadi pagi itu memang abi sama bapak sudah diatas kapal nak, mereka turun dari kapal jam 12 siang, tapi…”

“tapi kenapa bu?” aku tak sabar menunggu bu kamal melanjutkan bicara

“mobil yang di bawa abi lintang kecelakaan nak, bertabrakan dengan truk fuso di daerah Kalianda” bu kamal tak bisa menahan tangisnya setelah berkata tentang kecelakaan mobil yang di bawa abi, ya Tuhan…. Abi kecelakaan?

“tapi….tapi mereka ga apa apa khan bu? Walaupun luka tapi ga seberapa parah khan bu? Abi pasti bisa pulang bu?” aku gemetar menanyakan kondisi abi pada bu kamal

“ tadi pak kamal yng telfon ibu nak, pak kamal selamat hanya luka kecil, tapi abi kamu…”

“abi…abi saya kenapa bu? Terluka parah?”

Bu kamal mengangguk pelan, sementara aku membayangkan abi yang terluka parah, ya Allah, jangan buat abi sakit, dia masih harus denganku ya Allah,..

“sekarang gimana bu?” aku bertanya bingung

“nak lintang harus kuat dan tabah ya, mereka sudah dibawa ambulan ke mari, kita tunggu sebentar ya”

Entahlah semacam apa bentuk perasaanku saat itu, aku langsung berdiri dan berlari kearah gerbang, biarlah..biar abi terluka aku akan tetap menyambutnya memeluknya menghiburnya, abi pasti kuat menahan sakit lukanya, aku yakin itu, sementara seluruh jamaah yang sholat di masjid tidak kembali pulang mereka berdiri di depan masjid begitu mendengar berita kecelakaan abi dan pak kamal,semua membisu seperti sedang memikirkan sesuatu, memandangku dengan pandangan prihatin dan kasihan, aaah…tidak aku tak mau mereka kasihan, ini hanya ujian buat aku dan abi, aku yakin abi pasti sembuh dari luka lukanya, biar aku  yang akan merawat abi sampai abi sembuh, aku tetap berdiri mematung di depan gerbang, sampai kulihat kerlip lampu mobil yang berjalan perlahan naik kea rah masjid,

“ bu kamal itu ambulannya datang” seorang jama’ah memanggil bu kamal yang masih memegangi pundakku, suara sirine ambulan tiba tiba berbunyi nyaring saat mendekat ke arah masjid, begitu berhenti bu kamal mengajakku mendekat, tapi aku menggeleng, aku tidak mau mendekati mobil sebelum abi turun, tadi pagi abi minta aku berlari kepelukannya begitu dia turun dari mobil hingga bisa menyambutku dengan dekapan hangatnya, biarpun terluka dan badannya penuh darah, aku akan tetap memeluk abi, aku harus menepati janjiku pada abi.

                Pintu depan ambulan terbuka, kulihat pak kamal turun di bantu dua jama’ah yang menyambutnya di pintu mobil, bu kamal langsung mendekat dan memeluk suaminya, menangis tersedu, begitu juga pak kamal ku lihat ikut menangis, tapi kemana abi? Apa dia tidak Ikut pulang?

Aku masih tetap berdiri dengan gemetar di sekujur tubuhku, dadaku berdetak, penuh dengan pertanyaan mengaba abi tidak ada?, pintu belakang ambulan tiba tiba terbuka aku hampir bersorak, ku fikir itu pasti abi yang mau buat kejutan untukku, tapi yang keluar dari pintu itu bukan abi, melainkan dua sosok lelaki berpakaian serba putih, perlahan mereka menarik sesuatu dari arah dalam mobil, sebuah tandu,..ya sebuah tandu,..dengan sesosok mayat yang di tutupi kain putih, serentak para jama’ah berkata” Inalillahi wainalillahi rojiun”  siapa yang terbaring itu? Siapa yang ada di atas tandu?

Entah mendapat kekuatan dari mana tiba tiba saja kakiku sudah berlari kearah tandu, kusibak kain putih penutup wajahnya, cepat begitu cepat hingga tidak ada yang bisa menghalangiku, begitu terbuka satu pemandangan yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya, disana ada wajah abi,.. wajah yang begitu ku kenal, tertidur diam pucat pasi dengan aroma darah yang mengental,

“ Abiiiiiiii…….! “ aku berteriak sekuat tenagaku, ku goncang tubuh abi yang terasa dingin dan kaku

“Abi bangun biii… ayo berdiri abi,…katanya abi mau dede peluuuk,..ayo bi.., biarin abi luka luka berdarah, dede gak perduli, yang penting abi banguuun….! Aku merasakan ribuan tangan menahan tubuhku, meminta aku untuk tidak meyentuh abi, aku berontak keras memanggil nama abi sekuat suara yang kupunya, cepat petugas rumah sakit menutup kembali wajah abi dan membawa masuk ke dalam masjid, ku kejar mereka dengan langkah tertatih,

“lintang,..sabar naak sabar,..ikhlasin abi sayang,.. kasian abi” semua ibu ibu jama’ah mencoba menahan laju langkahku, memintaku untuk tenang dan sabar, tapi tidak aku tidak mau ini terjadi,..abi harus bangun.

                Bu kamal membimbingku mendekati jenazah abi yang ditidurkan di tengah masjid, dia terus memintaku untuk tenang dan kuat, ku dekati abi perlahan aku tidak mau mereka menahanku untuk mendekati abi, ku buka penutup wajah abi, kembali aku mengugat,

“abi kenapa bi….? Ayo banguuun, abi udah janji khan mau temani dede sampe dede jadi bidadari? Mana janji abi itu..? mana biii?, dede gak pernah ingkari janji, dede ga pernah menggugat abi kalo abi ingkar janji, tapi sekarang dede harus gugat abi,..ayo biii banguuuun… abi ga boleh pergi abi ga boleh pergiiiiii…..!”

Aku kembali menjerit di dalam masjid sampai oaring orang yang ada di dekatku kembali menarikku untuk menjauh,

“Istighfar lintang,..istighfar,..Astaghfirullahalaziiim, kasihan abi, lintang ga boleh nangis seperti ini” bu kamal terus menerus mengeluarkan kata kata itu, kasihan abi….? Kenapa abi harus di kasihani, kenapa bukan aku yang mereka kasihani? Abi sudah mengingkari janji, abi pergi tanpa pamit, baru tadi pagi abi janji untuk kembali bersamaku, sekarang kenapa abi pergi, dulu Umi pergi aku masih kuat bertahan, karna harapanku kedepan masih ada abi bersamaku, sekarang ..? apa lagi yang bisa ku harapkan?,bagaimana aku lanjutkan hidup tanpa abi, kenapa abi bohong…?kenapa..? tentang sakitku abi sudah tidak jujur, sekarang abi mengingkari janji menjagaku sampai aku sembuh, kenapa …kenapa..?

Entah serupa apa perasaanku, nalarku buntu, jalan fikirku buram, yang ada hanya satu pertanyaan kenapa abi pergi,? Kenapa…?

Lengkap sudah tragedi yang ku hadapi, lengkap sudah takdirku menghitam, penantianku belum kau bayar, kau tambah lagi jiwamu terhutang, kenapa dulu abi harus datang dan member banyak janji bahagia untukku, kenapa abi  selalu menggugatku bila aku mengingkari janji, sedangkan sekarang abi pergi meninggalkan aku sendirian di dunia ini, Takdir dan kuasa Tuhan bagaimana lagi ku maknai?

Dulu kedatangan abi kembali padaku adalah sebuah jawaban dan sekarang abi menjejalkan ribuan pertanyaan.

 

“lintang, abi mau di makamkan pagi ini usai sholat subuh sekarang sudah dimandikan dan mau di kafani, lintang lihat yuk yang terakhir kali, beri doa dan keikhlasan pada abi ya nak” bu kamal membujukku yang masih terus diam mematung di sudut kamar, sejak semalam aku disini menangisi kepergian abi, menyesali janji abi, aku sudah tidak perduli lagi dengan orang orang yang datang mengucapkan ikut berbela sungkawa atas kepergian abi, ku ikuti langkah bu kamal ke ruang tengah, disana kulihat abi sudah terbungkus kain kafan, hanya wajah abi yang masih terlihat dengan bedak tebal menutupi pucat wajahnya,

“ apa nak lintang mau cium abi? Silahkan sebelum di tutup wajahnya, tapi jangan ada air mata yang menetes ya nak, kasihan nanti abi sakit”  Pak jarwo yang bertugas membungkus jenazah abi berkata lembut padaku, aku duduk bersimpuh di sisi abi, ku belai pipi abi terasa dingin,janggut abi,hidung abi,bibir abi, entahlah kekuatan setan mungkin merajai jiwaku yang putus asa dan sedih, tiba tiba saja ku cengkram bahu abi, ku tarik ke arah depan hingga sebagian badan atas abi terangkat,

“ abi bangun bi… ayo abi bangun,..abi ga boleh pake kafan, abi harus bangun…” aku menangis lagi, semua orang yang ada di dalam ruangan berseru kaget, “Astaghfirullah,… lintang jangaaan” pak jarwo cepat meraih tubuh abi dan melepaskan tanganku, aku meronta, menjerit pilu, “ abiiiiii,….. jangan pergi, jangan tinggalin dede,…dede sama siapa biiiii, dede ikut abi aja….dede ikut abiiiiii,…” teriakanku meninggi hingga kelangit, aku berharap Tuhan masih mau mendengar pintaku, kembalikan abi, biarkan abi bangun untuk memelukku, biarkan abi tunaikan janjinya padaku,…
“ abi bohooooooong,…. Abi bohong sama dede,…., dede sakit abi bilang enggak, abi bilang mau pulang tapi kenapa abi pergi…kenapa abiiiiii….”

Pendar bintang kembali mengelilingiku, rasa sakit dikepala makin mengencang,kulawan sekuat tenagaku

Tapi sia sia,… semua kurasakan gelap dan sepi,…

 

                Hening suasana di sekitarku, hanya sesekali terdengar lirih tiupan angin di sela binga bunga kamboja, aku masih duduk disini, di sisi makam abi yang masih terlihat basah dan ditaburi bunga bunga segar, sudah sepuluh hari abi pergi,meninggalkan aku sendiri melawan rasa sakit yang terus menerus datang dikepalaku, aku ingin mengunjungi abi hari ini, setelah aku gagal mengikuti keranda yang akan membawa abi ke tanah perkuburan ini, bu kamal serta banyak ibu ibu pengajian selalu menjagaku di rumah sakit, setelah aku menyiksa diriku sendiri di hari meninggalnya abi, aku di bawa ke rumah sakit dan mereka memakamkan abi tanpa adanya aku,

“Assalamualaikum abi,…, ini dede datang nengok abi, abi lagi apa disana? “ aku berbisik pelan memanggil abi, inget ya abi,  abi ga boleh lagi buat janji disana, biar dede aja yang simpen janji abi”

Ku belai nisan abi, pelan ku lantunkan doa doa dan hadiah untuk abi, sudah ku ikhlaskan abi pergi, sudah ku relakan indah hidup bersamanya terenggut tragedi, aku tak ingin lagi menyiksa abi dengan gugatanku, ku minta pada Allah untuk kabulkan doa doaku, mengampuni abiku tersayang, menerima abi dalam pelukan indah_NYA, entahlah siapa nanti yang akan bisa memelukku hangat, siapa yang akan menghiburku saat sakitku datang,siapa yang akan menjagaku sampai aku benar menjelma bidadari seperti yang abi inginkan, ku cium nisan kayu bertuliskan nama abi, sebagai tanda aku ijin pamit untuk pergi meninggalkan abi di dalam sana,..

Pelan kulangkah kaki kea rah gerbang makam, tiba tiba “ lintaang,… bidadari abi…!” ku dengar jelas suara memanggilku, suara khas yang kukenal, itu suara,… Abi,…? Cepat ku toleh wajahku kebelakang, kulihat abi berdiri disisi nisan yang tadi ku cium, tersenyum melambai tangan seakan memanggilku untuk berlari memeluknya, tak terasa airmataku kembali jatuh, ku amati wajah dan tubuh abi,..begitu nyata, begitu jelas, ya… itu abi, aku yakin itu abi,… cepat kubalik badanku menghadap kembali kearah makam abi di mana ada abi berdiri di sana,.. pelan tapi pasti ku ucap kalimat yang memang ingin ku sampaikan pada abi dengan cucuran airmata,..

“ enggak bi,… jangan lagi, dede gak mau abi buat janji lagi antara kita, udah bi,.. dede udah ikhlasin janji Abi, mulai sekarang Abi jangan janji lagi ya,…”

Setelah itu kembali aku berbalik, kurasakan lapang di dadaku kembali sesak, entah sewarna apa hidupku nanti, hitam,putih ataukah merah, aku sudah tak mau berfikir lagi, ku percepat langkahku menjauhi makam abi, terus berlari sekuat tenagaku hingga akhirnya,…Lintaaaaaaaaaaang,.. dan aku melihat awan hitam pekat mendekatiku menggulung deras di sekelilingku sesak,pengap dan gelap.

 

 

Komentar

Foto SIHALOHOLISTICK

SELAMAT BERGABUNG

Aprenya udah, ya...
Selamat Bergabung dan aslinya cantik rupanya Bidadari Putri Langit

=@Sihaloholistick=

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler