Apakah dalam sejarah setiap orang harus jadi pahlawan ? tanya sang penyai’r sambil menggugat lakon. Seolah lupa bahwa jurus pemasaran anti-hero sama ampuhnya dengan blietzkrieg. Menikam seketika hingga takluk. Seolah lupa bahwa doktrin sejarah nyaris dipenuhi dengan pertumpahan darah yang campur-aduk dengan aneka ragam anugerah. Panggung masa lalu terjungkir-balik, pembeda antara pahlawan dengan pecundang hanyalah kegilaan. Sing ora melu edan ora keduman.
Namun yang sungguh-sungguh membedakan antara kegilaan dengan kewarasan, kata Fritjof Capra, hanyalah soal panggung.
Kini mereka mengulangi lakon. Parade gelar dan anugerah berlomba dengan ambruknya dollar dan rupiah. Gagah walau cepat punah. Di luar panggung, orang-orang pinggiran (yang bukan pahlawan dan juga bukan pecundang) berjuang agar tetap menonton dengan tegar walaupun getir. Mencari tuntunan. Sing waras, ngalah ?
Wallohu’alam.
(Suryama M. Sastra, 20/11/2008)
picture from : http://tbn0.google.com/images?q=tbn:n1BEPUXDDCKTjM:tukangsinyal.files.wo...
Komentar
Tulis komentar baru