Skip to Content

Kebohongan Cermin

Foto Rahman

Melihat ini, hanya akan membuatku sedih. Lebih baik kubakar ini dan kulumatkan dengan air dan hanyutkan saja. Tidak ada yang berarti. Toh sekarang aku tak menjadi apa-apa. Semua yang kulakukan dahulu seperti angin yang berhembus yang pada mulanya itu terasa sejuk tapi itu hilang seketika. Angin tersebut hilang entah kemana. Ada yang mengatakan angin itu akan kembali, tapi mana ?, aku menunggu hingga membusuk disini.

 

Hahh !!, pertanyaan adalah , mengapa ?. Aku tak mengerti hingga aku terpuruk dengan keadaanku yang lelah. Semuanya percuma. Tidak ada hasil. Noktah.

 

Apa ini kesalahanku yang membiarkan semua ini berlalu. Ya , aku terlalu takut untuk mengambil sebuah resiko. Aku selalu dipercaya tapi juga aku selalu mengecewakan mereka. Aku memang tidak ingin selalu dipercaya. Karna itu membebaniku, melelahkanku, dan menekan jiwaku. Aku menghilang, aku berlari entah kemana.

 

BANGSAT !!, aku memiliki sebuah cermin pecah, dan itu hanya cukup untuk menampakkan wajahku saja. Aku selalu melihat diriku dalam cermin itu. Terkadang aku terlihat mempesona tapi kadang juga aku terlihat seperti seorang buruk rupa yang terpuruk. Cermin itu kusam dengan  bercak-bercak hitam dari bekas darah yang sudah kering. Aku berfikir cermin itu berbohong. Cermin tak dapat menampakkan kebenaran, tapi kadang aku suka dengan kebohongan cermin. Aku nampak hebat, aku nampak sempurna tanpa kekurangan satu apapun. Aku tersenyum kepada cermin. Tapi sebenarnya siapa yang kuberi senyuman, cermin ataukah bayanganku disana. Hingga kuhajar cermin itu, dan itulah mengapa cermin itu pecah. Tanganku berdarah dengan membekas pada cermin.

 

YEAH !!, cermin memberiku semangat. Aku terlihat rapih dengan rambut basah yang tergurai indah dan sebuah kemeja bermotif kotak-kotak ini memotivasiku. Aku pergi. Melihat dunia sepertinya tidak merespon layaknya respon cermin kepadaku.mengapa ?,cermin berbohong. BRENGSEK !!!, aku tahu cermin pembual tanpa kata, cermin merubah garis-garis wajahku menjadi indah. Memberi sinar pada wajah ini sehingga nampak seperti wajah yang cerah. Padahal aku tahu, wajah ini gelap.

 

Aku berjalan pada sebuah koridor. Orang -orang yang lewat tak sudi hanya untuk menyapaku. Senyum mereka lenyap, ada apa ?, padahal mereka mengenalku. Apa aku punya salah. Apakah mereka sudah lupakanku. Hingga aku tak memiliki kawan hanya untuk memberi perwujudan cermin. Apalagi sahabat. Aku tak percaya pada kata sahabat. Sebenarnya apa sahabat. Mereka tak berguna. Mereka tak berguna ketika seharusnya aku yang bercerita malah mereka yang bercerita, tentang diri mereka. BANGSAT !!.

 

Cermin, aku kembali. Berilah aku hiburan. Bicaralah. Mengapa cermin tak bicara. Hahhh !!, aku terlihat buruk sekali pada cermin. Yaa,, aku harus mandi. Aku harus menggosok gigiku, menggunakan sabun harum, bersampo yang harum. Dan berpakaian rapi. Wow, aku terlihat hebat, sempurna. Aku tersenyum pada cermin. Berpose layaknya seorang model, dengan mimik wajah sebagus mungkin dan lengkung tubuh yang indah. Cermin telah menghiburku. Tapi aku tahu cermin berbohong.

 

Seorang teman mengajakku pada sebuah acara. Dia mengatakan bahwa aku seorang yang cekatan, pekerja keras, dan terampil. Aku tersenyum. Untuk hal ini aku tak tahu, dia berbohong atau tidak. Atau hanya memujiku agar aku ingin ikut dengan mereka dan dijadikan pembantu. Aku mengiyakan. Memang benar, aku dipekerjakan, disuruh kesana, kemari, mengurusi segala hal sebenarnya aku tidak ada hubungan dengan semua ini. Aku lelah. Dan mirisnya lagi aku tak dapat imbalan dari semua ini. Dia berhasil memanfaatkanku. Dan aku berhasil dimanfaatkan. BANGSAT !!!.

 

Aku kembali kepada cermin. Wajahku lusuh. Rambutku kaku. Dan garis-garis indah itu telah hilang. "Ada apa ini ?", aku berkata pada cermin. "ADA APA INI ?", aku berteriak. Aku marah. Ya, aku marah kepada cermin. Cermin pun terlihat marah kepadaku. " beri aku kebenaran, beri aku. . .", aku tergagap.  Aku geram, aku merasakan benci terhadap cermin. Duniaku telah dipersempit oleh cermin. Cermin tak pernah menolongku. Cermin hanya penghiburku saja.

 

Aku menyesal. Kini aku malu untuk kembali. Mereka telah melupakanku. Mereka yang mengatakan bahwa angin akan kembali, itu benar. Angin kembali tapi aku menolaknya. Menghempaskan. Mengucilkan. Aku takut. Angin sebenarnya baik kepadaku. Ia menyejukkanku dan ia berpesan "tunggu, aku akan kembali". Mungkin angin masih sibuk, ataukah ia sedang banyak pekerjaan. Tapi ia tak pernah melupakan janji. Angin akan kembali. Aku bodoh. Aku telah dikuasi nafsu.

 

###

 

Hari ini cerah, hujan telah berhenti. Hanya bau tanah basah yang menyisakan bekas-bekas roda yang melintas beberapa saat tadi. Daun-daun pun terlihat segar dengan tetesan air yang menetes ke daun berikutnya yang akhirnya akan jatuh ke tanah. Seperti hidupku. Kini kembali cerah. Cerminku telah hancur dan aku membelikan cermin yang lebih besar lagi. Ya, cermin menghiburku walau ia tak dapat  menolongku. "hmmm", aku tersenyum. Aku pergi. Pergi berjalan, pada trotoar yang basah. Melintasi jembatan baru. Dan berjalan menuju gedung kesuksesan. Yang mudah-mudahan gedung itu akan terlihat secepatnya. Walau hanya sekelebat di atas kepala. Aku tak akan menunggumu angin, aku yang akan menghampirimu.

 


dokumen saya

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler