Aku ingin duduk saja pagi ini melukis kenangan saat bersamamu Kulukis dalam bait-bait puisi. Hanya ini yang aku bisa
Aku bukan elang yang melayang bermata tajam mengancam siap mendekat lalu melumat daging manis anak ayam. Aku bukan singa yang sanggup membunuh anak bawaan lalu bercinta dengan betina yang terbakar
Aku hanya lelaki tua yang sedang merangkak dalam bayang-bayang senja. Meski senja bayangan cintaku tak pernah pudar.
Aku hanya ingin duduk saja pagi ini melukis kenangan saat bersamamu.
Jemari tuaku yang mulai gemetar menekan huruf merangkai kata menggubah kalimat menjadi bait-bait puisi. Dalam dada kutulis puisi berisi cerita tentang nafas tersengal sesak oleh realita
Aku adalah lelaki tua yang merangkak dalam bayang-bayang senja. Dengan cinta yang kumiliki aku bersandar sabar dan sadar karena cintaku tak pernah pudar.
Puisi ini akan terbaca olehmu nanti. Dan kau akan merasakan getarnya. Dadamu akan berguncang menahan nafas rindumu kepadaku
Kita sama-sama menyimpan rahasia. Dan itu akan tetap rahasia sampai para pengantar membaca nama di nisanku.
Aku lelaki tua yang sedang merangkak dalam bayang-bayang senja. Tak sanggup menutup matahari yang hangatnya terasa di leherku saat kau memelukku.
Tak sanggup menutup bulan yang sinar lembutnya begitu dekat saat kita bertatapan.
Tak sanggup menghentikan hujan yang percikan airnya bagaikan butiran intan pada anak rambutmu.
Betapa indahnya rasa ketika titik-titik air itu kuusap dengan usapan tangan cintaku
Di matahari, di bulan, disanalah cintaku melambai disanalah cintaku membelai.
Sampai suatu saat jemariku makin lemah dan mataku rabun. Saat itu tak ada lagi kata-kata. Cinta dan rinduku hanya ada pada sisa-sisa helaan nafas.
201502160839_Kotabaru_Karawang
Komentar
Tulis komentar baru