Skip to Content

Oase Keladi Merah Kecil

Foto Ade Zetri Rahman

 Langit sepertinya tegah ingin gambarkan kelam.Angin sedari tadi datang menderu deru,menusuk-nusuk tulang dan daging.Petir mengaum sekeras kerasnya,mencari gendang telinga lalu menggetarkan dengan hebat.Dan air langit tumpah juga,tanpa gerimis mula mula,tumpah ruah di pohon,daun,rumah bahkan juga jalanan desa.Bau hujan pun menyeruak  seketika dari jendela kaca kamar,bau tanahnya mengajak bola mataku bercinta dengan daun bunga keladi merah kecil di bawah jendela.Ribuan titik hujan langit yang turun namun tak sepenuhnya dedaunan itu basah,sungguh ku menggilai saat bulir bulir hujan didaunan itu perlahan bak bioskop kecil,mengeja video bahkan film tentang dia,pria yang ku gilai tepat setelah hujan di bulan Mei.

Hujan seolah tak bisa terhenti,daun anak keladi merah itu hilang daya,tak ada pegangan sekitarnya.Hanya satu daun saja yang masih mengembang,namun kini menjadi sedikit tumbang karena air air langit ini tak berhenti turun berebut bahkan merekah tepat di kelopak mataku,pelan butir itu mengalir seiring ingatanku tentang dia,menumpuk,membesar,lalu terlepaskan.Rindu sudah,sakit sudah.Menghujamkan sendu pada tanah basah.

Mengapa Tuhan??aku ingin bertanya padaMu yang katanya ada dimana mana.Yang katanya sempurna memberi jawaban,namun aku masih belum mampu mencari jawabMu.Aku yang kurang mengerti ini,hingga membuatku menangis sedih,teramat sedih malah.Ini entah scenario seperti apa yang menilisik padaku,menyeka nyeka ujung mataku pada pria biasa yang Kau gambarkan sempurna padaku.

Lihatlah,kini keladi itu mulai bergetar,beringsut sedikit demi sedikit,sungguh air langitMu masih menghujam dan mengganas.Mengikuti seruan desah pilu,bagaimana nasib cintaku?? sibuk di pertanyakan hal gila yang aku sendiri membunuhnya dengan diam lalu sepi atas jawaban yang ku temukan tadi saat cerah siang memeluk bumi.Saat priaku mengelus kepalaku,lalu tersenyum.

“Cepat tamat kuliah ya dik”Lesung pipinya yang hilang timbul itu tiba tiba mencekung,sungguh membuatku mati pada rasa takjub sesaat.Manis!

“Ya abang doakan saja ya”Aku gemetar pada aliran yang aneh.

“Abang pergi dulu dik” Ujung-ujung jari priaku bergerak melambai,ayun langkahnya mulai memutar pergi.Ku nikmati kepergian laki laki yang tak mampu ku jelaskan seperti apa senandung rasaku untuknya,tubuh tegapnya mematikan,bayangan dirinya saja seolah membentuk senyum padaku,juga pada matahari yang saat itu bersinar syahdu, sungguh oase yang meluluh lantakkan akal mudaku.Entah kenapa bayangan itu kembali mendekat,kini ujung jarinya telah bersinggungan dengan ujung jariku.

“Ada yang ingin abang bilang pada adik.”Bola matanya berlarian tanpa arah,suaranya berat mengeja kata.Wajahnya terlihat gusar.Kamu kenapa wahai priaku?Apa yang mengganggu pikiranmu?Siapa yang tega menyakitimu?Beruntun pertanyaan mulai mengambang dalam benakku.Sungguh tak seorangpun boleh mematahkan senyum gigi gingsul itu.Tidak seorangpun boleh membuat mata sipit itu membesar,bahkan berair. Karena dia,pria yang ingin ku hormati dengan segenap jiwa,yang ku agungkan setelah agungMu dan ayahku.

“Apa bang?”Gumamku pelan.

“Abang sebentar lagi nikah dik,abang sudah sama sama sayang,orang tua kami juga sudah saling setuju.Hanya saja kemarin abang belum mapan makanya belum bisa merajut suatu pernikahan,tapi sekarang abang merasa tak bisa tanpa dia”

Glekk!!! Darahku berdesir hebat,mengalunkan degup jantung yang riuh.Sungguh menyita tempat sedih lalu torehan luka yang teramat besar tepat pada alur yang tak tentu.Di pelupuk mataku telah menganak sungai tangis yang mungkin pecah,hatiku terpompa seakan membesar untuk siap meledak,lidahku kelu,lumpuh seketika.

“Sela,,maa..tt bang,semoga bahagia dan dia yang terbaik” Gerakan pita suaraku melambat, bahkan terdengar seperti bisikan.

Angin lembut memilukan,udara segar menyakitkan.Tubuhku gemetar menahan berat badan yang seakan melemah,.Tidak,.aku tidak akan menangis di depannya.Aku akan berpura pura tegar,berikan senyum menguatkan.Sepersekian detik melihat dia,priaku,,aku menyerah.Anak sungai di mataku sudah mendesak,penuh,lalu runtuh.Langkahku terseok membawa sendu itu lari,tak ada lagi santun berpamitaan.Lidahku sungguh teramat patah-patah di buatnya.

Derak rantig tua yang patah ku injak mewakilkan perasaanku saat itu,hilang arah.Aku pertanyakan lagi padaMu yang katanya Sang Maha Cinta.Kenapa harus dia?Kenapa wanita itu bukan aku?Karena aku masih kecilkah?Tapi nanti aku juga dewasa,.Karena aku belum kerjakah?Tapi aku akan menjadi seorang wanita dengan kerja tetap setidaknya ijazahku nanti bisa ku manfaatkan dan ku pastikan aku bekerja.Karena aku masih jauh dari imanku padaMu?Tapi bersamanya aku ingin merengkuhMu,ingin dia membimbingku bertemu padaMu pemilik berhak atas hidup dan matiku.Karena aku tak cantikkah?Tapi nanti aku bisa lebih merawat diri.

Pertanyaan dengan jawaban yang ku buat-buat sendiri melalang buana menghantarkan gundahku.Frase adil atau tidak menyakitkanku. Tarikan nafasku serasa tak searah,ini lebih dari berdarah.Kata sakit terpatri sendiri,menyusup pada tombol tombol handphone yang terbiasa menuliskan namanya pada pagi sebelum ada matahari.Kata pilu terlukis sendiri,pada torehan lembut suaranya saat malam mendingin dengan rangkaian kisah rahasia aku dan dia.Tak ada pun seorang manusia yang boleh tahu pergelutan cinta kita yang bertumpu pada kisah yang salah,salah pada wanitanya,salah pada temannya.

_ - _ - _

Hujan masih mengguyur begitu hebat,menggerus tanah disekitar pohon keladi merah kecilku. Daunnya kini benar benar tumpang tak tertopang,ku ambilkan lidi untuk sedikit mampu mengajaknya berdiri.Namun sayang,hujan teramat kejam menghantarkan ribuan bulir pada dedaunan keladi kecil yang sedang bersuka menggantungkan harap pada hujan dan bau tanah yang menentramkannya.Lalu hujan menimbulkan genangan air pada tanah pot bunga keladi kecilku,datang berguyur membuat riak.Dan siapa yang peduli pada riak itu,sekejap saja sudah hilang,terlupakan bahkan tak tercatat.Bahkan juga siapa yang akan peduli pada daun keladi merah kecilku yang kini tumbang dan memucat saat hujan tengah di sambut penghuni alam dengan suka cita.Tapi keladi kecil itu masih punya Kau yang mampu terbitkan harapan,meski hujan masih belum berhenti.Selamanya keladi kecil itu takkan membenci hujan. Setidaknya hujan telah menetramkan sisi hidup yang lainnya.

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler