Skip to Content

Pesan Terakhir

Foto Nyda SiiPe

Brrakkkk!!!

Hantaman itu begitu keras, semua menjadi gelap, tapi aku masih sempat mendengar derap langkah yang semakin cepat menghampiriku, suar orang-orang disekitarku, lambat laun seperti menjauh dan aku tidak ingat apa-apa lagi.

Aku mendengar isak tangis seseorang, bukan, dua orang. Perlahan-lahan ku coba buka maataku.

Samar-samar ku lihat ibu disamping kananku dan disebelahnya Putri sahabatku. Mereka menangis. Entah apa dan siapa yang mereka tangisi. Aku melihat sekelilingku. Ah,, kamar rumah sakit. dan aku mulai mengingat sesuatu. Aku kecelakaan waktu itu.

"Auuwww", jeritku. Aku merasakan tulang punggungku sakit untuk digerakkan. Kepalaku sakit pula.
"Jangan bergerak dulu", kata ibuku sambil tetap menangis.

Putri berlari keluar. Sepertinya memanggil seseorang. Mungkin dia. Ah,, ternyata dokter. Lalu dokter memeriksaku.

"Istirahat yang banyak, jangan banyak bergerak. Ibu bisa bicara dengan saya?"
"iya dok, mari"

Aku semakin tak paham apa yang sedang terjadi. Ibu keluar kamar bersama dokter. Putri tersenyum padaku, tapi sepertinya memaksa. Menutupi sesuatu.

"Dimana dia Put?"
"Ayahmu masih di sekolahnya, dia masih mengajar."
"Bukan, buka ayah."
"Lalu?"
"Devan."
Putri menunjukan muka yang tidak senang. Dia diam. Lalu berkata, "Untuk apa kamu masih mencarinya Din? gara-gara diakan kamu jadi seperti ini? dia tidak memperdulikanmu. Sampai detik ini pun dia tidak terlihat menjengukmu."

"Aku ingin mengatakan sesuatu padanya Put, aku merasa ada yang harus aku sampaikan saat ini juga. Tolong panggilkan dia Put, tolong."
 

 Dengan berat hati Putri keluar dan menelfon Devan, sperinya dia tidak rela dalam keadaan seperti ini aku masih mencari-cari sosok itu, sosok yang menurutnya menjadi penyebab saat ini ak terbaring lemah ditempat yang menyebalkan ini.

Aku merasa sangat lemas. Entah mengapa, punggungku terasa sakit kepalaku pusing hebat dan sepertinya ada balutan perban yang mengiasi organ

tubuh yang sangat hebat ini.

ibu masuk, aku menanyakan apa yang sedang terjadi padaku. Aku penasaran.

"katakan ibu, apa yang terjadi padaku?"

ibu tetap diam.

"Tolonglah ibu, mengapa punggungku sakit sekali, kepalaku sangat pusing. Aku kenapa bu?"

Dengan menangis terisak-isak dan membelaiku ibu berkata terbata-bata "Sa sayang, kamu mengalami, kamu mengalami.."

Ibu berlari keluar tanpa meneruskan kata-katanya.
Aku bingung. Aku semakin penasaran. Tak lama ibu kembali bersama dokter tadi. Aku mengerti, mungkin ibu tidak tau pasti apa yang sedang kualami sehingga dia membutuhkan bantuan dokter yang pandai itu.

"Nona Dina, apakah anda benar ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi?"
Aku hanya mengangguk pelan
"Maaf sebelumnya jika saya harus mengatakan ini semua, sebenarnya anda mengalami patah tulang punggung akibat kecelakaan yang anda alami selain itu anda juga mengalami gegar otak stadium lanjut dan terdapat luka dikepala anda akibat benturan benda tumpul"

Aku tidak terlalu kaget. Karena aku sudah menduga tentang penyakit yang satu ini.
Aku sering pusing dan pingsan saat di kampus. Ibuku tidak tau hal ini, ayahku juga. Aku merahasiakannya. Hanya Putri yang tau tentang ini.
 
 Tangis ibuku semakin menjadi. Aku melihat reaksi Putri saat mendengar penjelasan dokter. Rupanya sedari tadi dia mendengarkan penjelasan dokter. Dan disampingnya, disampingnya ada sosok yang ku nanti- nanti. Devan. Aku tahu dia pasti datang. Dengan wajah datarnya dia mendekat menghampiriku. Sampai saat ini aku belum mengerti dengan setiap eksperi datarnya. Aku tak tau ap
a yang ada dalam pikirannya selama ini. Dan itulah yang menghipnotisku selama ini pula. seakan semua rasa sakitku hilang saat melihatnya.
Dia mendekat. Meraih kursi dan duduk didekatku. Dia memandaiku dengan tatapan khasnya. Dan aku selalu tidak mengerti apa arti tatapannya itu. Namun itu yang selalu membuatku merindukannya. Dan hanya satu yang aku pahami dari sorot matanya. Penuh tanya. Aku paham apa yang dia tanyakan.

"Izinkan aku memanggilmu sayang sekali saja"

Dia hanya diam. Meraih tanganku.

"Apa yang kau inginkan saat ini?"
"Tidak ada."
" Sungguhkah?"
"Hanya satu."
"Apa?"
"Jangan melakukan hal yang sama kepada wanita lain. Jangan sakiti mereka dengan cara yang sama sepeti apa yang kamu lakukan padaku sayang. Jangan sayang."

Semakin erat genggaman tangannya pada tanganku. Dia seperti menahan sesuatu.

"Aku tak akan lama lagi berada di sampingmu. Aku akan segera menemui ketenanganku. Dan kamu akan terbebas dari seorang sepertiku ini."

Dia tetap diam.

"Biar aku saja yang merasakan semua itu. Manis pahit kisah itu. Biar aku saja.
Jangan yang lain sayang."

Tiba-tiba sakit itu muncul lagi, sangat hebat. Lebih dari yang tadi. Pasti ada yang lain yang aku alami selain yang disebutkan dokter pandai itu tadi. Aku menyembunyikannya. Tapi aku tidak kuat. Aku memaksa.

"Biarkan aku pergi dengan tenang dengan semua apa yang telah kau beri. Dan jangan lakukan hal yang sama untuk orang lain. Untukku sayang."

Tubuhku melemah. Seperti melayang. Ringan. Aku lega. Aku damai. Gelap, riuh isak tangis, kemudian sunyi, senyap, aku sendirian. Tanpa mereka lagi.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler