Skip to Content

Putri Senja

Foto Senja Noviandi

Entah apa yang sedang dirasakan oleh Senja siang itu. Pria berambut panjang itu memegang erat gelas cappucinno-nya disudut salah satu kedai kopi di Cimahi. Hati dan pikirannya masih berdiskusi dibalik lagu 'Hello' milik Adele yang mengalun memenuhi seisi ruangan kedai. Sesekali ia menyesap cappucino-nya tanpa ekspresi di raut wajahnya. Tatapannya kosong. Ia tenggelam dalam lamunannya kala itu. Isi kepalanya tengah memutar sebuah moment terbaik dalam hidupnya pada suatu sore. Senja mengenang.
***
"Hai,aku Putri". Begitulah seorang gadis manis memperkenalkan diri seraya menjabat tangan Senja, sore itu di suatu gang dibelakang kampus. Degub jantung Senja menghentak lebih kencang dari biasanya,berdetak lebih cepat dari kedipan matanya sendiri. Ia berharap waktu bisa berhenti sejenak saja agar ia mampu menikmati dunia bersama putri lebih lama,namun alam raya tak menggubris harapan Senja saat itu. Waktu tetap berputar, Putri pun berpamitan pada Senja untuk bergegas kembali pulang setelah adanya sedikit perbincangan canggung dikali pertama perjumpaan mereka kala itu. Senja masih terpaku tanpa suara seakan tak percaya ia bisa berjumpa dengan gadis itu. Gadis yang selama ini hanya akrab dengannya di media sosial.
Perjumpaan pertama mereka telah usai, tapi tidak dengan obrolan mereka di media sosial. Komunikasi dua anak manusia itu kini justru lebih sering dan semakin hangat dari sebelum-sebelumnya, bahkan tak jarang kalimat-kalimat yang berbau 'perhatian' sering Senja selipkan disetiap komunikasinya dengan Putri. Pria urakan itu kini mulai menyukai sosok Putri. Bukan karena kecantikannya, melainkan hanya karena gadis itu bisa membuat hati seorang Senja menjadi tenang dan nyaman, itu saja.
Tak terasa kedekatan mereka terjalin begitu detail hingga terjalinnya suatu persahabatan diantara keduanya. Hubungan yang naik satu level dari sekedar teman.
Perjumpaan semakin berlanjut. Cimahi masih tertutup awan mendung pagi itu. Mentari masih enggan menampakkan dirinya ketika hari beranjak siang. Mungkin mentari malu, karena akan ada dua anak manusia yang berencana jumpa hari itu. Ya, Senja dan Putri akan bertemu hari itu, mungkin ini kehendak semesta atau hanya waktu yang telah menentukan skenarionya. Entahlah. Yang jelas, hari itu adalah hari yang indah bagi Senja.
Jam menunjukkan pukul 9 tepat saat mereka berjumpa di sudut kampus yang begitu damai tanpa ramai. Ada yang berbeda kali ini. Senja menemukan cahaya jingga di bola mata gadis yang (saat ini) sedang menimba ilmu di jurusan perkuliahan yang berlogo ular dan cawan itu. Senja terpana dibuatnya. "Aaaahhh apa ini.? Ia membuatku semakin mensyukuri hidup. Terima kasih Tuhan , terima kasih semesta." gumam Senja dalam hati saat ia memandangi dalam-dalam wajah gadis itu. Ya, memang , semenjak Putri hadir dalam kehidupan senja , pria pecinta seni itu kini semakin mensyukuri hidupnya. Gadis berhijab itu seolah-olah adalah anugerah yang telah dititipkan Tuhan pada Senja.
Perbincangannya dengan Putri terasa cepat baginya, namun (lagi-lagi) Senja harus merelakan gadis itu dibawa oleh waktu.
Suatu malam di bulan Januari, gerimis sisa hujan sore itu masih menyerang kota Cimahi. Hawa dingin menerkam seisi kota. Senja masih saja dalam kedilemaannya kala itu. Segala rasa tentang Putri berkecamuk dalam hati dan pikirannya. Ia menerka-nerka apa yang ia rasa. Seiring waktu , ia semakin yakin. Senja menyukai gadis berhijab itu. Senja mengaguminya. Bahkan telah sampai pada fase Senja menyayanginya. Tapi , entah ia harus senang ataupun merasa bersalah terhadap rasa ini. Disatu sisi , ia tak ingin hubungan persahabatannya dengan gadis berhijab itu ada sedikit sekat. Disisi yang lain , ia tak mau membohongi hati kecilnya sendiri. Kini , prinsip yang selama ini ia pegang teguh, perlahan telah luluh. Prinsip dimana seorang Senja takkan menjalin hubungan dengan wanita manapun sebelum pendidikkannya selesai. Tapi seorang Putri datang merubahnya. Prinsip yang selama ini menjadi pedoman Senja, dibuang jauh-jauh olehnya. Tak ada yang patut disalahkan dalam hal ini. Seperti kutipan seorang penyanyi indie Bandung , fiersa besari mengatakan ''Karena memang rasa selalu mengalahkan logika''. Kutipan itulah yang kini dipegang oleh Senja. Senja menyerah. Senja jatuh cinta.
Semakin larut , Senja mulai memberanikan diri untuk berbicara jujur pada Putri sesuai apa kata hatinya. Senja menyusun skenarionya. Tapi .....
***
Langit gemuruh dan awan hitam mendominasi tanda air langit akan segera menyerang Kota Cimahi sore itu. Tetesannya mengetuk jendela kaca suatu kedai kopi sederhana di kota itu. Semakin kencang , semakin deras.
Kini tak ada lagi kepulan asap dari cangkir cappucinno yang ia genggam. Genggamannya perlahan melemah. Tatapannya kembali berjiwa. Senja tersentak. Senja tersadar dari lamunannya.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler