Skip to Content

Saksi Bisu

Foto saiful bahri

Akulah Saksi Bisu!
Di segala terang, di segala gelap, di segala gerak, di segala diam, di segala zuhud, di segala buruk dan caci-maki, hadir adaku hanyalah saksi bisu. Maka, kusaksikanlah berlaksa-laksa dengki dan tipu-tipu yang ditebar dari pesona yang dikemas dengan sungguh sangat mempesona. Kulaluilah jalan engkau dan jalan-jalan mereka yang hakikatnya bertebar duri, tetapi teringkari dengan empuknya rentang permadani. Seketika itu juga kusesal segala harap, kutepis segala rindu, kubungkam segala pilu, kutindih-tindih segala janji, lalu kupendam segalanya di liang-liang sempit batu karang hati, yang mati riak ombaknya dari dada laut engkau dan laut-laut mereka. Dipicu segala sesat itu, di akhir sisa-sisa sadar engkau dan sadar mereka, sempat-sempatnya engkau dan mereka bersepakat untuk jadikan aku saksi! Saksi Bisu!

Akulah Saksi Bisu!
Begitulah adaku. Hanya saksi. Dan sungguh bisu. Hanya mempersaksi-saksikan saja. Sungguh sangat leceh dan remeh ulah-ulah yang terus engkau dan mereka lakonkan. Fitnah, kianat, bohong, picik, sirik, munafik, amarah, gorok-gorok, tumpah darah, lalu makan daging sesamamu dengan semangat purba begitu lihai dan asyik engkau dan mereka tekuni. Maka, berbanggalah engkau! Berbanggalah mereka! Tersanjunglah harkat dan martabat engkau dan mereka. Semakin angkuhlah engkau dan mereka, serentak bersorak dan bertepuk-tepuk dada yang sempit, seolah-olah semesta ini punyanya engkau dan mereka. Aku hanya mempersaksi-saksikan saja. Aku hanya saksi! Dan sungguh aku sangat bisu!

***

Sebagai saksi bisu, pagi ini aku sungguh merasa sangat berbahagia. Bahagiaku terbersit karena ini adalah pagi yang lain, pagi sempurna dari segala pagi, ketika statusku sebagai saksi bisu kini sudah dicabut. Aku tak lagi bisu. Aku kini jadi saksi hidup.

Maka, sebagai saksi hidup aku akan bersaksi atas segala yang kusaksikan atas segala engkau dan segala mereka. Aku akan jujur bersaksi atas segala ketelanjuran jujur-jujur semu yang pernah engkau dan mereka sumpahkan demi tegaknya keadilan dan pembangkangan-pembangkangan yang diagung-agungkan.

Aku, catatan perjalanan hidup diri dari sekujur jasad engkau dan mereka, akan naik saksi atas segala benar dan salahnya engkau dan mereka dengan sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya dan polos utuh apa adanya.

“Cukup! Stop ocehan tak bermanfaat itu!”koar mulut ceriwis engkau dan mereka serentak, masih dengan suara tinggi dan sombong.

Aku tak peduli. Aku terus membeberkan kesaksian-kesaksian atas engkau dan mereka, karena bungkam bisu bukan milikku lagi. Kececar semua sanggah dan kutebar semua detil tentang segala engkau dan mereka. Tak satupun kulewatkan. Sungguh aku kini merasa sangat merdeka. Sungguh aku nikmati kemerdekaan ini.

“Bohong itu semua!”hardik mulut engkau dan mereka masih menyanggah, terus mencoba membela diri.

Aku semakin tak peduli, karena kini bukti-bukti mulai ditunjukkan. Dokumen rekaman biografi perjalanan hidup engkau dan mereka mulai diputar. Sungguh sangat terang tampilan gambar di film dokumenter itu. Tak ada sedikit pun trik atau efek kamera yang memanipulasi adegan per adegan dalam film itu. Begitu bersahaja. Apa adanya.

Dalam takzim unjuk kesaksian, engkau dan mereka terbelalak-belalak menonton film dokumenter itu. Terkaget-kaget bercampur heran menyaksikan diri yang begitu lihai dan profesional memerankan dan menyutradarai sendiri film dokumenter yang engkau dan mereka produksi sendiri. Indah sekali skenario dan jalan ceritanya, sampai-sampai aku, engkau dan mereka sama-sama terpana. Lalu terpekur dalam-dalam, menyesali sesal yang selalu hinggap di ujung jalan.

Banda Aceh, 21 September 2007

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler