Skip to Content

Sebuah Refleksi : Antara Rasa dan Kegelisahan

Foto Fahmi N Mustaqim

Setiap hari ternyata pahit, tak ada manis yang kukecup, tak ada asin yang kukecap, tak ada asam yang kucicipi. Yang ada hanyalah pahit, pahit yang semakin mengental.

Kini Tetap saja perasaan yang bicara, bercerita tentang dirimu yang semakin jauh. Tak ada kabar, tak ada cerita, tak ada suara darimu. Yang ada hanya lembaran-lembaran potret dirimu. Ingin aku berbicara denganmu, ingin aku berjumpa dirimu. Tapi yang ada aku hanyalah sebagai pengganggu. Dan selalu menjadi pengganggu hidupmu. Dirimu kini semakin menjauh. Dan kata teman untukku hanyalah sebuah kamuflase formalitas yang benar-benar mengganggu.

Apa yang kucipta, apa yang kulakukan tak pernah berarti buatmu.. tak pernah berguna untukmu..

Kini kunikmati apa yang kurasa, sekarang aku tak apa walaupun jika kau merasa bahwa kini aku tak ada. Proses ini menjadi habituasi kehidupan yang selama ini berlangsung. Terbiasa dengan kerikil racun yang tertanam dalam dinding hati. Hanya sedikit perbedaan antara kecewa dan bahagia. Antara kesakitan dan kebahagian. Semuanya hanya sekelumit konfrontasi yang ada dalam kenangan,nostalgia yang selalu berada dalam fikiran.

 Waktu sepertinya sama walau terbiasa tapi itu terasa sangat lama. Menjadi penantian apa yang akan di jawab oleh masa. Mungkin ini ada kaitan dengan sesosok gadis yang kukenal yang anehnya tak pernah aku fahami. Hanya sesosok gadis dan ini menjadi sekelumit pertanyaan tentang misteri perilaku perempuan. Hanya berdasar pada satu gadis yang membuahkan ribuan pertanyaan tentang diri perempuan. Menjadi sesuatu hal yang abnormal pada tingkah laku diriku pribadi. Kerumitan yang menjadi proses habitual dalam diriku. Apakah ini kekuatan magis yang ada sangkut pautnya dengan persoalan cinta? Atau ini adalah pesona magis atas aura wanita? Itu merupakan salah satu pertanyaan terhadap perempuan yang didasarkan pada satu gadis yang selalu kupikirkan.

Pelbagai masalah yang terjadi pada kehidupan hanya satu hal yang menjadi sumber masalah, yakni percintaan. Satu masalah inilah yang mengganggu stabilitas kehidupan individu manusia dalam berbagai aspek masalah social. Dan problematika inilah yang aku alami dalam periode satu tahun kebelakang hingga detik ini.

Dalam kemisteriusan diri perempuan yang didasarkan pada satu gadis yang selalu aku ingat, sebenarnya point dominan yang terasa adalah kekecewaan dan kekecewaan. Kekecewaan karna tak ada penegasan perasaan pribadi dalam diri perempuan, baik itu negative ataupun positif. Tak ada respon dalam bentuk tindakan yang konkret terhadap stimulus yang diberikan oleh lawan jenisnya (dalam hal ini laki-laki) yang mempunyai perasaan padanya.  Kalaupun bimbang, istilah ragu-ragulah yang bisa kau ucapkan.

Rasa khawatir, rasa sayang, rasa cinta yang menjadi lalab ocehan pikiranku tiap hari. Perkataan aku cinta kamu yang aku ucapkan dengan nada teramat berat ( waktu terakhir kali aku mEngobrol denganmu), dengan perasaan diri yang tak ada harganya. Dan dengan respon yang sepertinya biasa saja olehmu. Seperti situasi yang kerap sering terjadi dalam kehidupanmu. Ibarat suara bising kendaraan dijalanan yang sering kau dengar. Perempuan, bagaimana caranya menganggap hal seperti itu menjadi hal yang biasa? Apakah hati perempuan dan pria itu sama? Baik bentuknya secara wujud fisik, secara hakikat, atau secara isi yang dikandungnya.

Berbagai metafora, berbagai analogi yang selalu kau paparkan tak pernah jelas realitanya. Mungkin tetap pada diriku yang egois. Mungkin  Tetap pada diriku yang tak sanggup mencerna dalam logika. Tapi aku masih sadar bahwa aku seorang pria yang mempunyai hak dalam masalah perasaan, mempunyai hak untuk mendapatkan kebahagiaan, mempunyai hak untuk dihargai.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler