Skip to Content

Selamat Pagi, Proposal Skripsi

Foto Dito aditia

Kamis, 12 Maret 2015. Matahari bersinar begitu cerahnya, meski awan mendung bereuni di ufuk barat. Fito, seorang mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang baru terbangun dari tidur lelapnya. Ia menempati sebuah rumah kos yang sederhana di kawasan Sumbersari, Malang. Tentu saja, adzan shubuh hanya berlalu di telinga kanan kirinya. Maklum, begadang karena mengerjakan skripsi jadi alasan. Tapi yang jelas, Allah melalui malaikat-Nya mungkin telah menggoreskan noda hitam di catatan amalnya, meskipun Fito bisa beralasan seribu kata kepada teman teman kosnya mengapa ia tak sholat shubuh. Proposal skripsi yang tak kunjung disetujui oleh dosen pembimbingnya membuatnya sedikit lelah untuk ke kampus, sudah 4 bulan ini Fito bercengkrama dengan laptop demi menuntaskan proposal skripsi. Belum beranjak dari tempat tidur untuk mandi, Hp smartphonenya sudah berdering, Sebuah telepon dari temannya, Roni.

“Halo.Assalamualaikum, ron”, ucap Fito.

“Waalaikumsalam. To, kamu dimana ?”, ucap Roni

“Aku masih di kost. Ada apa, ron ?”, tanya Fito.

“Mantan pacarmu, Ira Azkiya mau Seminar Hasil Skripsi hari ini jam 9 pagi di ruang inbis fakultas. Kamu datang tidak ke seminarnya ?”, ucap Roni.

“Wah, Ira sudah seminar hasil ? cepat sekali ya penelitian skripsinya, padahal ujian Praktek kerja lapangku lebih dulu darinya” ucap Fito sedikit terkejut.

“Sudahlah tak apa. Rezeki tiap orang kan beda beda tho. Anggap saja kita belajar situasi seminar hasil skripsi. Lagipula, salah satu dosen pembimbing skripsimu, Bu Unni ialah pembimbing skripsinya Ira. Kesempatanmu untuk bertemu dengan Ira dan Bu Unni bukan ? Reuni sama mantan pacar juga lho ?”, ucap Roni sambil tertawa.

“Ah, kamu ada ada saja ron. Aku dan Ira hanya teman biasa sekarang. Oke, ron, aku akan datang di seminar itu. Tapi, sejujurnya aku malu ron sama teman teman, kan teman teman banyak yang sudah selesai penelitian, sementara aku belum”, ucap Fito.

“Sudahlah, to. Tak perlu menyesali apa yang sudah sudah. Teruslah berjuang menyelesaikan skripsimu”, ucap Roni sembari menyemangati Fito.

“Terima kasih atas nasehatmu ron. Sampai bertemu di kampus”, ucap Fito lalu mengakhiri pembicaraannya dengan Roni di telepon.

Satu jam lewat 30 menit adalah waktu yang menjadi saksi rangkaian aksi Fito dari mulai bersiap diri untuk berangkat ke kampus sampai ia tiba di kampus. Sesampainya di kampus, Fito langsung menuju ruang dimana Ira melaksanakan seminar. Di dalam ruang seminar, ia duduk di barisan nomor dua dari belakang. Terlihat di depan hadirin yang datang, Ira sedang menyiapkan power point presentasi bersama Anggi, moderator seminar. Sementara itu, Bu Unni dan Pak Sulyadi, kedua dosen pembimbing skripsi Ira sudah duduk di sisi kanan menghadap kearah Ira, sambil membuka isi laporan skripsi milik Ira. Tepat pukul 09.00 WIB, Ira memulai mempresentasikan hasil penelitian skripsinya. Suasana begitu tenang. Para hadirin mayoritas merupakan teman teman angkatan 2010 dan 2011. Namun anehnya, Roni belum nampak di ruangan, padahal dia lah yang mengajak Fito untuk hadir di seminarnya Ira. Roni baru tiba di ruangan pukul 09.08 WIB, telat 8 menit dari waktu dimulainya seminar. Ketika di dalam, Roni duduk di barisan paling belakang, persis di kursi dibelakang Fito.

“Darimana saja kamu baru datang jam segini ? kamu yang ajak aku malah kamu yang telat”, gerutu Fito pada Roni.

“Maaf maaf. Aku ada perlu dengan Fani sebentar. Aku hendak meminjam buku manajemen lingkungan pesisir miliknya”, jawab Roni.

“Ciee, ada hubungan apa kamu sama Fani, adik tingkat 2013 itu ?”, ucap Fito.

“Ssst. Sudahlah diam. Kalau dosen dengar kita ribut sendiri, nanti kita diusir lho”, ucap Roni sambil mengelak.

“Cuit cuit. Roni mulai menebar sayap nih di depan Fani”, ucap Fito tertawa pelan.

“Apa sih to, aku dan Fani teman biasa kok, yee”, elak Roni sekali lagi.

Sepuluh menit kemudian, Ira telah selesai mempresentasikan hasil penelitian skripsinya. Ira mampu menjawab 3 buah pertanyaan yang berasal dari pengamat utama yang berasal dari hadirin, dalam sesi tanya jawab dengan pengamat utama. Kini waktunya sesi tanya jawab dari pengamat umum. “Bagi hadirin yang ingin bertanya sebagai pengamat umum, saya persilahkan untuk mengacungkan tangan terlebih dahulu, lalu memperkenalkan diri dan mengajukan pertanyaan kepada saudari Ira”, ucap Anggi selaku moderator seminar. Fito mengacungkan tangannya, lalu memperkenalkan diri dan mengajukan pertanyaan kepada Ira, yang tidak lain mantan pacarnya. Ira agak sedikit canggung menatap Fito, begitupun Fito yang grogi menatap Ira.

“Tadi anda mengatakan bahwa keberadaan logam berat timbal di perairan dapat merusak insang Ikan Nila. Lalu bagaimana proses masuknya logam berat tersebut kedalam insang sehingga merusak insang Ikan Nila ?, terima kasih”, tanya Fito ke Ira.

Ira nampak kikuk menghadapi pertanyaan dari Fito. Ia terlihat bingung dengan membuka buka laporan skripsinya. Setelah tiga menit berlalu, Ira mencoba menjawab pertanyaan Fito dengan sedikit keraguan dalam dirinya.

“Saudara Fito, logam berat timbal masuk kedalam insang ikan bersamaan dengan proses respirasi yang dilakukan ikan”, jawab Ira, sedikit terbata bata tentunya.

“Iya, betul. Lantas bagaimana prosesnya, mbak ?”, tanya Fito kepada Ira.

“Ya itu tadi mas, melalui proses respirasi pada ikan”, jawab Ira kali ini dengan kesal.

“Saya tahu, mbak. Yang saya maksudkan proses itu lho bagaimana ?”, ucap Fito ngotot.

Seketika suasana ruangan menjadi gaduh. Hadirin yang kebanyakan adalah teman dekat Ira di kampus mengejek Fito dengan teriakan huuuuuu, kecuali Bu Unni, Pak Sulyadi, dan Roni. Fito yang tidak terima dengan ejekan mereka kemudian membela diri.

“Saya tegaskan ya, cara orang berpendidikan menyikapi perdebatan tidak seperti ini. Kalau kalian tidak setuju dengan pertanyaan saya, jawab dong dengan cerdas. Jangan pakai cemoohan begitu”, tegas Fito kepada semuanya.

“Para hadirin dimohon tenang, untuk saudara Fito silahkan duduk terlebih dahulu”, ucap Anggi menenangkan situasi, lalu menyerahkan kesempatan menjawab kepada Bu Unni dan Pak Sulyadi.

Bu Unni dan Pak Sulyadi secara bergantian menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Fito dengan dasar dasar ilmiah yang logis. Keduanya mengapresiasi pertanyaan yang bagus dari Fito serta mengajak para hadirin untuk lebih bijak dalam menghadapi perdebatan. Keduanya juga memberikan pernyataan penutup agar Ira lebih mematangkan persiapan menghadapi ujian skripsi. Setelah acara seminar selesai, Fito dan Roni keluar ruangan sembari bersalaman dengan Ira, meskipun wajah Ira nampak bermuram durja kala bersalaman dengan Fito.

“Fito, siang ini jam 1, tolong temui saya di ruangan ya. Ada yang hendak ibu bicarakan mengenai proposal skripsimu”, ucap Bu Unni mendatangi Fito.

“Baik, bu. Saya akan menemui ibu di ruangan”, ucap Fito sembari tersenyum.

“Pertanyaanmu tadi bagus. Ibu mendukung masukanmu untuk Ira”, ucap Bu Unni.

“Terima kasih atas apresiasinya, bu. Mohon bimbingannya”, ucap Fito.

Bu Unni berlalu meninggalkan Fito dan Roni karena ia harus mengisi mata kuliah bioteknologi di ruang C2. Fito dan Roni berjalan menuju kantin kampus untuk memesan menu masakan favorit mereka, Soto Ayam Bu Siti. Soto Ayam Bu Siti merupakan soto ayam paling enak dan laris seantero kampus perikanan Universitas Brawijaya. Tak ada satupum mahasiswa perikanan yang luput dari mencicipi soto tersebut. Sambil menikmati soto tersebut, Fito dan Roni berbincang bincang terkait himpunan mahasiswa jurusan.

“Eh, to, ngomong ngomong, bagaimana nasib sertifikat kepengurusan himpunan mahasiswa jurusan periode kita lalu ? apakah sudah dicetak ?”, tanya Roni.

“Iya ya, ron. Kita belum dapat kabar dari Sardi, ketua himpunan kita lalu”, jawab Fito.

“Lalu, bagaimana nasib sertifikat yang dijanjikan Sardi itu?”, tanya Roni.

“Entahlah, ron. Sardi sulit ditemui akhir akhir ini”, ujar Fito singkat.

“Bagaimana kalau setelah ini kita ke sekretariat himpunan ?”, usul Roni pada Fito.

“Wah, ide yang bagus itu, ron. Kita habiskan dulu makanan ini”, ucap Fito antusias.

Selepas makan soto, Fito dan Roni bergegas menuju sekretariat himpunan mahasiswa jurusan yang letaknya tak jauh dari kantin kampus perikanan. Mereka ingin mencari tahu keberadaan Sardi, barangkali ia sedang berada di sekretariat. Namun sesampainya di sekretariat, di dalam ruangan hanya ada Nazar, ketua himpunan periode 2015. Nazar menjelaskan kepada Fito dan Roni bahwa sertifikat kepengurusan himpunan periode 2014 sudah jadi, tetapi Sardi belum sempat membagikannya kepada para pengurus periode 2014 karena ia sedang berada di Nusa Tenggara Barat. Setelah mendengarkan penjelasan dari Nazar, Fito dan Roni keluar ruangan sekretariat dengan perasaan lega karena mendapat kepastian. Namun, saat sedang memakai dan mengikat tali sepatu, datanglah seseorang bernama Ishak menghampiri keduanya. Ishak merupakan adik kandung Ira dan juga adik tingkat Fito dan Roni di kampus ini.

“Oh, ini kakak tingkat yang membuat mbak Ira diam di seminarnya ?”, gertak Ishak.

“Hmm. Kamu tho, dik. Bisa kita bicara baik baik ?”, tawar Fito kepada Ishak.

“Tak perlu, kak. Terima kasih sudah membuat mbak Ira diam karena pertanyaan kakak”, ucap Ishak seolah tak terima dengan pertanyaan Fito di seminar tadi.

“Maaf, dik. Aku tidak bermaksud menjatuhkan mbak Ira di seminar”, tegas Fito.

“Tak usah pura pura, kak. Urus dulu skripsi kakak yang tidak selesai selesai itu sebelum memberikan pertanyaan yang bagus di seminar”, ucap Ishak nada meninggi.

Fito yang tak terima dengan pernyataan Ishak lalu mencengkram kerah kemeja Ishak dengan sekencang kencangnya, sambil mengepalkan tangan kanannya seperti hendak meninju wajah Ishak.

“Kamu tahu, selama aku menjadi pacar mbak Ira, tak pernah sekalipun aku menyakitinya. Tanyakan kepada mbakmu itu siapa yang memilih untuk memutuskan hubunganku dengannya. Paham kamu ? Bisa kamu lebih sopan sedikit ?”, gertak Fito.

Roni dan Nazar tak tinggal diam melihat pertengkaran diantara Fito dan Ishak. Mereka berhasil melerai Fito dan Ishak sehingga tidak sampai terjadi baku hantam. Suasana yang tegang cukup menarik perhatian mahasiswa perikanan yang berada di sekitar sekretariat himpunan dan kantin, tak terkecuali Ira yang saat itu berada di lapangan voli di depan sekretariat himpunan. Ira menghampiri Ishak dan Fito. Rupanya, Fito masih kesal.

“Ira, ajari ya adikmu ini untuk berkata yang sopan kepada siapapun”, ucap Fito masih diselimuti emosi. Roni dan Nazar mencoba menenangkan perasaan Fito dengan membawanya masuk kembali ke ruang sekretariat himpunan, sedangkan Ira mengajak Ishak untuk pergi, tanpa merespon sedikitpun ucapan Fito.

“Sudahlah, to. Jangan kamu ambil hati ucapan Ishak”, ujar Roni.

“Betul apa yang dikatakan mas Roni, mas. Sabar ya mas”, ujar Nazar menambahi.

Fito mulai tenang, amarahnya mulai meredam dan tak lagi meluap luap seiring dengan berkumandangnya adzan pertanda waktu sholat zhuhur mulai tiba. Fito, Roni, dan Nazar berangkat menuju Masjid kampus untuk melaksanakan Sholat Zhuhur. Tiga puluh menit lamanya mereka bersimpuh sujud dan memanjatkan do’a kepada Allah, Sang Penguasa Alam. Setelah selesai melaksanakan Sholat Zhuhur, ketiganya berpisah dengan kesibukannya masing masing. Fito menuju ruang kerja Bu Unni di gedung pascasarjana perikanan lantai 2. Sesampai di depan ruangan Bu Unni, pintu ruangan masih terkunci rapat. Fito duduk menunggu kedatangan Bu Unni di kursi sofa yang ada di depan ruangan beliau. Setelah 10 menit lamanya menunggu, Bu Unni datang dan mempersilahkan Fito memasuki ruangan dan duduk di kursi di depan meja kerja beliau. Beberapa menit kemudian, pembicaraan intensif diantara keduanya dimulai.

“Bagaimana kabarmu ? Apakah proposal skripsimu sudah selesai ?”, tanya Bu Unni.

“Kabar saya baik, bu. Proposalnya sudah selesai, bu”, ucap Fito sambil menyerahkan proposal skripsi yang telah dikerjakan kepada Bu Unni.

“Baik kalau begitu. Ibu cek dulu ya nak”, ucap Bu Unni.

Bu Unni mengecek isi keseluruhan proposal skripsi milik Fito, dari pendahuluan sampai penutup. Bu Unni mengeceknya dengan sangat teliti dan hati hati, berharap hasil kerja Fito tidak lagi menuai revisi. Setelah itu, beliau melanjutkan pembicaraan dengan Fito.

“Judulnya menarik. Pengaruh kualitas air terhadap jaringan otot Ikan Bandeng pada tambak Ikan Bandeng. Penelitiannya dimana ini nanti ?”, tanya Bu Unni.

“Penelitian lapangnya akan saya laksanakan di Tanjungsari, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, bu. 12 km sebelah timur lumpur lapindo”, jawab Fito.

“Ooo, berarti letak tambak itu dekat dengan sungai Porong ya ?”, tanya Bu Unni.

“Betul, bu. Petani tambak setempat memanfaatkan air dari Sungai Porong untuk mengaliri tambak ikan bandeng, padahal lumpur lapindo kan dibuangnya ke Sungai Porong, bu. Saya rasa kualitas air dari sungai tersebut membawa dampak yang kurang baik bagi Ikan Bandeng yang dibudidayakan”, ucap Fito kepada Bu Unni.

“Ya, apa yang kamu sampaikan logis. Bagus kalau idemu seperti itu. Jenis tambak ikan bandeng disana itu intensif, semi intensif, atau tradisional ? “, tanya Bu Unni.

“Jenis tambaknya tradisional, bu. Karena dasar tambak dan sekelilingnya murni tanah”, ucap Fito kepada Bu Unni.

“Oke. Ibu rasa belum ada topik penelitian seperti ini sebelumnya. Belum ada yang meneliti jaringan otot ikan. Kalau insang, lambung, ginjal sudah banyak. Tapi, apa kamu siap dengan penelitian yang kamu ajukan ini ?”, tanya Bu Unni.

“Saya siap, bu. Saya coba teliti dengan baik”, jawab Fito.

Temenan ora awakmu ? Soale biaya penelitian jaringan otot iku larang lho*”, ucap Bu Unni coba menguji keyakinan Fito terhadap apa yang diajukan di proposal skripsi.

“Ya, bu. Saya siap dan yakin dengan segala konsekuensinya”, jawab Fito dengan yakin.

Yowes nek ngunu, lakonono temenan yo penelitian iki*. Sebenarnya ibu tidak meragukan kemampuanmu, yang ibu khawatirkan itu kamu tidak mampu membiayai penelitian ini. Ibu sedikit sangsi dengan kemampuan finansialmu. Kalau kamu mau, ibu ada penelitian lain tentang sistem imun pada Ikan Gabus. Ibu akan membiayai seluruh biaya penelitian bagi siapa yang mau membantu ibu”, ucap Bu Unni.

Hati dan pikiran Fito mulai bimbang, berkecamuk saling serang. Alam pikirnya mengajak Fito untuk menerima tawaran dari Bu Unni karena seluruh biaya penelitian telah ditanggung Bu Unni, sehingga Fito tak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk penelitian skripsi. Sementara itu, hati kecilnya menolak tawaran dari Bu Unni karena sadar kalau Fito bukanlah orang yang berminat meneliti sistem imun ikan. Lagipula, Fito telah menghabiskan waktu selama 4 bulan demi menyelesaikan proposl skripsinya. Akhirnya, hati kecilnya lah yang menang.

“Jadi bagaimana, nak ? kamu memilih lanjut dengan proposal skripsi yang kamu ajukan atau menerima tawaran penelitian dari ibu ?”, tanya Bu Unni sekali lagi.

“Begini, bu. Sebenarnya tawaran dari ibu menarik, hanya saja saya ingin tetap fokus memperjuangkan ide yang saya ajukan di proposal skripsi saya ini, bu. Saya mohon maaf jika ada yang salah dari ucapan saya ini”, jawab Fito lirih, tapi menegaskan.

“Baiklah kalau itu yang kamu inginkan, nak. Ibu akan memberikan ACC untuk proposal skripsimu. Pesan ibu, berjuanglah sungguh sungguh dalam melaksanakan skripsi. Kamu boleh memulai penelitian setelah ini. Ibu akan mengkomunikasikan dengan Pak Mahyadi selaku dosen pembimbing satu karena saat ini beliau masih di Paris, Perancis”, ujar Bu Unni kepada Fito, membuat wajah Fito sumringah.

  “Baik, bu. Terima kasih atas kesediannya menyetujui proposal saya”, ucap Fito.

Fito berpamitan dengan Bu Unni sembari mencium tangan kanan beliau, lalu ia keluar ruangan. Perasaan gembira menyelimuti sanubari hatinya, perjuangan menuntaskan proposal skripsi selama 4 bulan lamanya akhirnya membuahkan hasil. Namun, pikirannya masih saja bingung. Bingung menggelayuti pikirannya karena ia harus mencari dana untuk melaksanakan penelitian skripsi. Uang kiriman dari kedua orang tuanya di Lampung hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan membayar kos setiap bulan. Alhasil, setelah ia telusuri informasi tentang biaya analisis kualitas air, tanah, serta jaringan otot ikan bandeng di beberapa instansi atau laboratorium yang ternyata tidak murah di Jawa Timur. Sesampainya di kos, Fito beristirahat sejenak dan meletakkan tas yang berisi segala sesuatu yang menunjang skripsinya di meja belajar. Jam telah menunjukkan pukul 14.44 WIB, tak lama lagi memasuki waktu sholat ashar. Belum ia sempat menikmati istirahat sejenak, Roni lagi lagi menelponnya.

“Halo. Assalamualaikum.Ada apa ron ?”, ucap Fito.

“Waalaikumsalam. Maaf mengganggumu, to. Coba cek emailmu ya”, ucap Roni.

“Ada apa dengan emailku, ron ?”, tanya Fito.

“Informasi penting tentang pembukaan pendaftaran seleksi pendanaan skripsi tahun ini yang diadakan oleh fakultas khusus mahasiswa angkatan 2010 dan 2011”, ujar Roni.

“Maksudmu ? fakultas mengadakan bantuan dana skripsi ?”, tanya Fito.

“Ya, coba kamu baca saja dulu, to. Sudah dulu ya”, ucap Roni.

   "Terima kasih, ron”, ucap Fito lalu menutup teleponnya dengan Roni.

Selepas menunaikan Sholat Ashar di Masjid, Fito mengunduh file informasi yang dikirim Roni di email, berisi pengumuman seleksi pendanaan (hibah) skripsi tahun 2015 yang diadakan oleh dekanat fakultas kampusnya. Sepuluh proposal skripsi terbaik akan memperoleh bantuan dana penelitian dari dekanat fakultas sebesar Rp 1.500.000,00 untuk tiap proposal. Fito sangat antusias dengan adanya informasi tersebut, ia mempersiapkan segala persyaratan pendaftaran seleksi yang meliputi fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa, fotokopi Kartu Tanda Penduduk, serta proposal skripsi dengan dijilid mika bening. Keesokan harinya, ia menemui panitia pendaftaran seleksi pendanaan (hibah) skripsi tahun 2015 di ruang kemahasiswaan, dengan membawa berkas berkas yang diperlukan.

“Ya, silahkan diisi dulu presensi pendaftarannya disini”, ucap panitia.

“Baik, pak. Ini berkas berkasnya”, ucap Fito lalu menyerahkannya kepada panitia.

“Fito Ardelio. Jurusan apa kamu ? angkatan berapa ?”, tanya panitia.

“Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, pak. Angkatan 2011”, jawab Fito.

“Berarti sekarang pas semester 8 ya ? skripsi tentang apa ?”, tanya panitia.

“Ya, pak. Skripsi saya tentang jaringan otot ikan bandeng, pak”, jawab Fito.

“Wow, baru dengar. Semoga lolos pendanaan ya, ditunggu informasi selanjutnya tentang nama nama penerima dana hibah skripsi sekitar dua minggu lagi di papan pengumuman dekanat”, ucap panitia kepada Fito.

“Amin. Terima kasih, pak”, ujar Fito singkat.

Hari demi hari, Fito selalu sabar dan tanpa mengenal lelah berjuang mengumpulkan uang untuk penelitian skripsinya, dengan mengajar les privat mata pelajaran SD dan SMP di sebuah lembaga bimbingan belajar di Singosari, Malang. Rutinitas itu terus dilakukannya setiap hari senin hingga jumat, mulai sore hingga pukul 19.30 WIB. Namun disisi lain, ia masih menanti pengumuman penerima dana hibah skripsi yang tak kunjung tiba, padahal sudah lewat dua minggu dari yang dijanjikan oleh panitia. Di suatu malam setelah pulang dari mengajar les, Fito menelepon sang bunda.

“Halo.Assalamualaikum, bu. Bagaimana kabar ibu ? Fito kangen, bu”, ucap Fito.

“Waalaikumsalam, anakku yang sholeh. Kabar ibu dan bapak baik baik saja. Kami juga rindu padamu, putra satu satunya, hehe. Bagaimana kabarmu, nak ?”, tanya Ibunya.

“Kabarku baik dan sehat, bu. Alhamdulillah. Bapak mana, bu ?”, tanya Fito.

“Syukurlah kalau begitu, nak. Bapak masih di sawah, nak.”, jawab Ibunya.

“Ya, bu. Salam ya nanti buat bapak. Alhamdulillah, proposal skripsi Fito sudah disetujui oleh dosen. Sekarang sedang persiapan untuk memulai penelitian. Mohon do’a restunya supaya lancar ya, ibuku sayang, hehehe”, ucap Fito berharap.

“Amin. Ibu dan bapak selalu mendoakan yang terbaik buatmu, nak”, ucap Ibunya.

Percakapan antara ibu dan anak yang cukup menyejukkan terus berlanjut selama 45 menit. Maklum, sudah hampir dua bulan, Fito tidak menelepon ibu dan bapaknya karena skripsi yang sedikit menyita waktu, lagi-lagi itu menjadi alasannya. Skripsi sering menjadi satu alasan klasik untuk terlalu sibuk bagi mahasiswa tingkat akhir di negeri ini. Tak heran, sempat muncul suatu wacana penghapusan skripsi, meskipun wacana tersebut tak terdengar gaungnya lagi. Kalau tidak ada skripsi, lantas parameter apalagi yang akan dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas lulusan sarjana ? Maka, skripsi wajib dijaga keberlanjutannya. Bukan menghapus skripsinya, melainkan memperbaiki kualitas skripsi itu sendiri.

Rabu, 8 April 2015, awan terlihat mendung di pagi hari. Hari disaat Fito genap berusia 22 tahun. Ia menuju kampus seperti biasa, mencari jurnal jurnal ilmiah dengan memanfaatkan wifi gratis yang disediakan kampus. Ia menuju gedung dekanat fakultas untuk mengecek informasi yang tertera disana, barangkali pengumuman penerima dana hibah skripsi sudah muncul. Sesampainya di depan papan pengumuman dekanat, benar saja informasi tentang yang ia tunggu selama ini sudah tertempel. Fito membaca dengan seksama informasi yang berisi 10 penerima dana hibah skripsi dengan proposal skripsi terbaik, yang meliputi :

1. Bagas Puji

2. Wahyu Andhiko

3. Widya Aina Wardani

4. Eki Hardianto

5. M.Nazlan Hadi

6. Fitria Kemalasari

7. Wahyu Pradanan Arif

8. Mahfudotul Lus Lusi

9. Arisa Dina Aristi

dan di urutan ke 10 tertulis...Fito Ardelio. Ya, Fito Ardelio. Bukan main gembiranya ia melihat namanya tercantum di urutan ke 10, itu tandanya ia merupakan salah satu penerima dana hibah penelitian skripsi dari dekanat fakultas. Ekspresi spontan yang langsung muncul darinya tatkala itu tidak lain dan tidak bukan adalah sujud syukur.

“Halo, ron. Ini aku Fito. Ron terima kasih ya atas bantuanmu kemarin”, ucap Fito.

“Halo. Hei, to. Bantuan yang mana yang kamu maksud ?, hehe”, ujar Roni.

“Itu lho ron, info pendanaan hibah skripsi yang kamu kasih via email”, ucap Fito.

“Jadi bagaimana hasilnya ? kamu lolos kan ? Jangan bilang tidak ya”, ucap Roni.

“Iya ron, alhamdulillah aku lolos. Terima kasih banyak ron”, ucap Fito.

“Ah, aku hanya menginfokan saja. Selamat ya to, semangat skripsinya”, ujar Roni,

Ya, sujud syukur kepada Sang Maha Pemurah, yang telah menjawab kegelisahannya akan biaya penelitian skripsi, do’anya, serta kerja kerasnya selama ini. Mendapatkan dana hibah penelitian skripsi menjadi kado indahnya di usianya yang memasuki 22 tahun. Kini, tantangan yang tak kalah besar masih menunggu di hadapannya yakni penelitian di lapang dan di laboratorium, yang akan dilakukan selama dua bulan kedepan. Perjalanan untuk meraih gelar dan toga Sarjana Perikanan belum berhenti, Fito tetap harus terus memacu gairah dan langkah, juga ibadah kepada Sang Maha Pemurah. Sungguh, sebuah konsistensi sikap yang berakhir dengan kesejukan hati. Bertahan pada prinsip, walau jutaan godaan datang menghadap. 

 

 


Keterangan :

Temenan ora awakmu ? Soale biaya penelitian jaringan otot iku larang lho* (dalam bahasa jawa) artinya sungguh sungguh tidak kamu ? Soalnya biaya penelitian jaringan otot itu mahal lho.

Yowes nek ngunu, lakonono temenan yo penelitian iki* (dalam bahasa jawa) artinya yasudah kalau begitu, laksanakan dengan sungguh sungguh penelitian ini

Komentar

Foto Gilang Angkasa

Suka dengan gambaran anak

Suka dengan gambaran anak muda. sepertinya sangat menghayati bahkan mungkin mengalami.

Foto Dito aditia

Terima Kasih kak Gilang

Terima Kasih kak Gilang Angkasa

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler