Skip to Content

Semangat diantara debu dan panas kota Jakarta

Foto Yudho

Panas matahari  di belahan utara kota jakarta membuat tenggorokanku serasa kering, perlu sesuatu yang menyegarkan. Kuparkir motorku di sebuah pelataran kantor BUMN, sambil beristirahat kupesan segelas minuman. Nikmat rasa minuman mengalir membasahi kerongkongan ini. Tak berapa lama datang menghampiri seorang bocah dengan selempang sebuah kotak perkakas dibahunya. Dengan acuh tak acuh ia menawarkan jasa kepadaku, "sepatunya mau disemir om?' katanya, sambil ku menaruh gelas ke meja kujawab "ga usah dik, baru tadi pagi disemir, makasih ya". Nampak  terbersit kekecewaan di wajah bocah tadi, tapi seolah tak mau menyerah bocah tersebut kembali berkata "tapi sepatunya kok masih kotor om, semir aja ya?". Kulihat ke sepatuku, rasanya memang terlihat sudah kusam lagi, maklum dengan bersepeda motor tentunya tak kan sulit bagi debu jalan jakarta untuk memupuri sepatuku hingga kusam seperti ini, walaupun baru tadi pagi kusemir sepatuku. Akhirnya kuminta bocah tadi untuk menyemir sepatuku.

Dengan cekatan si bocah, mulai mengeluarkan peralana "perang"nya, sikat sepatu, lap kecil dan sekaleng kecil semir sepatu, tak lama mulailah ia  menyemir sepatuku. Sambil melihat bocah tadi melakukan pekerjaannya, kucoba mencoba membuka percakapan kecil. "Rumahnya dimana dik?", si bocah sambil tetap menggosok sepatuku menjawab "di semper om", dan tanpa kuduga ia malah balik bertanya, "kalau om rumahnya dimana?". Sambil sedikit senyum kujawab "di Bogor, kenapa?".Si bocah seperti senang ngobrol kembali menjawab "ya ngga apa apa, kan tadi om juga nanya saya... hehehe" kata si bocah sambil nyengir. kali ini aku tertawa, karena ternyata bocah tadi ompong, gigi bagian depannya ada yang hilang.

Sambil menyalakan sebatang rokok kulanjutkan perbincangan kami "di semper tinggal sama siapa dik"?. "sama bapak om, ngontrak disitu" katanya sambil menaruh sepatu yang telah ia gosok dan mulai dengan sepatu satu lagi. "oo.. kalau bapak kerja atau dagang disana? eh ibunya juga ada?". "bapak dagang om, asongan di terminal priuk, kalau ibu sama adik saya di kampung". Sejenak kuhentikan obrolan dan kutawarkan minuman padanya, "mau es dik?".Si bocah kembali nyengir dan menjawab, "boleh om, tapi ngga dipotong bayar semir kan?. Kini aku yang nyengir, kujawab "ngga lah, ini bonus aja". Setelah seleai dengan pekerjaannya bocah tersebut mulai menikmati es yang tadi kuberikan. Sambil kupakai lagi sepatuku ku bertanya lagi "kalu sehari kamu biasanya nyemir berapa pasang sepatu dik? banyak?. Dengan santai ia menjawab " ngga juga om, kadang banyak kadang sedikit, tergantung..". Aku mengangguk angguk "..Ooo gitu ya... eh kamu sekolah 'ga? tanyaku. dengan sigap ia menjawab "Sekolah om, SD kelas empat". "Oh.. sekolahnya pagi ya?" tanyaku kembali. "iya om, kalo  waktu kelas satu sampai kelas tiga saya sekolah siang, kelas empat sampe kelas enam masuk pagi". "Di sekolah dapat rangking ga?". Sambil menaruh gelas di meja ia menjawab " ga tau om, di rapotnya ga ditulis rangking berapa, tapi kalo kata bapa, bu guru bilang nilai saya peringkat delapan". Ku tersenyum dan menjawab "wah bagus tuh, kalau bisa peringkat satu dong, pasti bapaknya senang banget kalau anaknya pintar". Terlihat ia merapikan kotak perkakasnya dan menjawab " maunya sih gitu om tapi susah juga, saya kerjanya kadang sampe malem, jadi dirumah waktu belajarnya sedikit, kalo saya ngga kerja kasian bapak, uangnya ga cukup om".

Sekejap ku merenung, dalam hati aku salut pada anak ini, dengan segala keadaannya ia mau menjalankan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak seusianya. Sementara aku yang sepertinya lebih beruntung darinya, sepertinya kurang semangat dan kadang putus asa dalam menjalankan keseharianku ini. Renunganku buyar saat si bocah menegurku, "Om, saya mau keliling lagi nih, besok semir lagi ya om". Sambil kurogoh sakuku " Oh iya dik, jadi berapa ongkos semirnya" Sambil menyelempang kembali kotak perkakas di bahunya, ia menjawab " biasa..dua ribu om". Kuberikan selembar uang kepadanya, "saya ga ada kembalinya om" katanya. "oh ga usah dik, sedikit sisanya anggap aja ongkos ngobrol kita tadi".

Tanpa kuduga bocah tadi menolak "ga usah om, ngobrol tadi bonus aja, 'kan om juga ngasih bonus es sama saya". Semakin salut aku pada anak ini, dengan tak mau kalah kujawab "ya udah gini aja... uang kembalinya pegang aja, jadi besok kalau om mau semir ga usah bayar lagi, gimana?. Si bocah nampak setuju, namun ia balik bertanya, "emang om besok kesini lagi?". Sambil tertawa kujawab, "om kadang kadang aja kesininya karena pekerjaan om keliling dik, ya udah kan tidak harus besok nyemirnya, kapan kapan kita ketemu lagi pasti om nyemirnya sama kamu, Ok?". Sambil mengangkat ibu jarinya si bocah menjawab "Oke deh om, saya jalan dulu ya om... makasih om", jawabnya sambil ngeluyur pergi si bocah. Aku mengangguk, dan kujawab dalam hati, ya dik... terima kasih juga telah menggosok sepatuku dengan semirmu, dan terima kasih pula telah menggosok semangatku untuk bangkit kembali menyusuri jalan ibukota yang panas dan berdebu ini.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler