Skip to Content

Senyuman

Foto Denisa

Siang itu, dibawah pohon ini sekitar setahun yang lalu. Saat pertama aku melihat senyumnya. Terpesona.
Lalu ia hilang bersama angin di ujung jalan sana. Aku mencarinya. Mencari seseorang yang senyumnya terekam di akal sehatku. Aku mencari seseorang yang aku tak tahu siapa namanya. Berjalan jauh tak kutemukan dirinya. Bayangannya pun tak mendekat. Aku menyerah. Di lubuk hati sana, masih melekat bayang senyumnya. Tapi, apalah daya bagai pungguk merindukan bulan, aku tak kenal siapa siapa dia. Aku tak tahu siapa namanya. Melupakannya untuk sementara adalah pilihan terbaik bagiku saat ini.

Seiring waktu berganti, jalanan ini masih seperti dulu. Angin itu masih selalu berusaha merayu pepohonan tua itu. Menerpa, menggoda mengharapkan cinta. Aku tak lagi seperti dulu, besar harapan aku menemukannya dan berbagi cerita, betapa rindu itu benar-benar nyata menggerogoti hatiku. Aku sadar, aku punya masa depan. Aku punya harapan untuk hidup mapan. Satu tahun sudah cukup membuka pikiranku untuk terus berusaha mengubah hidupku.
tapi, satu tahun itu tak cukup untuk ku melupakannya. Dia masih bersemayam dii sini, di hatiku. Perlahan gerimis mulai berjatuhan. Terlihat indah di bawah pepohonan ini, sedikit demi sedikit tapi pasti sampai di tempat tujuan. Tanah yang kering. Termangu ku melihatnya, melayang angan pada gadis pujaan. "Haah,, gadis pujaan yang aku tak tahu namanya, gadis pujaan yang aku tak tahu kini ada dimana. Oh, mungkinkah?!"
Hujan masih gerimis, namun angin benar-benar membekukan nadi-nadi kehidupanku. Ku dekap tubuhku sendiri. Tak ingin rasanya aku beranjak untuk berteduh. Tenggelam pada ingatan masa lalu saat aku melihatnya, ya tepat di sini.

Sekelebat bayangnya terlintas di benakku membuatku tersadar, sesosok wajah disana. Aku mengenalnya, hujan turun semakin deras. Aku berlari mengejarnya, berharap tahu namanya. Tubuh yang basah dan rasa dingin ini tak kuhiraukan. Aku hanya ingin tahu siapa namanya. Aku terus berlari mengejarnya. Ia berlalu. Menghilang di balik pagar-pagar besi gedung tua itu. Aku lemah. Aku lelah. Aku merasa tak berguna. Mengapa aku menyia-nyiakan kesempatanku untuk menemuinya. Tak tahu kapan lagi kesempatan itu akan kembali.
Tinggal kini aku menyesali kebodohan.

Senja merangkak turun, diufuk barat sana masih terbayang senyumnya. Senyum yang kulihat satu tahun yang lalu. Senyum yang membuat aku terpesona, sampai saat ini pun senyum itu masih bersemayam. Langit merah itu kunikmati bersama nyanyian burung yang pulang kesangkar menemui kekasihnya dan meluapkan rindu yang tertumpuk siang ini. Bayangan senyum itu masih tergambar jelas di langit senja, senyuman itu berikan aku kekuatan untuk tetap hidup dan terus berusaha menemukannya.
Karena setiap langkah dalam hidup ini ada pelajaran sangat berharga dalam mencapai tujuan-tujuan mulia.
Angin berhembus, matahari tak terlihat dan langitpun gelap.

 

                                                                                                                          Bogor, 26 Desember 2011


coretan pertama ^_^

 

Created  by Denisa

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler