Skip to Content

sepenggal kisah diantara kabut

Foto Yudho

Dinginnya udara saat itu menyelubungi sekujur tubuhku, seakan terkelupas kulit ini dibuatnya, hembus angin menambah tercucuknya pori pori ini membuatku menggigil, namun menyaksikan keindahan pemandangan di hadapanku, serasa hilang segala rasa penat dan dingin terganti dengan kepuasaan dan rasa takjub akan segala yang kulihat sepanjang mata memandang, terhampar di hadapanku garis batas langit nun jauh diujung sana berwarna jingga kemerahan, ufuk timur tengah menanti terbitnya sang surya, demikian pula diriku, keberdiri di puncak Ciremay, turut menanti datangnya sang pagi. 

Disini, ya disinilah saat dulu kita pertama bertemu, pikiranku terbawa kembali ke masa tiga belas tahun lalu, saat pertama bertemu denganmu, saat itu kau berada disisiku turut menjelang pagi disini. Semakin kunanti datangnya matahari semakin terbawa kenanganku bersamamu. Itulah pertama kalinya kau menyaksikan terbitnya sang mentari, katamu waktu itu, terlihat takjub diwajahmu dan tersungging senyum bangga di wajahmu saat itu. Penggalan kisah kisah itu semakin membuaiku dan melenakanku akan rindunya masa masa saat bersamamu disni.

Sementara batas kaki langit tampak tlah mulai menguning, pertanda terbit sang mentari semakin dekat, untaian gambar wajahmu tersulur bersama sekelompok kecil awan tipis yang nampaknya mulai berbaris menghiasi hembus sang angin pagi. Sesekali terlihat kilatan cahaya diujung langit sana, entah hujan atau badai, begitu kompleks fenomena yang terlihat saat itu, namun fenomena fenomena itu menyatu menjadi suatu mahakarya keindahan alam yang semakin aku nikmati.

Demikian juga dengan fenomena fenomena saat pertama kita bertemu, begitu kompleks, begitu membingungkan, kadang sedikit kesalahpahaman terbias luas menjadi pertentangan dan perdebatan, namun tak lama berangsur damai kembali, seperti pagi ini. Hingga satu saat tibalah waktunya akan kedewasaan kita untuk saling menerima dan memandang dengan keindahan segala fenomena fenomena yang terjadi diantara kita.

Garis cakrawala tlah berwarna kuning terang, dan sinar mentari pagi tlah membias menembus bentangan awan di kaki langit menampakkan suatu keindahan alam akan terbitnya matahari di Puncak Ciremay pagi itu. Kuingat saat itu, saat seperti inilah kau sibuk kesana kemari dan tak henti memintaku untuk mengambil fotomu bersama dengan teman temanmu. Kini kuarahkan pandangan mataku ke arah barat laut dari puncak gunung itu, kujelajahi batas anganku menembus jajaran awan  dan melaju bersama angin ke arah Jakarta. Ku tersenyum membayangkan bahwa saat ini kau baru bangun tidur di ujung sana, bersama dua orang anak kita, dan mungkin kaupun sedang menjelajahi anganmu tuk mencapai puncak Ciremay ini, rasa rinduku menyadarkanku bahwa seluruh kawasan Puncak Ciremay kini telah benderang, sinar mentari telah memupuri seluruh permukaan beserta seluruh mahluk yang ada didalamnya.

Kini hanya kerinduanku untuk segera kembali ke Jakarta 'tuk bertemu denganmu dan anak anak kita, matahari telah meninggi, kulangkahkan kaki tuk turun kembali, kutitipkan salam darimu kepada angin pagi akan rindumu dengan terbit mentari disini, dan kubawakan cerita dan salam dari kabut tipis ini kepadamu. Sementara sayup sayup terdengar suara penghuni hutan silih berganti seolah mengiringi kepergianku, seakan mengingatkanku tuk kembali dan menguntai segala keindahan yang kudapati akan dirimu disini. 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler