Skip to Content

Sepenggal Sajak Untuk Ayah

Foto yohanes daton

 

Angin berhenti mendesir seakan termangu. Langit yang tadi cerah mulai mendung menghapus segalanya. Semua bisu. Terlelap dalam irama tangis yang memecah di pagi ini. Hari minggu. Hari yang bersejarah dalam putaran waktu. Dan aku berharap itu hanyalah mimpi. Tapi toh, semuanya nyata. Yah..itu adalah hari terakhir kutatap wajah sang ayah.wajah yang mulai kriput tapi penuh dengan guratan perjuangan. Dari matanya mengalir air mata yang barangkali tak ingin anak-anaknya sendirian.

Jangan pernah takut dalam menghadapi hidupmu nak…jangan pernah berhenti berjuang. Bukankan hidup itu perjuangan? Hingga bila tiba ajalmu kelak kau kan bahagia di sana bersama malaikat yang mengiringimu ke sorga keabadian”.

Itulah pesan terakhir  dari ayah. Tapi bagiku itu bukan terakhir tapi setiap kali saat ia masih bersama kami.

Mengapa Tuhan begitu cepat memanggilnya? Apakah Ia tak tahu kami masih membutuhkannya? Tapi apakah aku harus menyalahkan Tuhan? Tidak. Aku tak pernah menyalahkan Tuhan, meski terkadang rasanya tak adil.

Simphoni itu mengalir indah dalam kesepian.membaur sejuta metafora yang berarakan dalam buana; membuat kehampaan tersendiri. Kembali kubaca sepenggal nasihat ayah yang kutulis dalam diari kecilku. Hingga seakan waktu berputar kembali dan episode-episode saat masih bersama pun bergulir seiring waktu yang beradu.

Aku dibesarkan di kampung yang jauh dari kemewahan, jauh dari hiruk-pikuk serta gaduhnya dunia. Terlahir dari keluarga yang sederhana. Hanya akau menyebutnya sederhana tapi toh nyatanyamiskin. Tapi demikian aku sangat bahagia. Kehidupan di kampong yang penuh dengan keindahan karena aku sendiri menerjemahkan makna keindahan itu sendiri.

Terkadang aku iri melihat teman-temanku yang bermain, sementara aku bergelut dengan peluh bersama ayah, ibu, kakak, serta adsikku di kebun, di tengah mentari yang semakin menyengat. Dengan senyum ayah selalu menasihati kami dengan bijak; hingga aku menyadari bahwa hidupku terasa indah meski dalam kesulitan. Dari sang ayah, aku banyak belajar tentang hidup; bagaimana menghargai hidup iti sendiri.

Kini tak terasa sudah lima tahun ayah meninggalkan kami. Meninggalkan ibu serta kakak dan adikku. Dan barangkali keberuntungan memihak padaku hingga aku bisa menempuh perguruan tinggi di kota ini. Terasa asing saat pertama kali ketika telapak kaki ini melangkah meninggalkan keluarga dan nisan sang ayah yang makin lapuk di makan usia. Tapi demi masa depan aku bulatkan tekad tuk melangkah. Terkadang aku merasa bersalah terhadap adikku karena ia harus membanting tulang, bekerja keras demi tuntutan hidup yang begitu berat. Sementara kakak-kakakku terpaksa merantau mengais rejeki di negeri orang.

Saat pulang liburan aku melihat adikku. Ia tampak makin kurus. Ketika menatap aku seolah aku bisa menangkap kata-kata yang tak terucap…”aku ingin melanjutkan sekolah” aku juga berharap demikian. Tapi toh keadaanlah yang menentukan.

Saat malam tiba, ketika semua terlelap dalam mimpi aku masih terjaga. Terasa kedu pipiku basah oleh butir-butir air mata. Seandainya ayah masih ada, semuanya pasti tak seperti ini. Aku sangat menyayangi adikku. Adik smata wayang. Dalam usia yang begitu muda berelut di kebun melawan takdirnya berharap keajaiban datang menerpa. Tapi entahlah…

Aku terhentak dari lamunanku. Kulihat jam di atas meja kecilku yang sudah reot menunjukan angka 04.00. kuraih pena dan di temani oleh pelita yang hamp[ir padam serta suara lolongan anjing  yang jauh di sana kutorehkan tinta diatas diariku…..

SEPENGGAL SAJAK UNTUK AYAH

Peluhmu adalah tangisanku

              Kesahmu adalah harapku….

Kau torehkan sejuta kisah padaku

Tentang cinta, hidup, dan pengabdian

Roda waktu mulai berlari…

Tinggalkan kenangan yang tertanam rapat di memori

Darimu  kutahu arti hidup ini…

                        Kan kisahkan kisahmu, sebagai kisah terindah tuk anak-anakku kelak…

Andai saja kubisa melihat dari sana

Ingin kudekapmu dalam rindu

Meski hanya dalam mimpi…..

Semoga kau tenang di sana ayah

Kami selalu mengenangmu dalam hidup ini….!!!!

Sampai disitu, aku menangis sejadinya…….

v   

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler