Skip to Content

Topeng - Topeng Lamis (Part 1)

Foto iffat Basheer

TOPENG – TOPENG LAMIS ( PART 1)

kau sedang apa Lamis? tanya ibu. Ada kelu dalam kalamnya, pandangannya menggigit ulu hatiku. Lamis tak tahu bu, Lamis pusing...Lamis ingin tidur" jawabku.

*****

Hari ini hari ke sekian kali aku pulang dari kampus tanpa membawa tas maupun buku. Yang ada dalam genggamanku plastic berisi seonggok benda tak bergerak tak bertuan nan amis. Dan bisik - bisik orang di pelataran kampus mengiringku menuju gerbang kampus megah ini. Sesampai di rumah ibu kembali bertanya. Lamis? apa yang kau lakukan??? tanyanya sembilu mengerat hatiku.

lidahku kelu, tak terucap barang sekata. " Lamis pamit dulu ke kamar..Lamis pusing" jawabku lagi sambil melempar begitu saja plastic itu di pojokkan kamarku. Aku ingat! ini adalah hari ke sekian aku menjawab pertanyaan itu dengan jawaban sama.

******

Aku rindu ayah yang selalu mengajarkanku untuk menjadi diri sendiri. Dia yang mengajarkanku untuk tidak mengindahkan apa kata orang tentang diriku. Dasar manusia - manusia aneh. setiap kali aku berjalan, tak jarang berpasang - pasang mata menelanjangiku serasa melihat makhluk dari planet antah berantah. Tak jarang mereka berbisk - bisik menatapku tajam. dasar,tak pernahkah mereka melihat orang sepertiku Lamis yang mempesona? Kampungan. Ah lupakan saja. Hari ini aku lelah sekali. Basanya sepulang dari kampus aku pergi jalan - jalan bersama Maria membeli novel kesukaannku. Tapi entah kenapa ada perasaan kehilangan tiba - tiba menjalar. 

*******

Ayah berkata jika orang tidak mau mendengarkan perkataanmu potong saja telinganya. Ah, ayah memang suka bercanda. Tapi? tak ada raut jenaka menghias wajahnya. Kerut di dahinya tak menunjukkan bahwa dia sedang bercanda. Jadi jika aku tak mendengarkan ayah, ayah akan memotong telingaku? tanyaku waktu itu. " Iya, jawabnya mantap" . Ada sebaris kilatan yang tak terbaca olehku di matanya. Aku ngeri melihat ayah.

******

Laudia. ia cantik sekali. Ada darah muda yang menguasaiku mendorongku untuk mengenalnya. Aku ingin selalu dekat dengannya. Dia lebih mempesona dari Nadia, Lila, maupun Vera. Senyumnya mengalahkan surya mengarak awan membumbung ke angkasa. Hari ini aku ada janjinya dengannya. Ini kencan pertamaku, walaupun hanya sekedar mengerjakan tugas kampus. Aku senang,  aku bisa memegang tangannya sambil bersandar di bahunya. Oh, Laudia. Tapi sayang dia tak tahu apa yang kurasa, ah mungkin belum saatnya.

*******

Ibu?? sudah lama aku tak menyisir rambutnya yang masih saja indah tergerai di bahunya. Namun sontak dia berpaling mundur mengernyitkan wajahnya tanda tak suka. " jangan Lamis, biarkan ibu sendiri yang menyisir “jawabnya. Ah ibuku ini lama - lama aneh juga. Aku pusing, lebih baik aku berebah sejenak. oh, apa ini batinku. Darah mengotori baju dan celana jinsku. Aku merasa tak melakukan apa- apa. Setelah perjalanan ke kampus aku pergi bersama kimbum anjing manisku berjalan - jalan keliling komplek. Lalu aku masuk dan melihat ibu, lalu darah ini...dan? aku lupa...ah, aku pusing. aku hanya ingin berebah sejenak.

*******

Akhir - akhir ini aku sering merasakan lelah. terkadang badanku menggigil tak karuan. Tapi temperaturku normal saja. Ibu mengajakku ke psikiater, bukan dokter. Loh, ibu ini aneh sekali. Aku tak apa, aku hanya sedikit lelah. Aku hanya butuh dokter bukan psikiater. aku tak gila. Namun ibu tetap memaksaku. kenapa dunia penuh orang aneh, bahkan ibuku sendiri menjadi seperti teman - teman di kampusku. Memercing dan menjaga jarak, ada raut waspada di wajahnya. Ibu, aku ini anakmu. jeritku dalam hati.

*****

Kurang ajar si Andre. Dia mencoba mengambil alih Laudiaku. Tak akan kubiarkan. dia harus mendapatkan pelajaran dariku. Malam ini aku akan mengajaknya menenggak sedikit vodka blue atau mungkin mansion di hugo's cafe. Tentu saja dia setuju karena kecantikanku tak pernah diragukan adanya. Aku bahagia.Dan aku akan lebih bahagia jika dia mau memenuhi permintaanku, namun jika tak mau mendengarkanku, akan kupotong telinga yang bersematkan piercing 10 mili itu batinku.

*******

Beberapa malam setelahnya,

Aku terbangun dari tidur panjangku. gara - gara channel TV yang dinyalakan ibu dengan keras. Badanku ngilu, seakan - akan tenagaku terperas setelah mengikuti maraton berkilo -kilo. Namun anehnya luka memar merajam badanku. Ada - ada saja. kulongokkan kepalaku ke berita acara. ada perampokan perhiasan di pusat perbelanjaan kota. Katanya dia wanita yang memiliki kemahiran luar biasa karena pekerjaan itu dia lakukan sendirian. Jati dirinya bisa dilihat dari tanda yang dia tinggalkan, mawar hitam penuh darah.Bagaimana mereka bisa menyimpulkan kalau perampoknya adalah wanita?Bodoh. Tak semua wanita suka mawar.

 Mawar hitam? Sepertinya aku sering melihatnya. Tapi di mana? Aku mengorek – orek ingatanku lebih dalam. Mawar hitam? Haiya, itu kesukaan ibu, berkali – kali aku melongok taman rumahku yang tak asri lagi, karena pesona mawar hitam ibu tak tampak. Yag ada hanya sisa – sisa pencabutan bunga itu secara paksa dari dahannya. Dan, ada sepercik darah, sepercik saja.

Ah, Dasar polisi bodoh rutukku, tak bisakah kalian menangkap satu orang saja? bagaimana kalian mau menangkap koruptor - koruptor goblok itu? Orang - orang aneh. Perampok wanita aneh, dan polisi aneh. Satu lagi, ibuku juga aneh, tiba - tiba pandangannya tajam terlempar ke arahku. dengan sedkit berlari dia bertanya " apa yang kau lakukan Lamis?" tatapnya tajam. “Eh, aku?” tidurkah? iya ibu aku tidur karena penat tak berujung merongrong badanku. aku hanya tidur...benar hanya tidur.

*******

Orang tua Maria mendatangiku menanyakan anaknya yang tak pulang sehabis pergi belanja denganku. Benarkah? Pantas saja aku kehilangan. Maria minggat. Hei!! Jangan kalian tatap aku seperti pesakitan , aku tak tau apa – apa. Ibu kenapa kau diam? Tolong aku.

*******

Aku senang Laudia datang. Sontak saja aku menghujaninya dengan ciuman dan pelukan. Namun, dia berbeda, tak ada tawa. Yang ada kernyitan curiga. Di mana Andre? Pertanyaannya menghujaniku. “Aku tak tahu sayang ” batinku. Kenapa akhir – akhir ini banyak orang yang kehilangan anaknya dan bertanya padaku. “ Laudia, Jangan pergi!” teriakku tercekat. “ aku takut denganmu, kau aneh! ”  diiringi hembusan tertahan dan tatapannya yang nanar. Lirih ucapannya masih terdengar olehku membuat bulu kuduk ini merinding. Apa yang kulakukan padamu sayang? Batinku. Aku mencintaimu, tapi kalimat itu tak terdengar olehnya, karena kalimat itu menguap entah ke mana. Aku tak kuasa. Apa karena kita sama?

*******

Ibu, aku lelah. Aku hanya ingin tidur. Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku juga tak mengerti kenapa orang – orang itu bertanya kepadaku. Dan ke mana kimbum lenyap? . Perasaanku bercampur aduk dengan pekat yang semakin legam. Ibu, sungguh aku tak tahu. Kutemukan berkilo – kilo emas berlian di laciku. Hadiahkah? Tapi kurasa tidak. Lalu apa? Kenapa bau busuk merajai kamarku? Berjingkat aku membuka kolong dipanku, di sana kutemukan kimbum tak bergerak bersama dengan hewan lainnya. Argghh…Kurang ajar!!! aku tak mengerti? Siapa yang membawa mereka semua ke sini? Lalu telinga – telinga siapa ini? Telinga yang masih mengalirkan darah segar yang mulai berubah kelabu. Ibu? Akhirnya kau datang juga. Ingin sekali aku memelukmu, aku bingung dan lelah.

Lalu kenapa harus ada airmata itu lagi? Ibu???biar kuusap wajahmu. Ijinkan aku menyisir  rambutmu lagi seperti 10 tahun yang lalu saat ayah masih ada  bersama kita. Setelah ketidakadaanya membuatmu tak mengijinkanku lagi menyisir rambutmu. Ibu, biar ku rengkuh wajah tirusmu. Aku sungguh lelah, aku ingin berebah sejenak. Aku bingung dengan ini semua. Aku ingin tidur, tidur yang lebih lama dari biasanya. Ya, hanya berebah saja. Tapi ibu, ke mana kedua telinga cantikmu itu?

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler