Skip to Content

Topeng - Topeng Lamis (Part 2)

Foto iffat Basheer

TOPENG – TOPENG LAMIS ( PART 2)

kau sedang apa Lamis? tanya ibu. Ada kelu dalam kalamnya, pandangannya menggigit ulu hatiku. “Lamis tak tahu bu, Lamis pusing...Lamis ingin tidur" jawabku.

***********************

Tiga tahun berikutnya,….

Pagi yang beku, Kutarik selimutku hingga separohnya menutupi tubuh jenjangku, Hari ini aku harus mengikuti interview untuk pekerjaan baruku. Jika lolos aku akan bekerja sebagai asisten Marven, pelukis muda yang terkenal dengan aliran abstraknya. Ah, pemuda nyetrik yang 5 lukisannya baru saja terjual di Gita galeri dengan harga luar biasa. 

 Ibu? Di mana dia? Biasanya sepagi ini dia sudah menyiapkan roti panggang dan segelas espresso untukku. Aku bahagia,  Ibu tak lagi mengeryitkan dahinya jika melihatku. Dan tak ada lagi airmata yang menganak sungai di wajah tirusnya jika melihatku karena sekarang aku menemukan separo diriku.  Aku gadis biasa yang kebetulan mewarisi wajah inggris ayahku. Tinggal di rumah mungil ini bersama ibu dan Jack. " Mulai hari ini Jack yang akan menjagamu Lamis, apapun yang terjadi " kata ibu suatu hari. Ah, jingganya surya mulai menelusup bilik kecil hidupku.

***********

 "Arghhhh…" lagi – lagi mimpi masa lalu itu mengejarku. Padahal aku tak menginginkannya, bahkan  untuk sekedar mengintippun enggan rasanya. " Jack!!!" sengauku meradang. Terbayang usus kimbum terburai mengalirkan darah segar. Ada anggora milik Steven, anjing tetanggaku, dan entah apalagi itu. Lalu, teriakan Maria meronta dari cekikan tanganku, Yah, mungkin saja itu tanganku. Ah, aku tak mengerti. Teriakan itu tak bisa kuabaikan begitu saja. Lalu telinga – telinga itu? Kemarin pagi kutemukan kembali telinga berpiercing 10 mili masih tertinggal di sana, di dalam botol berformalin yang lama tak kubuka.  " Jack "!!!! aku mulai meronta. Argghh….Aku pusingg,,,

***********

Setahun sebelumnya……. 

" Jack? Benarkah kata ibu kau akan menjagaku?  Aku tak mengenalmu, tanyaku lirih. Aku juga tak mengenalmu. Katanya waktu itu. Tapi paling tidak aku tahu ada apa denganmu dan aku. Sambungnya… Lalu? tanyaku lagi. Biarkan aku bersamamu , jawabnya menutup sore dengan senyumnya yang merekah.

***********

 

 Rumah bergaya eropa nan mungil ini peninggalan Frans Miller kakekku dari ayah. Dulu ada ayah, ibu, aku dan 2 orang lagi yang katanya kakakku. Tapi perupaan mereka saja tak pernah kulihat,  sekedar  melihat? mungkin  di foto kindergaten mereka. Ah, tapi aku tak pernah merasakan keberadaan mereka, Aku hanya anak tunggal saja. Kurasa….  rumor itu nyatakah? Tetanggaku berbisik – bisik, mengintip, menerka, bahkan pembicaraan mereka kurasa merayap sampai di awang – awang tembok kamarku, menggaung di atap asbesnya, Menggelepar  membubung ke angkasa. Semakin tinggi semakin hiperbola. Konon katanya,…ada cerita. Ada kamar yang tak pernah di buka sejak ayah meninggal, ada keanehan yang menjala, dan ada potongan telinga – telinga itu.  Ada rintihan dan erangan. Ada hilang yang meningalkan lubang besar di hati ibu. Ya,,di hati perempuan tak bertelinga itu. " Diam! Kalau tidak kupotong telingamu "bentak ayah saat kutanyakan siapa 2 orang penghuni foto lama itu. Aku tak tahu, katanya mereka kakakku. Sungguh kakakku?

**********

Jack dengarkan ceritaku, hari ini aku belajar menggambar dengan krayon. Bukan melukis karena aku tak suka bau cat air memperkosa lubang hidungku. Di sana ada komidi putar berhiaskan temaram lampu neon. Gula – gula banyak rasa, dan juga teddy bear berpita di kepalanya. Indah.Badut – badut berbagai rupa. Dan aku duduk di atas bulan menangkup secawan bintang bersamamu. Tapi ada sosok hitam mengawasi kita dibelakang..Lihatlah! kataku sembari menyodorkan secarik kertas putih bersih. Sadarkah dia? Atau aku yang tak sadar?? Ah, dengarkan aku, please…Rayuku manja di ayunan yang berhiaskan mawar hitam ibuku. Mawar itu kembali ada, namun aku tak ingin lagi menyentuhnya. Kelam hidupku tergambar pada warnanya. Kurasa begitu adanya….Jack?  Aku ingin menciumnya, tapi ada gertak menjalar urat dada. Aku masih belum bisa. Tak tahu apa…Sekelebat wajah cantik Laudia menghantam dadaku.  Sesak menyergap pengap.

Padahal ini saatnya…tak ada patah kata, yang ada aku dan dia bisu, hingga bulan bersenggama dengan malam. Aku bisu, dia bisu.. ya, aku dan dia membisu.  Ah,r asanya aku ingin menikmati espresso buatan ibu dengan Jack. Espresso dan malam,  yang biasa kunikmati pahitnya bersama pagi yang bergelimang embun.  Aneh..namun tak apa…kali ini malamku akan ditemani segelas espresso dan Jack tentunya.  Mulai hari ini Jack yang akan menjagamu Lamis, apapun yang terjadi . Tentu saja, aku yakin itu.  

**********

" Ini galeriku ". kata Marven di awal kedatanganku. Tak perlu susah payah aku mengikuti wawancara karena dari awal dia tertarik dengan karakterku. Unik…Haiya, baru sekali ini ada orang bilang aku unik. Aneh..aku aneh…keluargaku aneh. Ibuku aneh,  hubunganku dengan Jack juga aneh… Aku bekerja di sini juga aneh.. Pekerjaan ini tak ada hubungannya dengan kehidupanku sebelumnya, hanya saja tiba – tiba ada, - dan aku? Tak tahu… Aneh…bingung…Marven suka dengan hal berbau aneh buktinya dia suka keanehanku. Galerinya juga aneh, kurasa dia tak menyukai warna selain merah, dan aku merasa nyaman berada di galerinya. Aku menyukainya.  Sungguh aneh…

 

********

Sukakah kau dengan merah Marven? Tanyaku. " Merah membuatku lebih bergairah " jawabnya.  Aku tak pernah suka merah, dalam kamus hidupku hanya ada hitam saja, dan yang aku ingat mawar hitam kesukaan ibu. " Merah membuatku bergairah" jawabnya berapi – api. "Merahmu magis Marven" kataku cepat…aku mulai tahu alasanmu menyukainya. Ya, aku suka merah, merah saja, tak ada yang lain ",  kata Marven dengan seringai khasnya…

*********

" Lamis!! Lepaskan! Bentak ibu sembari memanggil Jack dari balkon lantai dua kamarku. Apa  apaan ibu ini. Aku tak melakukan apa – apa. Aku hanya ingin memegang kepala gagak yang tiba – tiba bertengger di jeruji nan beku itu. Tapi entah, sontak rasa dahaga menyergap, bukan dahaga  yang mendera tenggorokanku, tapi dahaga yang sungguh berbeda. Biusnya  membuatku peganganku mengencang, memelintir dan meremas tak kepalang. Ada tetesan merah mengalir di buku –buku jariku. " Jack!!" teriak ibu lagi. Tak disangka Jack datang  memelukku dengan kencang, menyeret diriku yang baru saja  menemukan kembali " cinta " yang sudah lama hilang.

Merah ,menggenang….berkubang dalam temaram bulan sabit di sabtu petang itu.

 

Bersambung dulu ya…di Topeng - Topeng Lamis Part 3)  )

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler