Skip to Content

Topeng - Topeng Lamis (Part 3)

Foto iffat Basheer

" Mulai hari ini Jack yang akan menjagamu Lamis, apapun yang terjadi " kata ibu suatu hari

**************

Galeri Marven……

" aku tak suka bau cat air memperkosa lubang hidungku……......."

" Kemarilah Lamis" kata Marven suatu  hari. Bagaimana pendapatmu? Ini lukisan ke 10 yang telah aku selesaikan, dan juga ke - sepuluh kalinya lukisan yang akan dipajang di gita galeri.      " Lukisan yang indah Marven", timpalku. Ada sesuatu yang tak bisa kumengerti dari lukisan ini. Abstrak? Memang tapi tidak seperti itu…maksudku,,,mmm lukisan ini fresh. Ah tidak kurasa kurang tepat, ini? Magiskah? Perlahan tapi pasti aku mulai meraba setiap detil yang tercetak dari tangannya. Mengapa kau gunakan begitu banyak warna merah? Mengapa aku menyukai lukisanmu? Mengapa aku tak bisa berhenti untuk menikmatinya? Berondongku dengan berbagai pertanyaan. "Aku ingin melihatmu melukis Marven"  pintaku tanpa mengalihkan pandangan dari lukisannya. " Ada waktunya, bukan sekarang" bisiknya begitu dekat di telingaku, bau segar aftershave cologne mencuat di balik tubuhnya.  "Kau akan melihat  diriku yang lain  nanti ", bisiknya lagi sambil memelukku. Ada sensasi yang menggelitik pelan. Aku senang…..

************

Maria sesaat sebelum dirinya menghilang…..

" Lamis aku mohon tinggalkan hobi konyolmu itu. Aku tak pernah mengerti sebenarnya ada apa denganmu? Kepuasan apa yang kau dapatkan dari binatang – binatang itu? Kau dengar apa kata orang di kampus? Kau tak lihat pandangan jijik mereka terhadapmu? Aku tahu kau pasti sangat menikmati itu, tapi tidak untukku. Aku tersiksa. Ucap Maria. " Please, tinggalkan semua itu, aku sendiri menyadari kau memang aneh", katanya hati – hati. Aku tak kenal Lamis .seringainya.  " Aku tidak sedang bercanda!" kata Maria. " aku bukan Lamis"……….." Lamis apa yang kau lakukan?" ahhh, tidak, aku sahabatmu.Tolong!!….tangis Maria memecah. " Kau yang seharusnya diam, kau tak mau mendengarkanku", ada bayangan hitam yang tiba –tiba muncul mengeram dalam dirinya, ada sosok lain yang berkuasa akan keberadaannya…" kau tak mau mendengarkanku, kau tak mau mendengarkanku, kau tak mau  mendengarkanku!!!! "…Sosoknya semakin mendekat, merapat, tangan itu mencengkeram leher Maria, -Sraaaaaaaaaakkkkkkk -   setelah itu, tak pernah ada lagi suara, membeku terbawa angin utara, berkelok dalam lorong bernama gelap dan karma. Sekejap saja, gadis itu – Maria - memeluk mimpinya dalam gejolak ombak, menggulung jasadnya. Jauh di atas tebing sosok itu mengerling puas, sangat puas.  Dan dalam genggamannya ada 2 telinga yang masih teraliri darah hangat Maria. Sosok baru itu bergumam lirih " aku Devina ".

***********

 Hugos Café bersama Andre…..

Temaram lampu disko mengerling mengikuti hentakan musik yang sedang diputar. Dalam gelap mereka saling meraba. Dua set vodka blue sudah berpindah meliuk – liuk ke dalam tenggorokan mereka, panas mulai menguasai arena, tak ada yang ingat norma, melesak jiwa mereka terbang dalam euphoria tak berkesudahan. "Siapa yang kau cintai?" Pertanyaannya menerjang kesadaran Andre. "Maksudmu?" tanyanya lagi, ok aku jujur aku memang mencintainya, emmm…maksudku Laudia. Ya, she's nice. I luv her. Aku mencintainya…" rona merah tertinggal di pipinya.  " Tinggalkan dia! " Kata Lamis tajam . untuk apa? Tanyanya menghujam. "Dia milikku, aku juga mencintainya" timpal Lamis. "Hahahaha, aku tahu kau hanya bercanda Lamis, sudahlah malam ini cukup sampai sini saja, kau pasti kelelahan, I'm sorry my dear"…katanya mencoba menghilangkan ketegangan, mengecup kening Lamis yang semakin meradang . " I'm not joking " dengarkan aku! Kalau tidak aku bisa saja membunuhmu " timpalnya. "Whats up babe, aku tidak mengerti. Kau? Lesbian? ayolah sayang, kau cantik. Kau bisa mengencani siapapun dengan kecantikan itu. Tapi Laudia? Oh no",  cecar Andre. Aku mencintainya! Aku mencintainya! dan aku bukan Lamis. Arghhh….aku? sosok hitam itu muncul lagi, menerjang tubuh lengah di hadapannya dengan sebilah belati kecil. Pisau itu mengerat sebagian wajahnya. Tak ada yang dicari kecuali potongan telinga itu lagi, bersama dengan kepuasan yang mulai merajai dia berlari meninggalkan jasad yang telah  terbelengggu sepi. Andre mati.  Kau tak mau dengarkan aku Andre..

                                                                                                                                                        *************

Selalu di tempat yang sama, bersama dengan orang yang sama…..

Jack dengarkan ceritaku, hari ini aku belajar menggambar dengan krayon. Bukan melukis karena aku tak suka bau cat air memperkosa lubang hidungku. Di sana ada komidi putar berhiaskan temaram lampu neon. Gula – gula banyak rasa, dan juga teddy bear berpita di kepalanya. Indah.Badut – badut berbagai rupa. Dan aku duduk di atas bulan menangkup secawan bintang bersamamu. Tapi ada sosok hitam mengawasi kita dibelakang..Lihatlah! Ah, tidak sosok itu bertambah satu. Bukan!Kurasa ada tiga, lihatlah ada satu yang mencoba naik ke atas purnama menyusul kita. Aku semakin tak mengerti. Jack, aku takut. Kali ini aku tak merayunya, karena aku tahu dia tak bergeming dengan semua ini. KEnapa hari ini tak ada ekspresi? Jackku, apa yang sedang menimpamu? Oh, Kenapa ada luka di tanganmu? di wajahmu? Siapa yang menyakitimu? Biarkan aku berbuat sesuatu untukmu. Layaknya pengorbanan yang kau lakukan padaku, seperti kata ibu. Aku sendiri tak merasa kau melakukan sesuatu untukku kecuali menemaniku menikmati jingga di ujung senja. Entahlah,aku rasa kau begitu mengenalku. Apa yang kuinginkan selalu ada, bahkan pundakmu menjadi tempatku bersandar jika lelah menerpa setelah sekian jam aku berkutat dengan psikiater gila itu. Siapa namanya? Ibra? Ya benar. Dia!dokter gila itu. Berapa kali aku harus berteriak di hadapannya bahwa aku tidak gila?  Hebat! orang gila mengobati orang gila! Inikah dunia? Jika begitu aku benar – benar tak waras lagi, bagaimana aku bisa bertahan dengan orang gila sekian tahun. Apakah kau juga menganggapku gila? Jack, ini hanya perintah ibu. Iya kan? Aku sudah mematuhinya, aku tak akan mengecewakannya lagi.

Oh Jack, sayangkah kau padaku? Semakin hari jalinan jemarinya semakin erat mengenggam tanganku. Dan aku menikmati hari ini bersamanya, dalam ayunan senja, hingga bulan bersenggama, dan dua gelas espresso ibu  untukku dan dia. Tak ada roti bakar lagi, cukup sepiring spaghetti akan tandas oleh kami berdua. Masih saja - tak ada ciuman,  tak ada suara. Bisu, aku bisu dia bisu..kami membisu. Hanya pandangannya yang terkadang berkaca – kaca mencabik kelenjar airmataku untuk turut menangis  bersamanya. Kutemukan luka di bilik kecil hatinya, namun masih saja tak ada suara hingga malamku diterjang kegemingan. Merangkum rasa yang tumbuh ada, ssssstttt….Ini rahasia ya,,,,hanya aku dan kau saja.

***********

"Tidakkah kau mau mendengarkanku Salma?" rutuk Julian Miller kesekian kalinya. Aku ingin kembali ke Inggris, Negara ini sampah! Aku tak betah di sini. Lihat tetangga kita, cara mereka melihat seakan kita adalah keluarga vampire. Aku muak dengan mereka, Dan aku juga rindu pada 2 pasukan kecilku. Aku menyesal kita pindah ke Indonesia" sungutnya.  Perih sembilu menguasai hati Salma…Oh tidak Julian, kau tak pernah tahu dengan apa yang terjadi…apa yang kau lakukan, dan di mana 2 kakak Lamis..Setitik airmata mengalir dalam keremangan malam itu. Dan sampai detik itu Salma masih tak mengerti jalan pikiran suaminya. Kelembutan tutur kata dan kerendahan hatinya membuat siapa saja yang bertemu muka dengannya jatuh cinta. Seperti juga dia. Keinginannya yang kuat untuk bersekolah di Cambridge menghantarkannya pada kebahagiaan cinta yang tak berujung bersama Julian. Tapi dulu, saat awal pernikahan membuatnya terlena hingga tak faham pribadi apa yang sedang dihadapinya. " Tapi daddy sudah menyerahkan keputusan di tangan kita, lagipula dulu kau juga langsung menyetujuinya. Apa yang kau inginkan Julian?Untuk apa kita berlama – lama di sana? masih beratkah kau meninggalkan Vivian? Mantan kekasihmu? Cecar Salma tanpa tedeng aling – aling. Plakkk….tangan Julian mendarat telak di pipi Salma yang sontak mengalirkan sepercik darah dari mulut mungilnya. Ini tamparan kesekian dari pertengkaran kesekian yang tak pernah kau sadari sayang.. "Kau tak pernah mau mendengarkanku rupanya hah!!??" teriakan Julian menggema dibarengi pukulan - pukulan yang tak terelakkan oleh Salma. Laki – laki  itu tak sadar setelah apa yang dilakukan terhadap 2 anaknya. Aku terlambat untuk mengerti jalan cerita ini.. maafkan aku Ben, David ucap Salma lirih dalam batinnya.

Bayangan mungil itu meringkuk tergugu di bawah lorong tangga, merasa tak mengenal 2 sosok yang saling berkelit  mempertahankan aksara dan cinta. Dalam gelap bayangan dia merangkai memori dan jiwa baru setelah sekian lama terbiasa dengan pertengkaran keduanya. Mulai detik itu tak ada airmata, sakit maupun cinta. Sosok ciptaannya menjadi lebih lekat merapat. Satu pribadi muncul menghancurkan sekat yang selama ini mengikat. Gadis kecil tak kuasa…….

 

To be continued.-

Salam hangat untuk setiap inspirasi yang mengguyur sarafku menjadi butiran aksara yang mungkin saja tak bermakna, Tapi aku tahu suatu hari nanti dia akan tumbuh besar dengan segala mimpinya….

 - Iffat -

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler