Skip to Content

Untitled

Foto Miyos Ndaru

Sehabis pulang kerja, biasanya Nana tak langsung mandi. Ia hanya melepas sepatu tanpa berganti baju dan menyiapkan beberapa camilan, termasuk kentang goreng kesukaannya. Lalu duduk manis di depan layar kaca menanti film kesayangannya. Nana tak akan pernah tahu bagaimana film itu berlangsung, terang saja lima belas menit berlalu, dengkurannya sudah terdengar hingga ke tetangga. Kemudian keesokan harinya ia akan terbagun kesiangan. Dan ia pun tak sempat mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi lalu berangkat ke tempat kerjanya.

Si Manis, kucing Nana hadiah dari mendiang ayah dan ibunya ketika ia berumur 10 tahun, menjadi korbannya juga. Ia terlihat kurus, akibat Nana yang kurang memperhatikannya. Si Manis lebih suka berkeliling ke tetangga, ke rumah demi rumah hanya untuk mendapatkan sepotong ikan/tulang makanan favoritnya.

Pada hari liburnya, Nana tak pernah terlihat keluar dari rumah. Sebab, pada malam harinya, ia harus lembur merapikan tempat kerjanya. Maklum ia bekerja di kedai kopi di seberang kota. Untuk hari libur, pada malam harinya, pemilik kedai kopi akan menambah jam kerja hingga larut malam. Dan Nana akan baru pulang sekitar puluk 23.00 dari sana. Bisa dibayangkan betapa capeknya. Begitulah keseharian Nana, dan akan selalu begitu sebelum dia yang membuatnya untuk berubah, namun semenjak hujan deras itu hidupnya menjadi sedikit berbeda.

Sepulang kerja ia tak lagi menonton televisi, melainkan menghabiskan waktunya di kedai kopi, menemani seseorang yang telah mengantarkannya pulang tempo hari saat hujan deras. Orang itu merupakan pelanggan tetap kedai kopi, tempatnya ia bekerja beberapa hari yang lalu. Si Manis sempat terkejut ketika mobil sedan putih bertengger di depan rumah kontrakan majikannya. Ia sempat tidak percaya melihat majikannya turun dari mobil itu. Semangkok susu di depannya tak dihiraukannya lagi, pemandangan di depannya telah menyita seluruh aktivitas dan selera makannya malam itu.

“Kapan kita bisa bertemu lagi?”, tanya seseorang berdasi di dalam mobil. Nana hanya tersenyum. Kemudian laki-laki itu mencium pipi merahnya dari arah samping. Namun, Nana hanya terdiam. Beberapa saat kemudian sedan putih itu pergi menjahuinya. Disana Nana masih beridri mematung hingga mobil itu sudah tak terlihat lagi.

Ia terlihat bahagia sekali malam itu. Digendongnya Si Manis sambil diciumnya berulang kali. Beberapa lagu kesukaannya tak henti-hentinya ia nyanyikan, sejak saat itu kehidupan Nana berubah drastis. Ia lebih suka pulang larut malam dengan pakaian-pakaian yang berbeda dari biasanya. Entah sudah berapa lama pakaian seragam tempat ia bekerja berubah menjadi rok minim, sepatu hak tinggi, dan baju tanpa lengan dengan bagian atas terbuka. Tidak hanya itu, ia mulai gemar bersolek di depan meja rias bekas ibunya. Beberapa perabotan di rumahnya pun juga ikut berganti, mulai dari televisi dengan model terbaru, adanya almari es, kasur empuk hingga meja dan kursi yang serba mewah, tak lupa handphone yang digunakannyapun merupakan keluaran tercanggih.

Hingga pada suatu hari, rumah Nana digrebeg oleh beberapa orang berbaju hitam, termasuk istri dari laki-laki yang biasanya mengantarkannya pulang. Beberapa tawaran dilakukan istri pemilik sedan putih itu. Mulai dari meninggalkan kota dan menempati rumah yang telah dibelikan untuknya, hingga beberapa cek dari bank yang sangat menggiurkan. Namun, semua itu tak sebanding dengan cinta Nana terhadap suaminya. Ditambah lagi buah cinta mereka yang sedang tumbuh di dalam perut Nana, membuat Nana enggan melepaskan suaminya.

“Baiklah kalau kamu nggak mau melakukannya Nana, hanya satu tawaran terakhirku”, wanita berbaju serba hitam itu segera memberikan kode kepada para bodyguardnya. Mereka dengan sigap membekap Nana. Nana dipaksa untuk minum air di botol yang sedari tadi sudah disiapkan oleh wanita berkacama mata hitam itu.

Dengan sekuat tenaga, Nana mencoba meronta, menutup kedua bibirnya, tetapi desakan air yang dimulutnya membuatnya harus menelan air itu hingga habis. Si Manis tak kuasa melihat majikannya diperlakukan seperti itu, ia hanya menatapnya sambil mengeong ketakutan. Setelah semua air yang di botol itu nyaris tertelan olehnya, barulah mereka melepaskan cengkraman di mulut dan tangan Nana.

“Sudah Nyonya, lalu apa lagi?”, kata salah satu bodyguardnya.

“Aku tak ingin melihatnya lagi, ya sudah mari kita pulang saja,” gerombolan orang berbaju hitam itu lalu meninggalkan Nana sendirian. Dengan susah payah Nana bangkit berdiri, namun lagi-lagi ia jatuh. Kerongkongannya seperti terjerat seutas tali. Ia mulai kehabisan nafas. Mulutnya mulai berbusa. Urat-urat di wajahnya terlihat seperti mau keluar. Si Manis berlari meninggalkan majikannya, sambil terus mengeong minta tolong. Tiba-tiba Nana kejang sambil mulutnya terus mengeluarkan buih-buih.

“Aku lebih menyukai kehidupanmu yang monoton beberapa hari yang lalu Nana, daripada serba gaul dan mewah namun hidupmu harus berakhir seperti ini”, kata sesosok makhluk bersayap di pojokan rumahnya.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler